Rektor Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Muchlas
Samani, mengaku puas setelah melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi
Program SM3T (Sarjana Mengajar di daerah Terluar, Tertinggal, dan Terdepan)
di kabupaten Sumba Timur, NTT . Kegiatan yang berlangsung selama empat hari
terhitung sejak Rabu (25/1) tersebut mengunjungi 21 kecamatan penempatan guru
SM3T. “Hari ini kita bergembira ternyata kehadiran SM3T betul-betul
memberikan manfaat kepada warga sekolah, terlebih lagi para sarjana
pendidikan yang baru tersebut sangat ceria dalam menjalankan pengabdiannya,
mereka dapat memahami dan berempati dengan kondisi pendidikan di sini” ujar
Muchlas di sela-sela kepulangannya kembali ke Surabaya.
Selama
penelusuran monitoring dan evaluasi di daerah tersebut, Muchlas mengaku
banyak menemui para guru SM3T yang gigih dalam pengabdian, bahkan menurut
Muchlas tidak sedikit dari peserta SM3T yang berniat kembali mengabdi di
Sumba Timur “ Hingga saat ini paling tidak saya sudah mengantungi data 21
peserta dari 241 peserta asal UNESA yang berniat kembali mengabdi
setelah menyelesaikan program PPG (Pendidikan Profesi guru), inilah hal yang
betul-betul kita harapkan” jelas Muchlas.
Program
SM3T diluncurkan pada medio Desember tahun lalu di Surabaya oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh. Tujuan program ini adalah mengisi
kekurangan guru pada daerah-daerah yang terkatagori terdepan, tertinggal dan
terluar. Bagi Muchlas sendiri tujuan lainnya dari program ini adalah
memperkenalkan pada para sarjana pendidikan yang baru saja lulus mengenai
gambaran kondisi pendidikan di Indonesia, “ Dengan kedua tujuan tersebut
diharapkan tumbuh sebuah harapan untuk mereka mengabdi di daerah 3T
tersebut”.
Sebelumnya
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga, Obed Hilungara, mengungkapkan
bahwa kehadiran SM3T memang diharapkan mampu melapisi kekurangan guru yang
selama ini menjadi persoalan pendidikan yang paling mendasar, “Kalau kita
lihat dari segi guru per mata pelajaran kita mengalami kekurangan sekitar
1030 guru dan bila dilihat dari kualifikasi akademik guru di sini baru 35%
yang terkualifikasi D3,D4 atau S1 sisanya masih berpendidikan SPG setara,
jadi memang program SM3T ini sangat membantu kami dalam pemenuhan kebutuhan
guru tersebut ” ucap Obed. Kabupaten Sumba Timur sendiri mendapatkan lebih
dari 300 guru SM3T yang terdiri dari 241 peserta asal UNESA,60 peserta asal
UNM (Universitas Negeri Makassar) dan 37 peserta yang diampu oleh UNIMA
(Universitas Negeri Manado).
Obed
pun berharap dampak postif atas kehadirian guru SM3T ini terus berlanjut
hingga di gelarnya Ujian Nasional (UN), karena tingkat kelulusan UN di NTT
selama ini sangatlah rendah “ Dalam penempatanan guru-guru SM3T rata-rata
kita tempatkan di Satap (sekolah satu atap) dan SMP yang memiliki kekurangan
pada mata pelajaran yang di UN kan, harapan kami dengan program SM3T ini
dapat mendongkrak naik lagi tingkat kelulusan di NTT”.
Tantangan
pendidikan di Sumba Timur tidaklah mudah untuk dijawab, Sindung Oki,
salah satu guru SM3T yang diampu oleh UNESA, mengatakan bahwa selain
kekurangan guru, sarana parasana yang terbatas menjadi kendala pendidikan di
daerah tersebut “ Disini kelasanya memang terbatas, hanya ada dua kelas, maka
tiap hari terjadi kelas rangkap. Kelas 1,2,3 digabung menjadi satu ruang
kelas dan ruang kelas satunya lagi untuk 4,5 dan 6”. Jelas Sindung yang kini
mengabdi di SDN Laitaku Paberewai.
Walaupun
begitu Sindung mengakui sudah memiliki solusinya, “ Bagaimana cara mengajar 3
kelas, 3 mata pelajaran dengan 1 guru sudah kami peroleh ilmunya selama
pelatihan di Surabaya” jelas Sindung sambil mengutarakan bahwa pada awalnya
dirinya cukup sulit dalam membiasakan penjadwalan pada peserta didik, “
pertama kali saya ke sini tidak ada yang namanya penjadwalan mata pelajaran,
jadi semuanya hanya berdasarkan keinginan guru saja”
Irman,
guru SM3T asal UNM mengamin yang dikatakan oleh Sindung, menurutnya kondisi
tersebut menjadikan dirinya dan Sindung selalu berdiskusi tentang mata
pelajaran yang akan di sampaikan mereka besok “ setiap malam kami berdiskusi
mengenai indikator pengajaran di tiap kelasnya, karena di setiap ruang kelas
terdapat jenjang yang berbeda” kata Irman.
Dengan
segala keterbatasan baik guru maupun sarana prasarana, mereka menyadari bahwa
para peserta didik memiliki modal yang besar. “ Mereka sangat bersemangat
untuk sekolah, antusiannya sangat luar biasa, tiap hari mereka harus berjalan
berbukit-bukit untuk sampai sekolah dan belajar “ ucap Irman.
Antusias
yang serupa ditemui pula oleh Risky Ardhayani, guru SM3T asal UNESA. Risky
yang mengajar matematika untuk SMPN 1 Pabarewei mengatakan bahwa tidak
sedikit dari peserta didik yang meminta tambahan jam pelajaran hingga larut
malam “ mereka sangat bersemangat untuk mengikuti jam tambahan, terkadang
hingga pukul 9 atau 10 malam, saya selalu khawatir ketika mereka pulang. Saya
sering meminta mereka pulang lebih cepat, tetapi mereka masing ingin terus
belajar” ujarnya.
Antusias
dan semangat itulah yang membuat para guru SM3T ceria dalam melaksanakan
pengabdiaanya, mereka pun merasa diterima oleh warga sekitar, “ saya selama
ini jarang sekali potong ayam, kini hampir 5 kali dalam sebulan saya dikasih
ayam oleh orang tua siswa” jelas Sindung sambil tersenyum. Irman pun
merasakan hal yang sama, dirinya merasa menemukan pengalaman dan pandangan
yang baru tentang dunia pendidikan, “ Di sini saya melihat bahwa tugas guru
amatlah mulia, dan di sini juga saya menemukan Indonesia. Kini saya menyadari
bahwa untuk membenahi pendidikan tidak cukup dengan berteriak tetapi kita
harus bertindak “ .
Sumber
: http://www.dikti.go.id
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar