BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefinisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Telah banyak ditemukan teori belajar yang pada dasarnya menitikberatkan ketercapaian perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran. Teori belajar merupakan suatu ilmu pengetahuan tentang pengkondisian situasi belajar dalam usaha pencapaian perubahan tingkah laku yang diharapkan.
Salah satu teori belajar yang berpengaruh terhadap pelaksanaan pembelajaran adalah teori belajar yang dikembangkan oleh Ivan Petrovich Pavlov dengan teori Classical Conditioning-nya. Namun sebenarnya teori belajar ini tidak hanya dikembangkan oleh Pavlov saja melainkan masih banyak pakar-pakar psikologi yang menjabarkan teori ini seperti Piaget.
I.2 RUMUSAN MASALAH
Secara garis besar pembahasan makalah ini dirumuskan sebagai berikut :
Secara garis besar pembahasan makalah ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Menguraikan biografi Ivan Petrovich Pavlov
2. Menguraikan eksperimen Classical Conditioning Ivan Petrovich Pavlov
3. Menjelaskan teori belajar menurut Ivan Petrovich Pavlov
4. Menjelaskan aplikasi dan manifestasi teori Pavlov terhadap pembelajaran siswa
I.3 TUJUAN PEMBAHASAN
Tujuan dari diadakannya pembahasan ini adalah sebagai berikut :
Tujuan dari diadakannya pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejarah lahirnya Ivan Petrovich Pavlov
2. Untuk mengetahui eksperimen Ivan Petrovich Pavlov sehingga mampu melahirkan rumusan teori belajarnya
3. Untuk mengetahui teori belajar yang kemukakan oleh Ivan Petrovich Pavlov
4. Untuk mengetahui peng-aplikasian teori belajar Pavlov terhadap proses pembelajaran
I.4 MANFAAT
Kegunaan dari pembahasan ini adalah :
Kegunaan dari pembahasan ini adalah :
1. Bagi kami pembahasan ini merupakan wahana latihan pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah.
2. Dengan adanya pembahasan ini tentunya kami semua akan semakin memperkaya ilmu pengetahuan kami tentang Psikologi Belajar khususnya materi Teori Belajar menurut Pavlov.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 IVAN PETROVICH PAVLOV(1849-1936)
Pavlov lahir di Rusia pada 1849 dan meninggal pada tahun 1936. Ayahnya adalah pendeta dan Pavlov juga belajar untuk menjadi pendeta namun berubah pikiran dan menghabiskan sepanjang hidupnya untuk mempelajari fisiologi. Pada 1904 dia memenangkan hadiah Nobel untuk karyanya di bidang fisiologi pencernaan. Dia memulai study reflex yang dikondisikan pada usia 50 tahun.
Metode study pencernaan Pavlov menggunakan cara pembedahan pada anjing yang memungkinkan cairan perut mengalir melalui suatu hiliran(fistula) keluar dari tubuh , dan cairan ditampung. Pavlov mengukur sekresi perut saat anjing merespon bubuk makanan dia melihat bahwa hanya melihat makanan saja telah menyebabkan anjing mengeluarkan air liur. Selain itu, saat mendengar langkah kaki eksperimenter anjing juga mengeluarkan air liur. Pada awalnya Pavlov menyebutnya sebagai reflex”psikis”, tetapi sebagai ilmuwan yang objektif dan sebagai seorang fisiologis Pavlov enggan meneliti hal itu.Akhirnya dia memutuskan untuk mempelajari isu itu tetapi sebagai problem fisiologis murni agar tidak ada elemen subyektif yang masuk ke dalam risetnya.
II.2 EKSPERIMEN PAVLOV TERHADAP TEORI BELAJAR
II.2.1 OBSERVASI EMPIRIS
Perkembangan Reflek yang Dikondisikan
Istilah Pengkondisian Pavlovian dan pengkondisian klasik adalah sama.Unsur yang dibutuhkan untuk melahirkan pengkondisian Pavlovian atau klasik adalah:(1)Unconditioned Stimulus( stimulus yang tak dikondisikan[US]), yang menimbulkan respon alamiah atau otomatis dari organisme;(2) Unconditioned Response(respon yang tidak dikondisikan[UR]) yang merupakan respon alamiah dan otomatis yang disebabkan oleh US; dan (3)Conditioned Stimulus(stimulus yang dikondisikan[CS]), yang merupakan stimulus netral karena ia tidak menimbulkan respon alamiah atau otomatis pada organisme. Ketika unsur-unsur ini bercampur dengan cara-cara tertentu, akan terjadi Conditional Respon(respon yang dikondisikan [CR]). Untuk memproduksi CR,CS dan US harus dipasangkan beberapa kali. Prosedur ini digambarkan sebagai berikut:
Prosedur training:CS→US→UR
Demonstrasi Pengkondisian: CS→CR
UR dan CR selalu merupakan jenis respon yang sama. Namun, besarnya CR selalu lebih sedikit daripada UR, tetapi hal ini ternyata tidak benar,setidaknya dalam beberapa kasus.
Pelenyapan Eksperimental
Eksistensi CR bergantung pada US,itu sebabnya US disebut sebagai penguat (reinforcer). Tanpa US,CS tidak akan mampu mengeluarkan CR. Demikian pula, jika setelah CR dikembangkan,CS terus dihadirkan tanpa adanya US, maka CR pelan-pelan akan lenyap. Ketika CS tak lagi menghasilkan CR, exstinction(pelenyapan)eksperimental dikatakan telah terjadi. Pada intinya pelenyapan terjadi ketika CS disajikan kepada organisme tanpa diikuti dengan penguatan. Dalam studi pengkondisian klasik, penguatan adalah US.
Pemulihan Spontan(spontaneous recovery)
Beberapa waktu sesudah pelenyapan,jika CS sekali lagi dihadirkan kepada hewan, CR akan muncul kembali secara temporer. CR” dipulihkan secara spontan” meskipun tidak ada lagi pasangan CS dan US.Jika ada penundaan setelah pelenyapan dan CS disajikan kepada organisme, ia cenderung akan mengeluarkan CR.
Pengkondisian Tingkat Tinggi
Setelah CS dipasangkan dengan US beberapa kali,ia dapat dipakai seperti US. Yakni setelah dipasangkan dengan US,CS mengembangkan properti penguatan sendiri, dan ia dapat dipasangkan dengan CS kedua untuk menghasilkan CR. Misalnya kedipan cahaya (CS) dengan penyajian makanan(US). Makanan akan menyebabkan hewan mengeluarkan air liur ,dan setelah CS dan US beberapa kali dipasangakan, maka penyajian cahaya saja akan menyebabkan hewan mengeluarkan liur. Keluarnya air liur setelah ada kedipan cahaya adalah respons yang dikondisikan.
Sekarang cahaya yang menimbulkan air liur itu dapat dipasangkan lagi dengan CS kedua,misalnya suara dengungan. Arah pendampingan pasangan sama dengan pengkondisian awal: pertama CS baru(suara berdengung) disajikan,dan kemudian disajikan cahaya. Makanan tidak lagi dipakai disini. Setelah beberapa kali dipasangkan, suara saja sudah bisa menyebabkan hewan mengeluarkan liur. Dalam contoh ini,CS pertama dipakai seperti US yang dipakai untuk menghasilkan respon yang dikondisikan. Ini dinamakan pengkondisian tingkat kedua. Kita juga mengatakan bahwa CS pertama mengembangkan properti penguat sekunder karena ia dipakai untuk mengondisikan respons terhadap stimulus baru. Karenanya ,CS ini dinamakan secondary reinforcer(penguat sekunder). Penguat sekunder tidak dapat berkembang tanpa US sehingga dinamakan primary reinforcer (penguat primer).
Prosedur ini dapat dilanjutkan satu tingkat lagi. CS kedua(suara) dapat dipasangkan dengan CS lainnya, seperti nada 2.000-cps. Arah pendamping masih sama seperti sebelumnya: pertama nada,kemudian suara dengungan. Akhirnya ,nada saja sudah cukup untuk menyebabkan hewan berliur. Jadi,melalui pemasangannya dengan cahaya ,suara dengung menjadi penguat sekunder, dan karenanya dapat dipakai untuk mengondisikan respons ke stimulus baru,nada 2.000-cps. Ini adalah pengkondisian tingkat ketiga. Pengkondisian tingkat kedua dan ketiga ini dinamakan higher-order conditioning (pengkondisian tingkat tinggi).
Karena pengkondisian tingkat tinggi harus dipelajari selama proses pelenyapan, maka sangat sulit untuk melampaui pengkondisian tingkat ketiga. Saat pengkondisian tingkat kedua dan tiga terlewati,besaran CS menjadi semakin kecil dan CR hanya bertahan selama segelintir percobaan. Nada hanya menimbulkan sedikit liur dan hanya terjadi pada waktu awal.
Generalisasi
Ada hubungan antara konsep generalisasi pavlov dengan penjelasan transfer training dari Thorndike. Dengan generalisasi, seperti training dan situasi tes yang lebih banyak kemiripannya, ada lebih besar kemungkinan bahwa respon yang sama akan diberikan untuk kedua situasi. Generalisasi dan transfer menjelaskan bahwa kita dapat memberikan reaksi yang telah dipelajari untuk situasi yang belum pernah dijumpai sebelumnya; yakni merespon situasi baru seperti ketika kita merespon situasi yang serupa yang sudah kita kenali.
Ada perbedaan antara penyebaran efek Thorndike dengan generalisasi Pavlov. Untuk penyebaran efek ,kedekatan adalah faktor penting. Generalisasi mendeskripsikan peningkatan kemampuan memproduksi CR oleh stimuli yang terkait dengan stimulus yang mendahului penguatan. Untuk generalisasi, kemiripanlah yang penting bukan kedekatan.
Diskriminasi
Lawan dari generalisasi adalah discrimination(diskriminasi).Diskriminasi mengacu pada tendensi untuk merespon sederetan stimuli yang amat terbatas atau hanya pada stimuli yang digunakan selama training saja.Diskriminasi dapat muncul melalui 2 cara: training yang lebih lama dan penguatan diferensial. Pertama, jika CS berkali-kali disandingkan atau dipasangkan dengan US dalam waktu yang lebih lama ,kecenderungan untuk merespon stimuli yang terkait dengan CS yang tidak identik akan menurun. Dengan kata lain, jika penyandingan antara CS dan US yang akan mengembangkan CR dilakukan dalam jumlah minimum,maka akan ada tendensi yang relatif kuat untuk merespon stimuli yang terkait dengan CS selama pelenyapan; yakni, ada generalisasi yang cukup besar. Akan tetapi jika training diperpanjang,ada pengurangan tendensi untuk merespon stimuli yang terkait dengan CS selama pelenyapan. Jadi adalah mungkin untuk mengontrol generalisasi dengan mengontrol level training: semakin banyak jumlah training , semakin sedikit generalisasinya.
Cara kedua untuk melahirkan diskriminasi adalah melalui penguatan diferensial yakni dengan menyajikan nada 2.000-cps bersama dengan sejumlah nada lain yang akan terdengar selama proses pelenyapan. Setelah training itu ,ketika hewan diberi nada selain nada berfrekuensi 2.000-cps selama pelenyapan,ia cenderung tidak meresponnya. Disinilah terjadi diskriminasi.
Hubungan antara CS dan US
Ada 2 pertimbangan umum tentang pengkondisian klasik.Pertama, adanya interval presentasi optimal antara CS dan US agar pengkondisian terjadi dengan cepat. Sejumlah peneliti menemukan bahwa jika CS datang setengah detik sebelum US,akan terjadi pengkondisian yang paling efisien. Jika waktu antara kedua kejadian itu lebih lama atau kurang dari 0,5 detik,pengkondisian akan relatif sulit terjadi. Namun hal ini hanya bersifat penyederhanaan karena interval waktu optimal antara permulaan CS dan permulaan US agar terjadi pengkondisian bergantung pada banyak faktor.
Pertimbangan kedua, dengan menggunakan prosedur pengkondisian klasik, CS yang muncul setelah US disajikan akan sangat sulit menciptakan pengkondisian atau bahkan tidak mungkin. Hal ini dinamakan backward conditioning(pengkondisian ke belakang).Secara umum,Egger dan miller menyimpulkan bahwa agar pengkondisian klasik terjadi , organisme harus bisa menggunakan CS untuk memeprediksi apakah penguatan akan terjadi atau tidak.
II.3 TEORI BELAJAR MENURUT IVAN PETROVICH PAVLOV
II.3.1 KONSEP TEORITIS UTAMA
Eksitasi (kegairahan) dan Hambatan
Menurut Pavlov,dua proses dasar yang mengatur semua aktivitas sistem saraf sentral adalah excitation(eksitasi) dan inhibition(hambatan). Eksitasi dan hambatan adalah sisi-sisi dari proses yang sama,keduanya selalu ada secara bersamaan,namun proporsinya selalu bervariasi di setiap saat, kadang yang satu lebih menonjol,dan kadang yang satunya lagi yang lebih menonjol. Menurut Pavlov setiap kejadian di lingkungan berhubungan dengan beberapa titik di otak dan saat kejadian ini dialami,ia cenderung menggairahkan atau menghambat aktivitas otak. Jadi, otak terus-menerus dirangsang atau dihambat,tergantung pada apa yang dialami oleh organisme. Jadi, jika satu nada secara terus-menerus diperdengarkan ke seekor anjing sebelum ia diberi makan, area di otak yang dibangkitkan oleh nada suara itu akan membentuk koneksi temporer dengan area otak yang merespons ke makanan. Ketika koneksi ini terbentuk, presentasi nada akan menyebabkan hewan bertindak seolah-olah makanan akan disajikan,itu tanda bahwa reflek yang hmnigbndikondisikan sudah terjadi.
Stereotip Dinamis
Respon terhadap lingkungan yang sudah dikenal akan makin cepat dan otomatis, itulah yang disebut dynamic stereotip(stereotip dinamis). Secara garis besar , stereotip dinamis adalah mosaik kortikal yang menjadi stabil karena organisme berada dalam lingkungan yang dapat diprediksi selama periode waktu tertentu yang lumayan panjan.
Iradiasi dan Konsentrasi
Pavlov menggunakan istilah analyser untuk mendiskripsikan jalur dari satu reseptor idrawi ke area otak tertentu. Suatu analyser terdiri dari resptor indrawi jalur sensoris dari reseptor ke otak dan area otak yang diproyeksikan oleh aktivitas sensoris. Informasi sensoris yang diproyeksikan ke beberapa area otak akan menimbulkan eksitasi di area itu. Pada awal terjadinya irradiation of excitation (iradiasi eksitasi) dengan kata lain eksitasi ini akan menular ke area otak lain didekatnya. Proses ini dipakai Pavlov untuk menjelaskan generalisasi. Penjelasan Pavlov tentang generalisasi adalah bahwa implus neural berjalan dari reseptor indra, dari telinga ke area tertentu di otak yang bereaksi terhadap nada 2.000-cps. Pavlov juga menemukan bahwa concentration (konsentrasi), sebuah proses yang berlawanan dengan iradiasi, mengatur eksitasi dan hambatan. Proses iradiasi dipakai untuk menjelaskan proses generalisasi sedangkan proses konsentrasi dipakai untuk menjelaskan diskriminasi. Pertama – tama organisme punya tendensi umum untuk merespon CS selama pengkondisian. Tetapi dengan latihan yang lama, tendensi untuk merespons dan tak merespons akan menjadi kurang umum dan semakin spesifik ke arah stimuli tertentu.
Pengkondisian Eksitatoris dan Inhibitoris
Pavlov mengidentifikasikan dua tipe dari pengkondisian, yang pertama excitatory conditioning, akan tampak ketika pasangan CS-US menimbulkan suatu respon. Sebuah Bell (CS) yang dipasangkan berulang kali dengan makanan (US) sehingga penyajian CS akan menerbitkan air liur (CR), satu nada (CS) di pasangkan berulang kali dengan tiupan angin (US) langsung ke mata sehingga penyajian CS saja akan menyebabkan mata berkedip.
Conditioned inhibition tampak ketika training CS menghambat atau menekan suatu respon. Misalnya, Pavlov berspekulasi bahwa pelenyapan mungkin disebabkan oleh munculnya hambatan setelah CS yang menimbulkan respon itu diulang tanpa suatu penguat. Prosedur standar untuk menghasilkan hambatan yang dikondisikan adalah menyajikan satu CS yang dipasangkan dengan US dan menghadirkan CS majemuk atau gabungan yang tidak dipasangkan dengan US.
Ringkasan Pandangan Pavlov tentang Fungi Otak
Pavlov memandang otak sebagai semacam mosaik titik – titik eksitesi dan hambatan. Setiap poin di otak berhubungan dengan satu kejadian enviromental. Berdasarkan pada apa yang dialami pada suatu saat, pola eksitasi dan hambatan yang berbeda akan muncul di otak dan pola itu akan menjadi perilaku. Ketika koneksi temporer pertama kali dibentuk oleh otak, ada tendensi bagi stimulus yang dikondisikan untuk memberi efek umum di otak. Setelah proses belajar berlanjut eksitasi yang disebabkan oleh stimulus positif dan hambatan yang disebabkan oleh stimulus negatif menjadi terkonsentrasi di area spesifik di otak.
Pavlov tidak pernah menjelaskan bagaimana semua prosedur ini berinteraksi untuk menimbulkan perilaku yang terkoordinasi baik yang kita lihat dari semua organisme namun dia menunjukkan keheranannya bahwa perilaku yang sistematis tidak muncul dari banyak faktor pengaruh tersebut.
Sistem Sinyal Pertama dan Kedua
Karya Pavlov mengenai pengkondisian telah menyediakan kerangka untuk memahami bagaimana organisme mengantisipasi kejadian di masa depan. Karena CS mendahului kejadian yang signifikan secara biologis (UR) maka mereka menjadi sinyal untuk kejadian yang memungkinkan organisme itu mempersiapkan diri dan menjalankan perilaku yang tepat. Pavlov, menyebut stimuli yang memberi sinyal kejadian yang penting secara biologis (CS) ini sebagai first signal system. Selain itu, manusia juga menggunakan bahasa yang terdiri dari simbol – simbol realitas. Seseorang mungkin merespon kata bahaya sebagaimana merespon situasi yang aktual yang berbahaya. Pavlov menyebut kata yang melambangkan realitas itu sebagai sinyal dari sinya atau second signal system. Sinyal – sinyal yang muncul bisa diorganisasikan dalam sistem kompleks yang akan memandu perilaku banyak manusia.
II.3.2 PERBANDINGAN ANTARA PENGKONDISIAN KLASIK DAN INSTRUMENTAL
Pengkondisian klasik dapat menimbulkan suatu respon, dan pengkondisian instrumental akan tergantung pada respons yang diberikan. Pengkondisian klasik dapat dikatakan bersifat tidak sukarela dan otomatis, sedangkan pengkondisian instrumental bersifat sukarela dan dikontrol.
Fungsi penguatan juga berbeda untuk pengkondisian klasik dan instrumental. Untuk pengkondisian instrumental, penguatan dihadirkan setelah respon dibuat. Untuk pengkondisian klasik, penguat (US) disajikan untuk menimbulkan respon.
Kedua macam pengkondisian itu memperkuat survivel organisme. Pengkondisian klasik memperkuatnya dengan menciptakan suatu tanda dan simbol yang memungkinkan antisipasi kejadian yang signifikan. Pengkondisian memperkuatnya melalui pengembangan pola perilaku yang tepat dalam merespon kejadian signifikan tersebut. Perlu dicatat bahwa mustahil memisahkan antara pengkondisian instrumental dan pengkondisian klasik.
II.3.3 RISET TERBARU TENTANG PENGKONDISIAN KLASIK
CR tidak selalu merupakan UR kecil. Pavlov percaya bahwa selama jalannya pengkondisian CS akan menggantikan US dan itulah mengapa pengkondisian klasik kadang disebut sebagai stimulus subtitute learning. Diasumsikan bahwa karena CS bertindak sebagai pengganti US, maka CR adalah versi kecil dari UR. Periset bukan hanya menemukan CR dan UR adalah berbeda. Tetapi mereka juga menemukan bahwa keduanya saling bertentangan. Juga ditemukan bahwa ketika digunakan US yang sama, akan muncul CR yang berbeda – beda ketika CS yang berbeda dipasangkan dengan US itu. Ternyata terkadang CR mirip UR, terkadang CR membuat organisme bersiap mengantisipasi US, terkadang CR bertentangan dengan UR.
Pelenyapan melibatkan intervensi. Pavlov percaya bahwa selama pelenyapan, presentasi CS yang tak diperkuatakan menghasilkan hambatan yang dikondisikan yang menekan atau menanti asosiasi eksitatoris yang telah dipelajari sebelumnya antara CS dan US. Karenanya, mekanisme teoritis yang mendasari pelenyapan eksperimental dari respon yang dikondisikan adalah hambatan, bukan eliminasi koneksi CS-US.
Argumen ini didasarkan pada tiga fenomena belajar yang reliabel. Pertama, pemulihan spontan. Kedua, renewal effect, yang muncul ketika satu respon yang telah dikondisikan dalam satu konteks eksperimental dilenyapkan dalam konteks lainnya. Ketiga, reinstatement, muncul ketika US disajikan setelah pelenyapan eksperimental sudah selesai. Selama pelenyapan petunjuk konteks yang sama akan membangkitkan kembali kenangan asosiasi CS-pelenyapan. Setelah pelenyapan CS menjadi ambigu.
Overshadowing dan Blocking. Pavlov mengamati jika bahwa dia menggunakan satu stimulus majemuk gabungan sebagai CS dan satu komponen dari stimulus tersebut lebih menonjol ketimbang komponen lainnya, maka komponen yang paling menonjollah yang paling dokondisikan. Fenomena ini disebut overshadowing. Leon Kamin melaporkan serangkaian percobaan penting tentang fenomena yang disebut blocking. Kamin (1969) menggunakan prosedur CER (conditioned emotional response) untuk menunjukkan konsep blocking. Pertama, tikus dilatih untuk menekan tuas untuk mendapatkan penguatan berupa makanan. Kemudian tikus dihadapkan pada 16 kali percobaan dimana suara diikuti dengan setrum. Hasil dari training ini disebut dengan respons kekang saat suara diperdengarkan. Selanjutnya menyandingkan suara dari tahap sebelumnya dengan cahaya karenanya menciptakan stimulus majemuk atau gabungan. Fase finalnya adalah hanya memberi cahaya kepada tikus untuk melihat apakah stimulus cahaya ini menimbulkan pengekangan. Hal yang perlu diingat blocking, seperti overshadowing menunjukkan contoh situasi dimana stimuli dipasangkan sesuai dengan prinsip pengkondisian klasik namun tidak menimbulkan pengkondisian.
Teori Pengkondisian Klasik Rescorla – Wagner
Teori Resercorla – Wagner memberikan penjelasan fenomena pengkondisian klasik umum, memberikan beberapa prediksi tak terduga yang relevan dengan pengkondisian klasik, dan memecahkan beberapa problem penting yang berkaitan dengan pengkondisan klasik. Teori ini menggunakan logika simbolis dan matematika sederhana untuk meringkas dinamika belajar. Resercorla – Wagner mengasumsikan bahwa sifat dari US akan menentukan level maksimum atau simpotik dari pengkondisian yang dapat dicapai.
Kontigensi , Bukan Kontiguitas
Dalam artikelnya yang berpengaruh,”Pavlovian Conditioning: It’s Not what you think”Rescorla(1988) menyajikan tiga observasi tentang pengondisian Pavlovian dan menjelaskan arti pentingnya dalam psikologi modern.
Pertama ,seperti Egger dan Miller(1962,1963) dia mengatakan pada dasarnya ada korelasi antara US dan CS yang lebih dari sekedar kebetulan atau kontiguitas. Misalnya, satu situasi dimana hewan mengalami US acak selama periode yang lebih panjang. Mungkin ada kejadian ketika US dan CS terjadi bersama-sama (kontiguitas) dan ketika mereka terjadi secara sendiri-sendiri. Bandingkan situasi ini dengan situasi dimana US dan CS diprogram sehinggah mereka hanya terjadi bersama-sama. Dua kondisi ini disajikan di gambar 7-6 dan penting untuk dicatat bahwa dalam kedua situasi itu CS dan US terjadi bersama-sama dalam jumlah waktu yang sama.
Kedua, seperti Zener(1937), Rescorla(1988) mengatakan bahwa klaim umum bahwa CR adalah miniatur atau ringkasan dari UR adalah klaim yang yang terlalu menyerderhanakan atau bahkan tidak tepat. Respons tipikal untuk suatu US berupa setrum listrik dalam eksperimen, misalnya, adalah peningkatan aktivitas atau berupa respons yang mengejutkan. Akan tetapi, seperti terlihat dalam fenomena pengekangan yang dikondisikan di atas, jika CS yang dipakai untuk memberi isyarat setrum diberikan selama performa dari respons yang berbeda(penekanan tuas), hasilnya adalah penurunan aktivitas. CR dapat berupa beberapa respons yang berbeda-beda, bergantung pada konteks dimana CS terjadi.
Dua poin ini tampak jelas ketika Rescorla (1966) melatih anjing untuk melompat rintangan disebuah kotak agar ia terhindar dari setrum yang diberikan daam interval reguler 30 detik. Situasinya ditata sedemikian rupa sehinggah setrum itu bisa dihindari jika anjing melompati rintangan, waktu dihitung lagi dari nol dan dmulai lagi dari awal. Tidak ada sinyal eksternal yang mengindikasikan kapan suatu setrum akan diberikan ;satu-satunya sinyal adalah pemahaman anjing akan berlalunya waktu. Semua anjing dalam eksperimen ini belajar melompati untuk menghindari setrum. Rata-rata lompatan kemudian dipakai sebagai kerangka referensi untuk menilai efek dari variabel lain yang dimasukkan kedalam eksperimen.
II.3.4 IRELEVENSI YANG DIPELAJARI, HAMBATAN LATEN, DAN SUPERCONDITIONING
Setidaknya ada tiga fenomena yang menghadirkan masalah bagi teori Rescorla-Wagner, namun mereka mudah dijelaskan oleh pendekatan Macintosh atau Kamin/Wagner. Semua efek ini melibatkan pra-penghadiran CS sebelum memperkenalkan kontigensi positif(eksitasi) antar CS dan US.
Ingat bahwa Rescorla(1996)menggunakan kondisi kontrol yang benar-benar acak dimana CS dan US terjadi namun tidak ada kontigensi diantara keduanya. Jika CS yang pertama kali dipakai dalam kondisi kontrol acak kemudian dipasangkan dalam hubungan kontigensi dengan US,pengondisiannya akan cacat. Learned irrelevence(irelevensi yang dipelajari)adalah hilangnya keampuhan atau kemampuan CS yang dipakai dalam kondisi kontrol acak(Mackintosh,1973).
Latent inhibition effect( efek hambatan laten) terjadi ketika pra-pemaparan suatu CS(dengan tanpa US)memperlambat pengondisian ketika CS dan US kemudian dipasangkan (misalnya, Baker&Mackintosh, 1997; Best&Gemberling, 1977;Fenwick, Mikulka, &Klein, 1975;Lubow&Moore,1959). Sekali lagi, ini adalah problem untuk teori Rescorla-Wagner karena pra-pemaparan ke CS seharusnya tidak memberi efek pada pengondisian. Bahwa pada saat CS disajikan sendirian,organisme belajar bahwa CS itu tidak relevan dan karenanya tidak terkait dengan kejadian signifikan. Setelah CS dianggap tidak relevan, ia diabaikan dan karenanya menghambat pembentukan hubungan prediktif ketika ia kemudian dipasangkan dengan US.
Pengondisian sebagai formasi ekspektasi. Robert Bolles(1972,1979) menunjukkan bahwa organisme tidak mempelajari respon baru selama pengondisian. Sebaliknya,organisme melakukan reaksi spesies-spesifik yang sesuai dengan situasi. Menurut Bolles, apa yang dipelajari organisme adalah ekspektasi yang membimbing prilaku yang belum dipelajari oleh mereka. Suatu ekspektasi stimulus akan terbentuk ketika CS dikorelasikan dengan hasil penting seperti ada tidaknya US. Dengan kata lain, eksperimen pengondisian klasik biasanya menciptakan ekspektasi stimulus. Suatu ekspektasi stimulus menyangkut perkiraan akan adanya satu stimulus(US) dari kehadiran stimulus lain(CS). Organisme juga belajar ekspektasi respons, yang emrupakan hubungan prediktif antara respons dan hasil. Menurut Bolles, penguatan tidak memperkuat prilaku;ia memperkuat ekspektasi bahwa respons tertentu akan diikuti oleh suatu penguat.
II.3.5 Aversi cita Rasa Yang Dikondisikan : Efek Garcia
Selama bertahun-tahun bukti anekdotal menunjukkan bahwa tikus tidak punah karena mereka dengan cepat mengetahui bahwa beberapa subtansi, seperti racun tikus, membuat mereka sakit dan karenanya harus dihindari. Demikian pula, orang akan mau berbagi cerita tentang makanan atau minuman yang mereka hindari karena mereka mengasosiasikannya dengan penyakit. Garcia dan Koelling (1966) memvalidasi penjelasan aversi cita rasa anedotal ini dengan menunjukkan fenomena yang tidak lazim dalam pengondisian klasik. Untuk saat ini, kita hanya mendeskripsikan salah satu bagian dari eksperimen penting ini, dan di Bab 15 kita akan mengeplorasi fenomena ini secara lebih detail dengan perhatian khusus pada signifikansi evolusi dan biologisnya.
Meskipun eksperiment Gracia dan Koelling tampaknya mengikuti prosedur pengondisian klasik, namun muncul sejumlah masalah saat hasilnya diinterpretasikan sebagai fenomena pengondisian klasik.
II.3.6 EKSPERIMENT JOHN B. WATSON DENGAN LITTLE ALBERT
Watson adalah pendiri aliran behaviorism (behaviorisme), mengganggap bahwa psikologi seharusnya membuang semua konsep mental dan penjelasan tentang perilku manusia berdasarkan insting.
Watson adalah determinis envoromental radikal. Dia percaya bahwa kita semua sejak lahir telah dilengkapi sedikit gerak refleks dan sedikit emosi dasar, dan melalui pengkondisian klasik refleks ini dipasangkan dengan berbagai macam stimuli. Menurut Watson, emosi manusia adalah produk dari warisan dan pengalaman. Menurut Watson, kita mewarisi tiga emosi dasar-rasa takut, marah, dan cinta. Melalui proses pengkondisian, tiga emosi dasar ini menjadi terikat dengan hal yang berbeda untuk orang yang berbeda-beda. Menurut Watson, personalitas (kepribadian) adalah kumpulan dari refleks yang dikondisikan. Dua menyangakal bahwa kita lahir dengan membawa kemampuan mental atau predisposisi.
Untuk menunjukkan bagaiman refleks emosional bawaan menjadi dikondisikan ke stimuli neural, Watson dan Rosalie Rainer (1920) melakukan percobaan pada bayi berusia sebelas bulan bernama Albert. Selain Albert, unsure lain dalam percobaan ini adalah seekor tikus putih, lempengan besi, dan palu.
Ditunjukkan bahawa rasa takut Albert digeneralisasikan ke berbagai macam objek yang pada awalnnya tidak ditakutinya: kelinci, anjing, kucing, kain sutra, dan topeng santa claus. Jadi. Watson menunjukkan bahwa reaksi emosiaonal kita dapat ditata melalui pengkondisian klasik. Dalam eksperimen ini, suaras keras adalah US, rasa takut yang ditimbulkan suara itu adalah UR, tikus adalah CS, dan rasa takut pada tikus adalah CS. Rasa takut Albert ,kepada obyek putih berbulu menunjukkan adanya generalisasi.
II.3.7 REPLIKASI BREGMAN ATAS EXPERIMENT WATSON
Pada 1934, E.O.Bregman mereplikasi eksperiman Watson dan menemukan bahwa rasa takut anak memang dapat dikondisikan ke CS, namun pengkondisian itu terjadi hanya dalam situasi-situasi tertentu. Bregman menemukan bahwa pengkondisian akan terjadi hanya jika CS adalah hewan hidup (seperti dalam eksperimen Watson) tetapi tidak terjadi pengkondisian jika CS adalah obyek tak bernyawa, seperti balok kayu, botol, atau bahkan boneka hewan dari kayu. Temuan Bregman tidak sesuai dengan klaim Pavlov dan Watson bahwa sifat dari CS tidak relevan dengan proses pengkondisian. Akan tetapi, temuannya konsisten dengan pendapat Seligman bahwa beberapa asosisasi lebih mudah dibentuk ketimbang asosiasi lainnya karena adanya kesiapan biologis dari organisme. Dalam kasus ini, Seligman (1972) mengatakan bahwa karena hewan memiliki potensi untuk menimbulkan bahaya,maka manusia secara biologis bersiap untuk mencurigainya dan karenanya lebih mudah belajar takut dan/ atau menghindarinya.
Menghilangkan rasa takut yang dokindisikan
Watson telah menunjukkan bahwa emosi bawaan, seperti ras takut, dapt “ditransfer” ke stimuli yang ssebelumnya tidak menimbulkan rasa takut, dan mekanisme, transfer itu adalah pengkondisian klasik. Ini adalah temuan yang amat penting meski kemudian ditunjukkan bahwa pengkondisian akan lebih mudah untuk beberapa stimuli ketimbang stimuli lain. Jika rasa takut itu dipelajari, maka akan ada kemungkinan untuk melenyapkan rasa takut itu. Watson berpendapat bahwa risetnya telah menunujukkan bagaiman rasa takut yang dipelajri itu bisa berkembang dan tidak diperlukan lagi riset semacam itu. Kini dia mencari anak yang sudah punya rasa takut dan kemudian diusahakan untuk menghilangakan rasa takutnya. Watson kini bekerjasama dengan Mary Cover Jones (1896-1987). Dan menemukan anak yang diiinginkan-anak berusia 3 tahun bernama Peter yang sangat takut pada kelinci, kucing, kodok, dan ikan. Hergenhahn (2005) meringkas usaha Watson dan Jones untuk menghilangkan rasa takut Peter.
Prosedur yang digunakan oleh Watson dan Jones untuk menghilangkan rasa takut Peter ini mirip sekali dengan prosedur yang disebut desensitisasi sistematis.
Teori belajar Watson
Watson banyak memperkenalkan psikologi Pavlovian ke Amerika Serikat, dia tidak pernah sepenuhnya menerima prinsip Pavlovian. Misalnya, dia tidak percaya bahwa pengkondisian bergantung pada penguatan. Menurut Watson, belajar terjadi karena kejadian-kejadian susul-menyusul dalam jarak waktu yang singkat. Juga , semakin sering kejadina-kejadian muncul bersama, semakin kuat asosiasi diantara kejadian-kejadian itu. Karenanya, Watson hanya ,mengakui hukum lama kontiguitas dan frekuensi. Menurutnya, prinsip belajar lainnya adalah mentalistik, seperti hukum efek Thorndike, atau tidak dibutuhkan, seperti gagasan mengenai penguatan.
II.4 APLIKASI TEORI BELAJAR PAVLOV
II.4.1 APLIKASI LANJUTAN DARI PENGKONDISIAN KLASIK UNTUK PSIKOLOGIS KLINIS
Extinction (pelenyapan). Praktek klinik berbasis pengkondisian klasik mengasumsikan bahwa karena gangguan perilaku atau kebiasaan buruk adalah hasil dari belajar, maka perilaku itu bisa dibuang atau diganti dengan perilaku yang lebih positif. Misalnya merokok dan kecanduan alcohol sebagai perilaku buruk atau kebiasaan buruk. Dalam kasus ini, rasa alcohol atau rokok daapt dianggap sebagai CS, dan efek fisiologis dari alcohol atau nikotin adalah US. Setelah beberapa kali penyandingan CS-US, merasakan CS saja akan menghasilkan kenikmatan (CR).Salah satu cara yang mungkin bisa menghilangkan kebiasaan ini adalah dengan menghadirkan CS tanpa menghadirkan US,dan karenanya menyebabkan pelenyapan. Schwartz, Masserman dan Robbins (2002) menunjukkan masalah dalam prosedur ini :
Pertama adalah mustahil untuk menciptakan kembali secara lengkap dalam setting laboratorium kejadian-kejadian yang kompleks dan idiosinkretik yang berfungsi sebagai CS di dunia rill.
Kedua adalah tidak ada bukti bahwa pelenyapan akan menghilangkan asosiasi CS-US yang mendasar; sebaliknya, pelenyapan secara temporer akan menghalangi CR samapai kondisi-kondisi seperti berlalunya waktu (pemulihan spontan) atau pengenalan kembali US (penguatan) atau konteks training (pembaruan) bisa memunculkan kembali respon.
Ketiga, respon yang dilenyapkan itu bisa selalu muncul lagi jika penggunaan alcohol terjadi lagi. (h.127)
counterconditioning
Adalah prosedur yang lebih kuat ketimbang pelenyapan sederhana. Dalam counterconditioning , CS dipasangkan dengan US selain US awal. Misalnya, seseorang diizinkan untuk merokok atau minum dan kemudian diberi obat yang menimbulkan mual. Dengan penyandingan beberapa kali, rasa sigaret atau alcohol akan menimbulkan rasa mual yang dikondisikan, yang pada gilirannya akan menimbulkan ketidakmauan merokok atau minum. Meskipun counterconditioning tampak sukses dalam sejumlah kasus, manfaat dari prosedur ini sering hanya bersifat sementara. Schwartz, Wasserman dan Robbins (2002) mengatakan bahwa pada akhirnya, counterconditioning mengalami kesulitan yang sama dengan trainng pelenyapan. counterconditioning di laboratorium atau klinik mungkin bisa digeneralisasikan ke luar setting ini. Para pecandu mungkin belajar bahwa piihan minum alakohol itu tidak menyenangkan ketika dilakukan di dalam lingkunagn artificial. Setiap tendensi untuk menggunakan kembali alcohol di luar klinik akan menyebabkan pembentukan kembali respon yang dikondisikan awal secara cepat. Counterconditioning menghadapi kesulitan lebih jauh yang unik. Bahkan jika perawatannya efektif, upaya meyakinkan pasien agar tidak mengulangi perilakunya lagi buaknlah tugas yang mudah…(h.128)
Flooding. Problem utama dalam menghadapi fobia adalah fakta bahwa individu menghindari pengalaman yang menakutkan. Karena pelenyapan adalah proses aktif (CS harus dihindarkan dan tidak diikuti dengan US ), usaha menghindari stimuli yang menimbulkan rasa takut justru akan mencegah terjadinya pelenyapan. Jika, misalnya, seseorang punya fobia terhadap anjing, orang itu tidak akan pernah dekat-dekat dengan anjing dalam waktu lama untuk belajar apakah dekat dengan anjing itu aman atau tidak.
Desentisasi sitematis
Tokohnya adalah Joseph Wolpe (1958) yang mengembangkan teknik terapi yang disebut sebagai systematic desensitization (desentisasi sistematis). Dalam menghadapi klien yang menderita fobia terdiri dari tiga fase
Pertama, menyusun anxiety hierarchy (hierarki kecemasan), dilakuakan dengan melakukan sederetan hal yang menimbulkan dan kemudian mengurutkannya mulai dari hal menimbulkan kecemasan paling besar ke yang paling kecil.
Kedua, Wolpe mengajarkan kliennya untuk relaks (santai). Dia mengajari mereka mengendorkan otot dan menunjukksn bagaimana rasanya seseorang yang tidak cemas.
Ketiga, klien pertama-tama merasakan relaksasi mendalam dan kemudian diminta membayangkan item paling lemah dalam hierarki kecemasan. Saat membayangkan si klien diimnta untuk relaksasi lagi. Setelah selesai, klien diminta untuk membayangkan item berikutnya dan seterusnya sampai selesai. Wolpe mengasumsikan bahwa jika setiap kali sebuah item dalam daftar itu dirasakan bersama dengan relaksasi (tanpa kecemasan), sedikit dari respon ketakutan yang diasosiasikan dengan item itu pada akhirnya akan hilang. Agar fobia bisa dilenyapakn, item yang ditakuti itu harus diarasakan dalam keadaan tanpa kecemasan.
Perbedaan antara Wolpe dan Watson & Jones. Wolpe tak pernah menyuruh kliennya untuk pelan-pelan mendekati obyek yang ditakutinya itu, sedangkan Watson dan Jones pelan-pelan mendekati obyek yang ditakuti.
II.4.2 APLIKASI PENGKONDISIAN KLASIK UNTUK PENGOBATAN
Salah satu riset yang didasarakan pada pendapat Pavlov dilakuakan oleh Metalnikov (Metalnikov, 1934; Metelnikov & Chorine, 1926) yang melakukan serangkaian ekaperimen unik dalam pengkondisian klasik. Dengan menggunakan babi sebagai subyek, Metelanikov memasangkan stimuli panas atau rabaan (sentuhan) (CS) dengan injeksi protein asing (US). Metalnikov melaporkann bahwa setelah beberapa kali penyandingan CS dan US , presentasi stimuli panas atau sentuhan saja akan menimbulkan berbagai respon immune nonspesifik.
Riset oleh Robert Ader dan rekannya pada tahun 1970-an menunjukkan bahwa sistem kekebalan dapat dikondisikan. Mereka menciptakan bidang interdisipliner baru yang kini disebut psikoneuroimunologi, bidang yang mengakaji interaksi antara factor-faktor psikologis (belajar, persepsi, emosi), system syaraf dan system kekebalan.
Ader (1974) pada awalnya mempelajari aversi cita rasa dengan memasangkan minuman mengadung sakarin (CS) dengan injeksi obat (US). Obat dalam kasus ini, yakni cyclophosaphamide, menekan system kekebalan. Setelah ekesperimen aversi rasa awal, Ader mencatat adanya angka kematian yang tinggi pada tikus yang terus-terusan menerima cairan sakarin (tanpa US). Dia mengatakan bahwa penekanan system kekebalan yang dikondisikan, yang menyebabkan kerapuhan terhadap infeksi bateri atau virus menyebabkan peningkatan angka kematian tikus.
II.4.3 PENDAPAT PAVLOV TENTANG PENDIDIKAN
Setiap kejadian netral dipaasang dengan kejadian bermakna, akan terjadi pengkondisian klasik. Belajar matematika dalam situasi yang menegangkan dan guru galak mungkin akan menyebabkan munculnya sikap negative terhadap matematika; dan guru yang ramah dan menyenangkan akan mungkin mengilhami murid untuk berkarir menjadi guru. Perasaan kecemasan yang dikaitkan dengan kegagalan di sekolah mungkin menimbulkan masalah di luar sekolah.
Efek Gracia menu jukkan bahwa aversi yang kuat terhadap suatu situasi dapat muncul apabila pengalaman negative diasosiasikan dengan situasi itu. Jadi hewan yang makan suatu makanan dan menjadi sakit akan mneghindari makanan itu. Adalah mungkin jika pengalaman di kelas adalah buruk, murid akan seumur hidup mengembangkan aversi terhadapa pendidikan. Selain itu murid yang punya sikap negative terhadap pendidikan mungkin akan menyerang guru, merusak sekolah, atau berkelahi dengan murid lain untuk menyalurkan frustasinya.
Meskipun pengaruh pengkondisian klasik di sekolah cukup kuat, pegaruh itu biasanya isidental. Tetapi prinsip pengkondisian klasik dapat dipakai dalam program pendidikan, seperti dalam kasus Albert. Ketika teknik Pavlovian dipakai untuk memodifikasi perilaku, situasinya tampak menyerupai brainwashing ketimbang pendidikan.
Evaluasi teori Pavlov
Pertanyaan yang dirumuskan Pavlov- dan sebagian telah menjawab-mengenai dinamika hubungan CS-US, cara akusisi respon, generalisasi dan diskriminasi, serta pelenyapan dan pemulihan spontan, telah memicu banyak studi dalam psikologi hingga saat ini dan juga studi yang berkaitan dengan riset medis. Sampai 1965 telah dilakukan lebih dari 5.000 percobaan berdasarkan percobaan Pavlov, baik itu dalam riset ilmiah murni maupun terapan (Razran, 1965). Dalam sejarah teori belajar, Pavlov menciptakan teori pertama tentang belajar antisipasi. Pembahasan mengenai CS sebagai sinyal adalah unik apabila dibandingkan dengan teoretisi belajar lain yang memperlakukan stimuli sebagai kejadian keusal dalam koneksi S-R atau sebagai kejadian penguatan yang mengikuti respons. Jika kita melihat habiatuasi dan sensitasi sebagai unit paling sederhana dalam belajar non-asosiatif, maka adalah tepat untuk mempertimbangkan respons yang dikondisikan secara klasik sebagai unit fundamental dari belajar asosiatif. Jelas, teoretisi selain Pavlov kini banyak menggunakan unit antisipatoris fundamental tersebut.
Kritik
Pavlov tidak mau menjelaskan belajar yang melibatkan proses mental yang kompleks, dan ia berasumsi bahwa kesadaran hubungan CS-US dari pembelajaran tidak dibutuhkan untuk proses belajar.
Barangkali pengaruh Pavlov akan lebih besar jika dia benar-benar mau mengkaji proses belajar. Windholz (1992) menunjukkan bahwa meskipun penemuan pengkondisian klasik terjadi pada 1897, Pavlo menganggap karyanya berkaitan dengan penemuan fungsi system syaraf dasar dan sebelum tahun 1930 dia tidak menyadari bahwa karyanya itu relevan dengan perkembangan teori belajar di Amerika. Di tahun-tahun akhir hidupnya dia berspekulasi tentang belajar reflex dan tentang belajar trial-and-error .
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
• Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
• Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
III.2 SARAN
Salah satu keberhasilan tenaga pendidik dalam proses pembelajaran adalah mampu mengaplikasikan dan memanifestasikan semua teori belajar yang pernah didapat terhadap anak didik, oleh karenanya saran kita semua sebagai calon pendidik diharapkan untuk bisa mempelajari dan menerapkannya dari mulai sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar