Get Gifs at CodemySpace.com

Rabu, 04 April 2012

APLIKASI KONSELING REALITA TERHADAP PENANGANAN KENAKALAN REMAJA (MEMBOLOS)

           A.    Teori Konseling Realita
Glasser berpandangan bahwa semua manusia memiliki kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis. Perilaku manusia dimotivasi untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Kebutuhan fisiologis yang dimaksud adalah sama dengan ahli lain, sedangkan kebutuhan psikologis manusia menurut Glasser yang mendasar pada dua macam yaitu: (1) kebutuhan dicintai dan mencintai dan (2) kebutuhan akan penghargaan (George dan Cristiani, 1990). Kedua kebutuhan psikologis tersebut dapat digabung menjadi satu kebutuhan yang s,angat utama yang disebut kebutuhan identitas.
Identitas merupakan cara seseorang melihat dirinya sendiri sebagai manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan dunia luarnya. Setiap orang mengembangkan gambaran identitasnya berdasarkan atas pemenuhan kebutuhan psikologisnya. Anak yang berhasil menemukan kebutuhannya, yaitu terpenuhinya kebutuhan cinta dan penghargaan akan mengambangkan diri sebagai orang yang berhasil dan membentuk identitasnya dengan identitas keberhasilan, sebaliknya jika anak gagal menemukan kebutuhannya, akan mengembangkan gambaran diri sebagai orang yang gagal dan membentuk identitasnya dengan identitas kegagalan (failure identity).
Anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya dapat mencari jalan lain, misalnya dengan menarik diri atau bertindak delinkuensi. Menurut Glasser individu yang membangun identitas kegagalan tersebut pada dasarnya orang yang tidak bertanggung jawab karena mereka menolak realitas sosial, moral, dunia sekitarnya. Namun demikian identitas kegagalan pada anak ini dapat diubah menjadi identitas keberhasilan asalkan anak dapat menemukan kebutuihan dasarnya.
Orang yang menemukan gangguan mental menurut kalangan profesional sebenarnya adalah orang yang menolak realitas menurut pandangan Glasser. Penolakan individu terhadap realitas dunia sekitarnya (norma, hukum, sosial dan sebagainya) dapat sebagian saja tetapi dapat pula keseluruhan. Ada dua cara penolakan terhadap realitas itu:
(1) Mereka mengubah dunia nyata dalam dunia pikirnya agar mereka merasa cocok atau
(2) Secara sederhana mengabaikan realitas dengan menentang atau menolak hukum yang ada.
Untuk mengenbangkan identitas keberhasilan, individu harus mempunyai kebutuhan dasar yang dijumpai : (1) mengetahui bahwa setidaknya seseorang mencintainya dan dia dicintai setidaknya seseorang (2) memandang dirinya sebagai orang yang berguna selain sebagai cara simultan berkeyakinan bahwa orang lain melihatnya sebagai orang yang berguna. Kedua kebutuhan itu (cinta dan berguna) ada pada individu bukan salah satunya. Orang tua memegang peranan penting dalam pembentukan identitas individu. Tentunya pihak lain juga sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan identitas ini, diantaranya kelompok sebaya, sekolah, aspek-aspek budaya dan lingkungan sosial lainnya dan setiap saat berinteraksi dan membentuk struktur kognitif anak (Calvin, 1980). Sikap cinta dan penghargaan merupakan satu hal yang integral, satu sama lain terkait.
Anak yang memperoleh cinta tetapi tidak mendapatkan penghargaan akan menimbulkan ketergantungan yang lain untuk memperoleh pengesahan. Pemenuhan kebutuhan atas penghargaan dan cinta itu tidak hanya terjadi pada hubungan orangt tua dan anak saja dapat pula dipenuhi dalam hubungan yang lain, seperti hubungan guru dan siswa, hubungan dengan teman-temannya Dsb. Semua itu berakibat kumulatif kepada anak, yaitu membentuk identitasnya dengan identitas keberhasilan atau kegagalan.
Konseling realitas sebagian besar memandang individu pada perilakunya, tetapi berbeda dengan behavioral yang melihat perilaku dalam kontex hubungan stimulus respon dan beda pula dengan pandangan konseling berpusat pada person yang melihat perilaku dalam konteks fenomenologis. Perilaku dalam pandangan konseling realitas adalah perilaku dengan stadar yang objektif yang dikatakan denga ”reality”. 

B.     Perilaku Bermasalah Menurut Konseling Realita
Reality therapy pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu itu sebagai perilaku yang abnormal. Konsep perilaku menurut konseling realitas lebih dihubungkan dengan berperilaku yang tepat atau berperilaku yang tidak tepat. Menurut Glasser, bentuk dari perilaku yang tidak tepat tersebut disebabkan karena ketidak mampuannya dalam memuaskan kebutuhannya, akibatnya kehilangan ”sentuhan” dengan realitas objektif, dia tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya, tidak dapat melakukan atas dasar kebenaran, tangguang jawab dan realitas.
Meskipun konseling realitas tidak menghubungkan perilaku manusia dengan gejala abnormalitas, perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan istilah ”identitas kegagalan”. Identitas kegagalan ditandai dengan keterasingan, penolakan diri dan irrasionalitas, perilakunya kaku, tidak objektif, lemah, tidak bertanggung jawab, kurang percaya diri dan menolak kenyataan.
Menurut Glasser (1965, hlm.9), basis dari terapi realitas adalah membantu para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencangkup “kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kkebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna baik bagi diri kita sendiri maupun bagi oaring lain”.
Pandangan tentang sifat manusia mencakup pernyataan bahwa suatu “kekuatan pertumbuhan” mendorong kita untuk berusaha mencapai suatu identitas keberhasilan. Penderitaan pribadi bisa diubah hanya dengan perubahan identitas. Pandangan terapi realitas menyatakan bahwa, karena individu-individu bisa mengubaha cara hidup, perasaan, dan tingkah lakunya, maka merekapun bisa mengubah identitasnya. Perubahan identitas tergantung pada perubahan tingkah laku.
Maka jelaslah bahwa terapi realitas tidak berpijak pada filsafat deterministik tentang manusia, tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia adalah agen yang menentukan dirinya sendiri. Perinsip ini menyiratkan bahwa masing-masing orang memilkiki tanggung jawab untuk menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri. Tampaknya, orang menjadi apa yang ditetapkannya. 

C.    Ciri-Ciri Terapi Realitas 
Sekurang-kurangnya ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas sebagai berikut.
1.      Terapi Realitas Menolak Konsep Tetang Penyakit Mental. Ia berasumsi bahwa bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari ketidak bertanggung jawaban. Pendekatan ini tidak berurusan dengan diagnosis-diagnosis psikologis.
2.      Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan sikap-sikap itu tidak penting, terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah- laku sekarang.
3.      Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang.
4.      Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yan g membantu kegagalan yang dialaminya.
5.      Terapi realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memandang konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang trasferensi sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Glasser (1965) menyatakan bahwa para klien tidak mencari suatu pengulangan keterlibatan dimasa lampau yang tidak berhasil, tetapi mencari suatu keterlibatan manusiawi yang memuaskan dengan orang lain dalam keberadaan mereka sekarang.
6.      Terapi realitas menekankan asapek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketaksadaran. Terapi realitas menandaskan bahwa menekankan ketaksadaran berarti mengelak dari pokok masalah yang menyangkut ketidak bertanggung jawabana klien dan memaafkan klien atas tindakannya menghindari kenyataan.
7.      Terapi realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada klien dan perusakan hubungan terapeutik.
8.      Terapi realitas menekankan tanggung jawab, yang oleh Glasser (1965, hlm. 13) mendefinisikan sebagai “kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka”. Glasser (1965) menyatakan bahwa mengajarkan tanggung jawab adalah konsep inti dalam terapi realitas. 

D.    Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri, dan sebagainya.

A.    APLIKASI (Keadaan Psikologis Klien)
Klien dalam studi kasus  ini klien sering tidak masuk sekolah walaupun hanya satu minggu sekali bahkan tidak jarang pula satu minggu dua kali. Alasan yang dialami klien untuk tidak berangkat sekolah karena malas untuk berangkat sekolah dan klien pada waktu tidak berangkat sekolah dia bermain keluar rumah bersama teman lainnya. Orang tuanya jarang pulang kerumah karena kesibukannya. Dalam proses pembelajaran akan juga mengalami permasalahan terbukti bahwa anak ini menyukai beberapa mata pelajaran saja dan pelajaran yang paling disukai adalah pendidikan olahraga. Dalam hal aktualisasi diri juga mengalami permasalahan ini terbukti ketika dalam pembicaraan dia susah diajak komunikasi. Anak ini dalam proses pembelajaran kurang menguasai apa yang disampaikan oleh gurunya serta jarang memperhatikan gurunya dalam pelajaran. Anak ini juga sering terlambat sekolah karena berbagai alasan, seperti bangun kesiangan, ban motor yang bocor, dll.
B.     ANALISIS
Analisis Prilaku yang dialami klien sekarang adalah dampak dari eksternal yaitu kurangnya peran keluarga yang kurang dalam keseharianya klien mencoba untuk mengatasi segala permasalahanya sendiri dalam hal moral dan spiritual. Karena usianya yang sekarang dalam masa pubertas, dimana juga klien mencari jati dirinya terpengaruh oleh teman-temannya yang membuat klien suka membolos sekolah. Prilaku membolos membuat klien mengalami ketinggalan pelajaran, sehingga prestasi klien menurun dan nilai rapornya rendah.
Klien sering tidak masuk sekolah karena hanya ingin melakukan sebuah kegiatan yang disenangi oleh klien, dimana saat klien malas untuk berangkat sekolah sehingga klien ketinggalan pelajaran dan dapat merugikan sendiri. Kemalasan klien tidak terlalu begitu parah karena hanya malas berangkat sekolah. Dalam hal kegiatan yang lain tidak begitu malas. Klien membolos karena malas dan lebih senang bermain dengan teman sepergaulannya. Malas karena ada beberapa pelajaran yang tidak disukai dan bahkan guru yang tidak disukai. Kemalasan yang dimiliki oleh klien karena klien kurang memahami kewajibanya sebagai seorang anak yaitu belajar. Klien tidak mengerti hal utama yang harus dilakukan oleh seorang murid.

C.     TEKNIK-TEKNIK TERAPI YANG DIGUNAKAN
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur-prosedurnya difokuskan pada kekutan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup. Terapis atau konselor bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
a)      Menggunakan role playing dengan klien.
b)      Menggunakan humor yang mendorong suasana yang segar dengan rilek. Agar konseli (siswa) diatas bisa merasa nyaman dan betah berada di sekolah.
c)      Tidak menjanjikan kepada klien maaf apapun, karena telah terlebih dahulu diadakan perjanjian untuk melakukan tingkah laku tertentu yang sesuai dengan keberadaan klien.
d)     Menolong klien utnuk merumuskan tingkah apa yang akan diperbuatnya. Mendorong klien untuk berpikir bahwa sekolah dan belajar lebih penting dari pada membolos bermain-main dengan teman yang tidak jelas.
e)      Membuat modal-model peranan terapis sebagai guru yang lebih bersifat mendidik.
f)       Membuat batas-batas yang tegas dari struktur dan situasi terapinya.
g)      Menggunakan terapi kejutan verbal atau ejakan yang pantas untuk menkanfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tak pantas, misalnya berupa teguran secara langsung atau tiba-tiba terhadap tingkah lakunya atau janji yang tak dapat dipertanggungjawabkan.
h)      Ikut terlibat mencari hidup yang lebih efektif, misalnya, dengan merencanakan model belajar atau sekolah yang langsung dalam kehidupan dilakukan.
Terapi realitas tidak memasukkan sejumlah teknik yang secara umum diterima oleh pendekatan-pendektan terapi lain. Para psikiater yang mempraktekkan terapi realitas tidak menggunakan obat-obatan dan medikasi-medikasi konservatif, sebab medikasi cenderung menyingkirkan tanggung jawab pribadi. Selain itu, para pempraktek terapi realitas tidak menghabiskan waktunya untuk bertindak sebagai “Detektif” mencari alasan-alasan, terapi berusaha membangun kerjasama dengan para klien untuk membantu mereka dalam mencapai tujuan-tujuanya.
Tehnik-tehnik diagnostik tidak menjadi bagian terapi realitas sebab diagnostik dianggap membuang waktu dan lebih buruk lagi, dengan menyematkan label pada klien yang cenderung mengekalkan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab dan gagal. Tehnik-tehnik lain yang tidak digunakan adalah penafsiran, pemahaman, wawancara-wawancara nondirektif, sikap diam yang berkepanjangan, asosiasi bebas, analisis transferensi dan resistensi, dan analisis mimpi.
D.    PROSEDUR KONSELING
Untuk mencapai tujuan-tujuan konseling itu terdapat prosedur yang harus diperhatikan oleh konselor realitas. Prosedur tersebut terdapat delapan diantaranya:
a.       Berfokus pada personal
Prosedur utama adalah mengkomunikasikan perhatian konselor kepada klien. Perhatian itu ditandai oleh hubungan hangat dan pemahamnnya ini merupakan kunci keberhasilan konseling. Sehingga konseli akan merasa bahwa masih ada orang yang mau memperhatikannya.
b.      Berfokus pada perilaku
Konseling realitas berfokus pada perilaku tidak pada peraaan dan sikap. Konselor dapat meminta klien untuk ”melakukan sesuatu menjadi lebih baik” dan bukan meminta klien ”merasa yang lebih baik”.
c.       Berfokus pada saat ini
Konseling realitas memandang tidak perlu melihat masa lalu klien. Konselor tidak perlu melakukan explorasi terhadap pengalaman-pengalaman yang irrasional di masa lalunya. Konselor dapat mencari tahu alas an kenapa konseli melakukan perilaku itu pada saat sekarang.
d.      Pertimbangan nilai
Konseling realitas menganggap pentingnya melakukan pertimbangan nilai, penilaian perilakunya oleh diri klien akan membantu kesadarannya tentang dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif atau mencapai identitas keberhasilan.
e.       Pentingnya pernyataan
Kesadaran klien tentang perilakunya yang tidak bertannggung jawab harus dilanjutkan dengan perencanaan untuk mengubahnya menjadi perilaku yang bretanggung jawab. Untuk mencapai hal ini konselor bertugas membantu klien untuk memperoleh pengalaman berhasil pada tingkat-tingkat yang sulit secara progresif.
f.       Komitmen
Perencanaan saja tidak cukup. Konselor terus meyakinkan klien bahwa kepuasaan atau kebahagiaanya sangat ditentukan oleh komitmen pelaksanaan rencana-rencananya.
g.      Tidak menerima dalih
Adakalanya renacana yang telah disusun dan telah ada komitmen klien untuk melaksanakan, tetapi tidak dapat dilaksanakan atau mengalami kegagalan. Pada saat itu konselor perlu membantu rencana dan mebuta komitmen baru Untuk melaksanakan upaya lebih lanjut.
h.      Menghilangkan hukuman
Hukuman harus ditiadakan. Konseling realitas tidak memperlakuakn hukuman sebagai tekhnik perubahan perilaku.

E.     PROSES KONSELING
Salah satu fungsi utama dalam konseling adalah menolong klien mengubah keterampilan dalam menilai potensi-potensinya, aspirasi-aspirasinya, dan self-concept-nya yang sering keliru dengan pertolongan konselor. Williamson (1958) mengatakan bahwa wawancara konseling merupakan suatu latihan intelektual dalam pemecahan masalah-masalahnya sendiri menurut pemikiran yang sehat. Klien perlu belajar menggali dan memahami hal-hal yang bersangkutan dengan norma-norma kesusilaannya serta pegangan-pegangan nilai lainnya agar dapat mempertanggung jawabkan semua tindakannya.
Bila ada unsur-unsur afektif, perlu juga ditanggulangi tetapi ini bukan tujuan akhir konselor. Konseling dapat diperluas dengan mennggunakan pendekatan pemecahan masalah yang rasional mengenai masalah-masalah yang khusus yang sedang dihadapi oleh klien. Williamson dan Darley, telah menyusun 6 langkah untuk proses clinical counseiling, yaitu diantaranya:
1) Analisis,
2) Sintesis,
3) Diagnosis,
4) Prognisis,
5) Treatment, dan
6) Follow up.
F.      SASARAN
Dalam menangani kasus ini sasaran yang utama hendak dicapai adalah subyek sendiri, jadi perlakuan yang konselor lakukan ditujukan kepada subyek.
G.    TUJUAN
a)      Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri dengan kata lain individu dapat membuat keputusan yang tepat dari tingkah laku yang dibuatnya untuk mencapai masa datang yang lebih baik (memandirikan klien).
b)      Mendorong klien untuk bertanggung jawab serta memikul segala resiko. Tanggung jawab yang dimintakan klien sesuai dengan kemampuaan dan keinginnya.
c)      Mengembangkan rencana-rencana nyata dalam mencapi tujuan, rencana harus dibuat realistik dalam arti dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang nyata dan merupakan harapan yang dapat dicapi atas kemampuan yang dimiliki klien.
d)     Tingkah laku yang sukses yang dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses. Kesuksesan peribadi dicapai dengan nilai-nilai adanya keinginan individu, untuk mengubahnya sendiri jadi tanggungjawab yang penuh atas kesadaran sendiri.
e)      Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggungjawab atas kesadaran sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar