BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG
Teori belajar merupakan landasan
terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk
belajar. Teori belajar dapat didefinisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip
yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan.
Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam
menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Telah banyak ditemukan teori belajar yang pada dasarnya
menitikberatkan ketercapaian perubahan tingkah laku setelah proses
pembelajaran. Teori belajar merupakan suatu ilmu pengetahuan tentang
pengkondisian situasi belajar dalam usaha pencapaian perubahan tingkah laku
yang diharapkan.
Salah satu teori belajar yang
berpengaruh terhadap pelaksanaan pembelajaran adalah teori belajar yang
dikembangkan oleh Ivan Petrovich Pavlov dengan teori Classical
Conditioning-nya. Namun sebenarnya teori
belajar ini tidak hanya dikembangkan oleh Pavlov saja melainkan masih banyak
pakar-pakar psikologi yang menjabarkan teori ini seperti Piaget.
I.2 RUMUSAN MASALAH
Secara garis besar pembahasan makalah ini dirumuskan sebagai berikut :
Secara garis besar pembahasan makalah ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Menguraikan
biografi Ivan Petrovich Pavlov
2. Menguraikan eksperimen Classical Conditioning
Ivan Petrovich Pavlov
3. Menjelaskan
teori belajar menurut Ivan Petrovich Pavlov
4. Menjelaskan
aplikasi dan manifestasi teori Pavlov terhadap pembelajaran siswa
I.3 TUJUAN PEMBAHASAN
Tujuan dari diadakannya pembahasan ini adalah sebagai berikut :
Tujuan dari diadakannya pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui sejarah lahirnya Ivan Petrovich Pavlov
2. Untuk
mengetahui eksperimen Ivan Petrovich Pavlov sehingga mampu melahirkan rumusan
teori belajarnya
3. Untuk
mengetahui teori belajar yang kemukakan oleh Ivan Petrovich Pavlov
4. Untuk
mengetahui peng-aplikasian teori belajar Pavlov terhadap proses pembelajaran
I.4 MANFAAT
Kegunaan dari pembahasan ini adalah :
Kegunaan dari pembahasan ini adalah :
1. Bagi kami pembahasan ini merupakan
wahana latihan pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam pembuatan
Karya Tulis Ilmiah.
2. Dengan adanya pembahasan ini tentunya kami
semua akan semakin memperkaya ilmu pengetahuan kami tentang Psikologi Belajar
khususnya materi Teori Belajar menurut Pavlov.
BAB
II
PEMBAHASAN
II.1 IVAN PETROVICH PAVLOV(1849-1936)
Pavlov
lahir di Rusia pada 1849 dan meninggal pada tahun 1936. Ayahnya adalah pendeta
dan Pavlov juga belajar untuk menjadi pendeta namun berubah pikiran dan
menghabiskan sepanjang hidupnya untuk mempelajari fisiologi. Pada 1904 dia
memenangkan hadiah Nobel untuk karyanya di bidang fisiologi pencernaan. Dia memulai study reflex yang dikondisikan
pada usia 50 tahun.
Metode
study pencernaan Pavlov menggunakan cara pembedahan pada anjing yang memungkinkan cairan perut
mengalir melalui suatu hiliran(fistula) keluar dari tubuh , dan cairan
ditampung. Pavlov mengukur sekresi perut saat anjing merespon bubuk makanan dia
melihat bahwa hanya melihat makanan saja telah menyebabkan anjing mengeluarkan
air liur. Selain itu, saat mendengar langkah kaki eksperimenter anjing juga
mengeluarkan air liur. Pada awalnya Pavlov menyebutnya sebagai reflex”psikis”,
tetapi sebagai ilmuwan yang objektif dan
sebagai seorang fisiologis Pavlov enggan meneliti hal itu.Akhirnya dia
memutuskan untuk mempelajari isu itu tetapi sebagai problem fisiologis murni
agar tidak ada elemen subyektif yang masuk ke dalam risetnya.
II.2
EKSPERIMEN
PAVLOV TERHADAP TEORI BELAJAR
II.2.1
OBSERVASI EMPIRIS
Perkembangan
Reflek yang Dikondisikan
Istilah
Pengkondisian Pavlovian dan pengkondisian klasik adalah sama.Unsur yang
dibutuhkan untuk melahirkan pengkondisian Pavlovian atau klasik
adalah:(1)Unconditioned Stimulus( stimulus yang tak dikondisikan[US]), yang
menimbulkan respon alamiah atau otomatis dari organisme;(2) Unconditioned
Response(respon yang tidak dikondisikan[UR]) yang merupakan respon alamiah dan
otomatis yang disebabkan oleh US; dan (3)Conditioned Stimulus(stimulus yang
dikondisikan[CS]), yang merupakan stimulus netral karena ia tidak menimbulkan
respon alamiah atau otomatis pada organisme. Ketika unsur-unsur ini bercampur
dengan cara-cara tertentu, akan terjadi Conditional Respon(respon yang
dikondisikan [CR]). Untuk memproduksi CR,CS dan US harus dipasangkan beberapa
kali. Prosedur ini digambarkan sebagai berikut:
Prosedur training:CS→US→UR
Demonstrasi
Pengkondisian: CS→CR
UR dan CR selalu merupakan jenis
respon yang sama. Namun, besarnya CR selalu lebih sedikit daripada UR,
tetapi hal ini ternyata tidak
benar,setidaknya dalam beberapa kasus.
Pelenyapan
Eksperimental
Eksistensi CR bergantung pada
US,itu sebabnya US disebut sebagai penguat (reinforcer). Tanpa US,CS tidak akan
mampu mengeluarkan CR. Demikian pula, jika setelah CR dikembangkan,CS terus
dihadirkan tanpa adanya US, maka CR pelan-pelan akan lenyap. Ketika CS tak lagi
menghasilkan CR, exstinction(pelenyapan)eksperimental dikatakan telah terjadi.
Pada intinya pelenyapan terjadi ketika CS disajikan kepada organisme tanpa
diikuti dengan penguatan. Dalam studi pengkondisian klasik, penguatan adalah
US.
Pemulihan
Spontan(spontaneous recovery)
Beberapa waktu sesudah
pelenyapan,jika CS sekali lagi dihadirkan kepada hewan, CR akan muncul kembali
secara temporer. CR” dipulihkan secara spontan” meskipun tidak ada lagi
pasangan CS dan US.Jika ada penundaan setelah pelenyapan dan CS disajikan kepada organisme, ia
cenderung akan mengeluarkan CR.
Pengkondisian
Tingkat Tinggi
Setelah
CS dipasangkan dengan US beberapa kali,ia dapat dipakai seperti US. Yakni
setelah dipasangkan dengan US,CS mengembangkan properti penguatan sendiri, dan
ia dapat dipasangkan dengan CS kedua untuk menghasilkan CR. Misalnya kedipan
cahaya (CS) dengan penyajian makanan(US). Makanan akan menyebabkan hewan
mengeluarkan air liur ,dan setelah CS dan US beberapa kali dipasangakan, maka
penyajian cahaya saja akan menyebabkan hewan mengeluarkan liur. Keluarnya air
liur setelah ada kedipan cahaya adalah respons yang dikondisikan.
Sekarang
cahaya yang menimbulkan air liur itu dapat dipasangkan lagi dengan CS
kedua,misalnya suara dengungan. Arah pendampingan pasangan sama dengan
pengkondisian awal: pertama CS baru(suara berdengung) disajikan,dan kemudian
disajikan cahaya. Makanan tidak lagi dipakai disini. Setelah beberapa kali
dipasangkan, suara saja sudah bisa menyebabkan hewan mengeluarkan liur. Dalam
contoh ini,CS pertama dipakai seperti US yang dipakai untuk menghasilkan respon
yang dikondisikan. Ini dinamakan pengkondisian tingkat kedua. Kita juga
mengatakan bahwa CS pertama mengembangkan properti penguat sekunder karena ia
dipakai untuk mengondisikan respons terhadap stimulus baru. Karenanya ,CS ini
dinamakan secondary reinforcer(penguat sekunder). Penguat sekunder tidak
dapat berkembang tanpa US sehingga
dinamakan primary reinforcer (penguat primer).
Prosedur
ini dapat dilanjutkan satu tingkat lagi. CS kedua(suara) dapat dipasangkan
dengan CS lainnya, seperti nada 2.000-cps. Arah pendamping masih sama seperti
sebelumnya: pertama nada,kemudian suara dengungan. Akhirnya ,nada saja sudah
cukup untuk menyebabkan hewan berliur. Jadi,melalui pemasangannya dengan cahaya
,suara dengung menjadi penguat sekunder, dan karenanya dapat dipakai untuk
mengondisikan respons ke stimulus baru,nada 2.000-cps. Ini adalah pengkondisian
tingkat ketiga. Pengkondisian tingkat kedua dan ketiga ini dinamakan
higher-order conditioning (pengkondisian tingkat tinggi).
Karena
pengkondisian tingkat tinggi harus
dipelajari selama proses pelenyapan, maka sangat sulit untuk melampaui
pengkondisian tingkat ketiga. Saat pengkondisian tingkat kedua dan tiga
terlewati,besaran CS menjadi semakin kecil dan CR hanya bertahan selama
segelintir percobaan. Nada hanya menimbulkan sedikit liur dan hanya terjadi
pada waktu awal.
Generalisasi
Ada
hubungan antara konsep generalisasi pavlov dengan penjelasan transfer training
dari Thorndike. Dengan generalisasi, seperti training dan situasi tes yang lebih banyak
kemiripannya, ada lebih besar kemungkinan bahwa respon yang sama akan diberikan
untuk kedua situasi. Generalisasi dan transfer
menjelaskan bahwa kita dapat memberikan reaksi yang telah dipelajari
untuk situasi yang belum pernah dijumpai sebelumnya; yakni merespon situasi baru seperti ketika kita
merespon situasi yang serupa yang sudah kita kenali.
Ada
perbedaan antara penyebaran efek Thorndike dengan generalisasi Pavlov. Untuk
penyebaran efek ,kedekatan adalah faktor penting. Generalisasi mendeskripsikan
peningkatan kemampuan memproduksi CR oleh stimuli yang terkait dengan stimulus
yang mendahului penguatan. Untuk generalisasi, kemiripanlah yang penting bukan
kedekatan.
Diskriminasi
Lawan dari generalisasi adalah
discrimination(diskriminasi).Diskriminasi mengacu pada tendensi untuk merespon
sederetan stimuli yang amat terbatas atau hanya pada stimuli yang digunakan
selama training saja.Diskriminasi dapat muncul melalui 2 cara: training yang
lebih lama dan penguatan diferensial. Pertama, jika CS berkali-kali
disandingkan atau dipasangkan dengan US dalam waktu yang lebih lama
,kecenderungan untuk merespon stimuli yang terkait dengan CS yang tidak identik
akan menurun. Dengan kata lain, jika penyandingan antara CS dan US yang akan
mengembangkan CR dilakukan dalam jumlah minimum,maka akan ada tendensi yang
relatif kuat untuk merespon stimuli yang terkait dengan CS selama pelenyapan;
yakni, ada generalisasi yang cukup besar. Akan tetapi jika training
diperpanjang,ada pengurangan tendensi untuk merespon stimuli yang terkait dengan
CS selama pelenyapan. Jadi adalah mungkin untuk mengontrol generalisasi dengan
mengontrol level training: semakin banyak jumlah training , semakin sedikit
generalisasinya.
Cara kedua untuk melahirkan
diskriminasi adalah melalui penguatan diferensial yakni dengan menyajikan nada
2.000-cps bersama dengan sejumlah nada lain yang akan terdengar selama proses
pelenyapan. Setelah training itu ,ketika hewan diberi nada selain nada
berfrekuensi 2.000-cps selama pelenyapan,ia cenderung tidak meresponnya.
Disinilah terjadi diskriminasi.
Hubungan antara CS dan US
Ada
2 pertimbangan umum tentang pengkondisian klasik.Pertama, adanya interval
presentasi optimal antara CS dan US agar pengkondisian terjadi dengan cepat. Sejumlah peneliti
menemukan bahwa jika CS datang setengah detik sebelum US,akan terjadi
pengkondisian yang paling efisien. Jika waktu antara kedua kejadian itu lebih
lama atau kurang dari 0,5 detik,pengkondisian akan relatif sulit terjadi. Namun
hal ini hanya bersifat penyederhanaan karena interval waktu optimal antara
permulaan CS dan permulaan US agar terjadi pengkondisian bergantung pada banyak
faktor.
Pertimbangan kedua, dengan
menggunakan prosedur pengkondisian klasik, CS yang muncul setelah US disajikan
akan sangat sulit menciptakan pengkondisian atau bahkan tidak mungkin. Hal ini
dinamakan backward conditioning(pengkondisian ke belakang).Secara umum,Egger
dan miller menyimpulkan bahwa agar pengkondisian klasik terjadi , organisme
harus bisa menggunakan CS untuk memeprediksi apakah penguatan akan terjadi atau
tidak.
II.3
TEORI BELAJAR MENURUT IVAN PETROVICH PAVLOV
II.3.1
KONSEP TEORITIS UTAMA
Eksitasi
(kegairahan) dan Hambatan
Menurut Pavlov,dua proses dasar
yang mengatur semua aktivitas sistem saraf sentral adalah excitation(eksitasi)
dan inhibition(hambatan). Eksitasi dan hambatan adalah sisi-sisi dari proses
yang sama,keduanya selalu ada secara bersamaan,namun proporsinya selalu
bervariasi di setiap saat, kadang yang satu lebih menonjol,dan kadang yang
satunya lagi yang lebih menonjol. Menurut Pavlov setiap kejadian di lingkungan
berhubungan dengan beberapa titik di otak dan saat kejadian ini dialami,ia
cenderung menggairahkan atau menghambat aktivitas otak. Jadi, otak
terus-menerus dirangsang atau dihambat,tergantung pada apa yang dialami oleh
organisme. Jadi, jika satu nada secara terus-menerus diperdengarkan ke seekor
anjing sebelum ia diberi makan, area di otak yang dibangkitkan oleh nada suara
itu akan membentuk koneksi temporer dengan area otak yang merespons ke makanan.
Ketika koneksi ini terbentuk, presentasi nada akan menyebabkan hewan bertindak
seolah-olah makanan akan disajikan,itu tanda bahwa reflek yang hmnigbndikondisikan
sudah terjadi.
Stereotip
Dinamis
Respon terhadap lingkungan yang
sudah dikenal akan makin cepat dan otomatis, itulah yang disebut dynamic
stereotip(stereotip dinamis). Secara garis besar , stereotip dinamis adalah
mosaik kortikal yang menjadi stabil karena organisme berada dalam lingkungan
yang dapat diprediksi selama periode waktu tertentu yang lumayan panjang.
Iradiasi
dan Konsentrasi
Pavlov menggunakan
istilah analyser untuk mendiskripsikan jalur dari satu reseptor idrawi ke area
otak tertentu. Suatu analyser terdiri dari resptor indrawi jalur sensoris dari
reseptor ke otak dan area otak yang diproyeksikan oleh aktivitas sensoris.
Informasi sensoris yang diproyeksikan ke beberapa area otak akan menimbulkan
eksitasi di area itu. Pada awal terjadinya irradiation of excitation (iradiasi
eksitasi) dengan kata lain eksitasi ini akan menular ke area otak lain
didekatnya. Proses ini dipakai Pavlov untuk menjelaskan generalisasi.
Penjelasan Pavlov tentang generalisasi
adalah bahwa implus neural berjalan dari reseptor indra, dari telinga ke
area tertentu di otak yang bereaksi terhadap nada 2.000-cps. Pavlov juga
menemukan bahwa concentration (konsentrasi), sebuah proses yang berlawanan
dengan iradiasi, mengatur eksitasi dan hambatan. Proses iradiasi dipakai untuk
menjelaskan proses generalisasi sedangkan proses konsentrasi dipakai untuk
menjelaskan diskriminasi. Pertama – tama organisme punya tendensi umum untuk
merespon CS selama pengkondisian. Tetapi dengan latihan yang lama, tendensi
untuk merespons dan tak merespons akan menjadi kurang umum dan semakin spesifik
ke arah stimuli tertentu.
Pengkondisian
Eksitatoris dan Inhibitoris
Pavlov
mengidentifikasikan dua tipe dari pengkondisian, yang pertama excitatory conditioning, akan tampak
ketika pasangan CS-US menimbulkan suatu respon. Sebuah Bell (CS) yang
dipasangkan berulang kali dengan makanan (US) sehingga penyajian CS akan menerbitkan
air liur (CR), satu nada (CS) di pasangkan berulang kali dengan tiupan angin
(US) langsung ke mata sehingga penyajian CS saja akan menyebabkan mata
berkedip.
Conditioned
inhibition tampak ketika training CS menghambat
atau menekan suatu respon. Misalnya, Pavlov berspekulasi bahwa pelenyapan
mungkin disebabkan oleh munculnya hambatan setelah CS yang menimbulkan respon
itu diulang tanpa suatu penguat. Prosedur standar untuk menghasilkan hambatan
yang dikondisikan adalah menyajikan satu CS yang dipasangkan dengan US dan
menghadirkan CS majemuk atau gabungan yang tidak dipasangkan dengan US.
Ringkasan
Pandangan Pavlov tentang Fungi Otak
Pavlov memandang otak
sebagai semacam mosaik titik – titik eksitesi dan hambatan. Setiap poin di otak
berhubungan dengan satu kejadian enviromental. Berdasarkan pada apa yang
dialami pada suatu saat, pola eksitasi dan hambatan yang berbeda akan muncul di
otak dan pola itu akan menjadi perilaku. Ketika koneksi temporer pertama kali
dibentuk oleh otak, ada tendensi bagi stimulus yang dikondisikan untuk memberi
efek umum di otak. Setelah proses belajar berlanjut eksitasi yang disebabkan
oleh stimulus positif dan hambatan yang disebabkan oleh stimulus negatif
menjadi terkonsentrasi di area spesifik di otak.
Pavlov tidak pernah menjelaskan
bagaimana semua prosedur ini berinteraksi untuk menimbulkan perilaku yang
terkoordinasi baik yang kita lihat dari semua organisme namun dia menunjukkan
keheranannya bahwa perilaku yang sistematis tidak muncul dari banyak faktor
pengaruh tersebut.
Sistem
Sinyal Pertama dan Kedua
Karya Pavlov mengenai
pengkondisian telah menyediakan kerangka untuk memahami bagaimana organisme
mengantisipasi kejadian di masa depan. Karena CS mendahului kejadian yang
signifikan secara biologis (UR) maka mereka menjadi sinyal untuk kejadian yang
memungkinkan organisme itu mempersiapkan diri dan menjalankan perilaku yang
tepat. Pavlov, menyebut stimuli yang memberi sinyal kejadian yang penting
secara biologis (CS) ini sebagai first signal system. Selain itu, manusia juga
menggunakan bahasa yang terdiri dari simbol – simbol realitas. Seseorang
mungkin merespon kata bahaya sebagaimana merespon situasi yang aktual yang
berbahaya. Pavlov menyebut kata yang melambangkan realitas itu sebagai sinyal
dari sinya atau second signal system. Sinyal – sinyal yang muncul bisa
diorganisasikan dalam sistem kompleks yang akan memandu perilaku banyak
manusia.
II.3.2 PERBANDINGAN ANTARA PENGKONDISIAN KLASIK DAN
INSTRUMENTAL
Pengkondisian klasik
dapat menimbulkan suatu respon, dan pengkondisian instrumental akan tergantung
pada respons yang diberikan. Pengkondisian klasik dapat dikatakan bersifat
tidak sukarela dan otomatis, sedangkan pengkondisian instrumental bersifat
sukarela dan dikontrol.
Fungsi penguatan juga
berbeda untuk pengkondisian klasik dan instrumental. Untuk pengkondisian
instrumental, penguatan dihadirkan setelah respon dibuat. Untuk pengkondisian
klasik, penguat (US) disajikan untuk menimbulkan respon.
Kedua macam
pengkondisian itu memperkuat survivel organisme. Pengkondisian klasik
memperkuatnya dengan menciptakan suatu tanda dan simbol yang memungkinkan
antisipasi kejadian yang signifikan. Pengkondisian memperkuatnya melalui
pengembangan pola perilaku yang tepat dalam merespon kejadian signifikan
tersebut. Perlu dicatat bahwa mustahil memisahkan antara pengkondisian
instrumental dan pengkondisian klasik.
II.3.3
RISET TERBARU TENTANG PENGKONDISIAN KLASIK
CR
tidak selalu merupakan UR kecil. Pavlov percaya bahwa
selama jalannya pengkondisian CS akan menggantikan US dan itulah mengapa
pengkondisian klasik kadang disebut sebagai stimulus subtitute learning.
Diasumsikan bahwa karena CS bertindak sebagai pengganti US, maka CR adalah
versi kecil dari UR. Periset bukan hanya menemukan CR dan UR adalah berbeda.
Tetapi mereka juga menemukan bahwa keduanya saling bertentangan. Juga ditemukan
bahwa ketika digunakan US yang sama, akan muncul CR yang berbeda – beda ketika
CS yang berbeda dipasangkan dengan US itu. Ternyata terkadang CR mirip UR,
terkadang CR membuat organisme bersiap mengantisipasi US, terkadang CR
bertentangan dengan UR.
Pelenyapan
melibatkan intervensi. Pavlov percaya bahwa
selama pelenyapan, presentasi CS yang tak diperkuatakan menghasilkan hambatan
yang dikondisikan yang menekan atau menanti asosiasi eksitatoris yang telah
dipelajari sebelumnya antara CS dan US. Karenanya, mekanisme teoritis yang
mendasari pelenyapan eksperimental dari respon yang dikondisikan adalah
hambatan, bukan eliminasi koneksi CS-US.
Argumen ini didasarkan
pada tiga fenomena belajar yang reliabel. Pertama, pemulihan spontan. Kedua,
renewal effect, yang muncul ketika satu respon yang telah dikondisikan dalam
satu konteks eksperimental dilenyapkan dalam konteks lainnya. Ketiga,
reinstatement, muncul ketika US disajikan setelah pelenyapan eksperimental sudah
selesai. Selama pelenyapan petunjuk konteks yang sama akan membangkitkan
kembali kenangan asosiasi CS-pelenyapan. Setelah pelenyapan CS menjadi ambigu.
Overshadowing
dan Blocking. Pavlov mengamati jika bahwa dia
menggunakan satu stimulus majemuk gabungan sebagai CS dan satu komponen dari
stimulus tersebut lebih menonjol ketimbang komponen lainnya, maka komponen yang
paling menonjollah yang paling dokondisikan. Fenomena ini disebut
overshadowing. Leon Kamin melaporkan serangkaian percobaan penting tentang
fenomena yang disebut blocking. Kamin
(1969) menggunakan prosedur CER (conditioned emotional response) untuk
menunjukkan konsep blocking. Pertama, tikus dilatih untuk menekan tuas untuk
mendapatkan penguatan berupa makanan. Kemudian tikus dihadapkan pada 16 kali
percobaan dimana suara diikuti dengan setrum. Hasil dari training ini disebut
dengan respons kekang saat suara diperdengarkan. Selanjutnya menyandingkan
suara dari tahap sebelumnya dengan cahaya karenanya menciptakan stimulus
majemuk atau gabungan. Fase finalnya adalah hanya memberi cahaya kepada tikus
untuk melihat apakah stimulus cahaya ini
menimbulkan pengekangan. Hal yang perlu diingat blocking, seperti overshadowing
menunjukkan contoh situasi dimana stimuli dipasangkan sesuai dengan prinsip
pengkondisian klasik namun tidak menimbulkan pengkondisian.
Teori
Pengkondisian Klasik Rescorla – Wagner
Teori Resercorla –
Wagner memberikan penjelasan fenomena pengkondisian klasik umum, memberikan beberapa
prediksi tak terduga yang relevan dengan pengkondisian klasik, dan memecahkan
beberapa problem penting yang berkaitan dengan pengkondisan klasik. Teori ini menggunakan logika simbolis dan matematika sederhana
untuk meringkas dinamika belajar.
Resercorla – Wagner mengasumsikan bahwa sifat dari US akan menentukan
level maksimum atau simpotik dari pengkondisian yang dapat dicapai.
Kontigensi
, Bukan Kontiguitas
Dalam artikelnya yang
berpengaruh,”Pavlovian Conditioning: It’s Not what you think”Rescorla(1988)
menyajikan tiga observasi tentang pengondisian Pavlovian dan menjelaskan arti
pentingnya dalam psikologi modern.
Pertama ,seperti Egger dan
Miller(1962,1963) dia mengatakan pada dasarnya ada korelasi antara US dan CS
yang lebih dari sekedar kebetulan atau kontiguitas. Misalnya, satu situasi
dimana hewan mengalami US acak selama periode yang lebih panjang. Mungkin ada
kejadian ketika US dan CS terjadi
bersama-sama (kontiguitas) dan ketika mereka terjadi secara sendiri-sendiri.
Bandingkan situasi ini dengan situasi dimana US dan CS diprogram sehinggah mereka
hanya terjadi bersama-sama. Dua kondisi ini disajikan di gambar 7-6 dan penting
untuk dicatat bahwa dalam kedua situasi itu CS dan US terjadi bersama-sama
dalam jumlah waktu yang sama.
Kedua, seperti Zener(1937),
Rescorla(1988) mengatakan bahwa klaim umum bahwa CR adalah miniatur atau
ringkasan dari UR adalah klaim yang yang terlalu menyerderhanakan atau bahkan
tidak tepat. Respons tipikal untuk suatu US berupa setrum listrik dalam
eksperimen, misalnya, adalah peningkatan aktivitas atau berupa respons yang
mengejutkan. Akan tetapi, seperti terlihat dalam fenomena pengekangan yang
dikondisikan di atas, jika CS yang dipakai untuk memberi isyarat setrum
diberikan selama performa dari respons yang berbeda(penekanan tuas), hasilnya
adalah penurunan aktivitas. CR dapat berupa beberapa respons yang berbeda-beda,
bergantung pada konteks dimana CS terjadi.
Dua poin ini tampak jelas ketika
Rescorla (1966) melatih anjing untuk melompat rintangan disebuah kotak agar ia
terhindar dari setrum yang diberikan daam interval reguler 30 detik. Situasinya
ditata sedemikian rupa sehinggah setrum itu bisa dihindari jika anjing
melompati rintangan, waktu dihitung lagi dari nol dan dmulai lagi dari awal.
Tidak ada sinyal eksternal yang mengindikasikan kapan suatu setrum akan diberikan
;satu-satunya sinyal adalah pemahaman anjing akan berlalunya waktu. Semua
anjing dalam eksperimen ini belajar melompati untuk menghindari setrum.
Rata-rata lompatan kemudian dipakai sebagai kerangka referensi untuk menilai
efek dari variabel lain yang dimasukkan kedalam eksperimen.
II.3.4
IRELEVENSI YANG DIPELAJARI, HAMBATAN LATEN, DAN SUPERCONDITIONING
Setidaknya ada tiga fenomena yang
menghadirkan masalah bagi teori Rescorla-Wagner, namun mereka mudah dijelaskan
oleh pendekatan Macintosh atau Kamin/Wagner. Semua efek ini melibatkan
pra-penghadiran CS sebelum memperkenalkan kontigensi positif(eksitasi) antar CS
dan US.
Ingat bahwa
Rescorla(1996)menggunakan kondisi kontrol yang benar-benar acak dimana CS dan
US terjadi namun tidak ada kontigensi diantara keduanya. Jika CS yang pertama
kali dipakai dalam kondisi kontrol acak kemudian dipasangkan dalam hubungan
kontigensi dengan US,pengondisiannya akan cacat.
Learned irrelevence(irelevensi
yang dipelajari)adalah hilangnya keampuhan atau kemampuan CS yang dipakai dalam
kondisi kontrol acak(Mackintosh,1973).
Latent inhibition
effect( efek hambatan laten) terjadi ketika
pra-pemaparan suatu CS(dengan tanpa US)memperlambat pengondisian ketika CS dan
US kemudian dipasangkan (misalnya, Baker&Mackintosh,
1997; Best&Gemberling, 1977;Fenwick, Mikulka, &Klein, 1975;Lubow&Moore,1959).
Sekali lagi, ini adalah problem untuk teori Rescorla-Wagner karena
pra-pemaparan ke CS seharusnya tidak memberi efek pada pengondisian. Bahwa pada
saat CS disajikan sendirian,organisme belajar bahwa CS itu tidak relevan dan
karenanya tidak terkait dengan kejadian signifikan. Setelah CS dianggap tidak
relevan, ia diabaikan dan karenanya menghambat pembentukan hubungan prediktif
ketika ia kemudian dipasangkan dengan US.
Pengondisian sebagai
formasi ekspektasi. Robert
Bolles(1972,1979) menunjukkan bahwa organisme tidak mempelajari respon baru
selama pengondisian. Sebaliknya,organisme melakukan reaksi spesies-spesifik
yang sesuai dengan situasi. Menurut Bolles, apa yang dipelajari organisme
adalah ekspektasi yang membimbing prilaku yang belum dipelajari oleh
mereka. Suatu ekspektasi stimulus akan
terbentuk ketika CS dikorelasikan dengan hasil penting seperti ada tidaknya US.
Dengan kata lain, eksperimen pengondisian klasik biasanya menciptakan
ekspektasi stimulus. Suatu ekspektasi stimulus menyangkut perkiraan akan adanya
satu stimulus(US) dari kehadiran stimulus lain(CS). Organisme juga belajar
ekspektasi respons, yang emrupakan hubungan prediktif antara respons dan hasil.
Menurut Bolles, penguatan tidak
memperkuat prilaku;ia memperkuat ekspektasi bahwa respons tertentu akan
diikuti oleh suatu penguat.
II.3.5 Aversi
cita Rasa Yang Dikondisikan : Efek Garcia
Selama bertahun-tahun bukti
anekdotal menunjukkan bahwa tikus tidak punah karena mereka dengan cepat
mengetahui bahwa beberapa subtansi, seperti racun tikus, membuat mereka sakit
dan karenanya harus dihindari. Demikian pula, orang akan mau berbagi cerita
tentang makanan atau minuman yang mereka hindari karena mereka
mengasosiasikannya dengan penyakit. Garcia dan Koelling (1966) memvalidasi
penjelasan aversi cita rasa anedotal ini dengan menunjukkan fenomena yang tidak
lazim dalam pengondisian klasik.
Untuk saat ini, kita hanya mendeskripsikan
salah satu bagian dari eksperimen penting ini, dan di Bab 15 kita akan
mengeplorasi fenomena ini secara lebih detail dengan perhatian khusus pada
signifikansi evolusi dan biologisnya.
Meskipun eksperiment Gracia dan
Koelling tampaknya mengikuti prosedur pengondisian klasik, namun muncul
sejumlah masalah saat hasilnya
diinterpretasikan sebagai fenomena pengondisian klasik.
II.3.6 EKSPERIMENT
JOHN B. WATSON DENGAN
LITTLE ALBERT
Watson adalah pendiri aliran behaviorism (behaviorisme), mengganggap bahwa psikologi seharusnya
membuang semua konsep mental dan penjelasan tentang perilku manusia berdasarkan
insting.
Watson adalah determinis envoromental radikal. Dia
percaya bahwa kita semua sejak lahir telah dilengkapi sedikit gerak refleks dan sedikit emosi
dasar, dan melalui pengkondisian klasik refleks ini dipasangkan dengan berbagai
macam stimuli. Menurut Watson, emosi manusia adalah produk dari warisan dan
pengalaman. Menurut Watson, kita mewarisi tiga emosi dasar-rasa takut, marah,
dan cinta. Melalui proses pengkondisian, tiga emosi dasar ini menjadi terikat
dengan hal yang berbeda untuk orang yang berbeda-beda. Menurut Watson,
personalitas (kepribadian) adalah kumpulan dari refleks yang dikondisikan. Dua
menyangakal bahwa kita lahir dengan membawa kemampuan mental atau predisposisi.
Untuk menunjukkan bagaiman refleks
emosional bawaan menjadi dikondisikan ke stimuli neural, Watson dan Rosalie
Rainer (1920) melakukan percobaan pada bayi berusia sebelas bulan bernama Albert. Selain Albert, unsure
lain dalam percobaan ini adalah seekor tikus putih, lempengan besi, dan palu.
Ditunjukkan bahawa rasa takut
Albert digeneralisasikan ke berbagai macam objek yang pada awalnnya tidak
ditakutinya: kelinci, anjing, kucing, kain sutra, dan topeng santa claus. Jadi.
Watson menunjukkan bahwa reaksi emosiaonal kita dapat ditata melalui
pengkondisian klasik. Dalam eksperimen ini, suaras keras adalah US, rasa takut
yang ditimbulkan suara itu adalah UR, tikus adalah CS, dan rasa takut pada
tikus adalah CS. Rasa takut Albert ,kepada obyek putih berbulu menunjukkan adanya
generalisasi.
II.3.7 REPLIKASI BREGMAN ATAS EXPERIMENT WATSON
Pada 1934, E.O.Bregman mereplikasi
eksperiman Watson dan menemukan bahwa rasa takut anak memang dapat dikondisikan
ke CS, namun pengkondisian itu terjadi hanya dalam situasi-situasi tertentu.
Bregman menemukan bahwa pengkondisian akan terjadi hanya jika CS adalah hewan
hidup (seperti dalam eksperimen Watson) tetapi tidak terjadi pengkondisian jika CS adalah obyek tak bernyawa, seperti balok
kayu, botol, atau bahkan boneka hewan dari kayu. Temuan Bregman tidak sesuai
dengan klaim Pavlov dan Watson bahwa sifat dari CS tidak relevan dengan proses
pengkondisian. Akan tetapi, temuannya konsisten dengan pendapat Seligman bahwa
beberapa asosisasi lebih mudah dibentuk ketimbang asosiasi lainnya karena
adanya kesiapan biologis dari organisme. Dalam kasus ini, Seligman (1972)
mengatakan bahwa karena hewan memiliki potensi untuk menimbulkan bahaya,maka
manusia secara biologis bersiap untuk mencurigainya dan karenanya lebih mudah
belajar takut dan/ atau menghindarinya.
Menghilangkan
rasa takut yang dokindisikan
Watson telah menunjukkan bahwa
emosi bawaan, seperti ras takut, dapt “ditransfer” ke stimuli yang sebelumnya
tidak menimbulkan rasa takut, dan mekanisme, transfer itu adalah pengkondisian
klasik. Ini adalah temuan yang amat penting meski kemudian ditunjukkan bahwa
pengkondisian akan lebih mudah untuk beberapa stimuli ketimbang stimuli lain.
Jika rasa takut itu dipelajari, maka akan ada kemungkinan untuk melenyapkan
rasa takut itu. Watson berpendapat bahwa risetnya telah menunujukkan bagaiman
rasa takut yang dipelajri itu bisa berkembang dan tidak diperlukan lagi riset
semacam itu. Kini dia mencari anak yang sudah punya rasa takut dan kemudian
diusahakan untuk menghilangakan rasa takutnya. Watson kini bekerjasama dengan
Mary Cover Jones (1896-1987). Dan menemukan anak yang diiinginkan-anak berusia
3 tahun bernama Peter yang sangat takut pada kelinci, kucing, kodok, dan ikan.
Hergenhahn (2005) meringkas usaha Watson dan Jones untuk menghilangkan rasa
takut Peter.
Prosedur yang digunakan oleh Watson
dan Jones untuk menghilangkan rasa takut Peter ini mirip sekali dengan prosedur
yang disebut desensitisasi sistematis.
Teori
belajar Watson
Watson banyak memperkenalkan
psikologi Pavlovian ke Amerika Serikat, dia tidak pernah sepenuhnya menerima
prinsip Pavlovian. Misalnya, dia tidak percaya bahwa pengkondisian bergantung
pada penguatan. Menurut Watson, belajar terjadi karena kejadian-kejadian
susul-menyusul dalam jarak waktu yang singkat. Juga , semakin sering
kejadina-kejadian muncul bersama, semakin kuat asosiasi diantara
kejadian-kejadian itu. Karenanya, Watson hanya ,mengakui hukum lama kontiguitas dan frekuensi.
Menurutnya, prinsip belajar lainnya adalah mentalistik, seperti hukum efek
Thorndike, atau tidak dibutuhkan, seperti gagasan mengenai penguatan.
II.4
APLIKASI TEORI BELAJAR PAVLOV
II.4.1 APLIKASI LANJUTAN DARI PENGKONDISIAN KLASIK
UNTUK PSIKOLOGIS KLINIS
Extinction (pelenyapan). Praktek
klinik berbasis pengkondisian klasik mengasumsikan bahwa karena gangguan
perilaku atau kebiasaan buruk adalah hasil dari belajar, maka perilaku itu bisa
dibuang atau diganti dengan perilaku yang lebih positif. Misalnya merokok dan
kecanduan alcohol sebagai perilaku buruk atau kebiasaan buruk. Dalam kasus ini,
rasa alcohol atau rokok daapt dianggap sebagai CS, dan efek fisiologis dari
alcohol atau nikotin adalah US. Setelah beberapa kali penyandingan CS-US,
merasakan CS saja akan menghasilkan
kenikmatan (CR).Salah satu cara yang mungkin bisa menghilangkan kebiasaan ini
adalah dengan menghadirkan CS tanpa menghadirkan US,dan karenanya menyebabkan
pelenyapan. Schwartz, Masserman dan Robbins (2002) menunjukkan masalah dalam
prosedur ini :
Pertama adalah mustahil untuk
menciptakan kembali secara lengkap dalam setting laboratorium kejadian-kejadian
yang kompleks dan idiosinkretik yang berfungsi sebagai CS di dunia rill.
Kedua adalah tidak ada bukti bahwa
pelenyapan akan menghilangkan asosiasi CS-US yang mendasar; sebaliknya,
pelenyapan secara temporer akan menghalangi CR samapai kondisi-kondisi seperti
berlalunya waktu (pemulihan spontan) atau pengenalan kembali US (penguatan)
atau konteks training (pembaruan) bisa
memunculkan kembali respon.
Ketiga, respon yang dilenyapkan itu
bisa selalu muncul lagi jika penggunaan alcohol terjadi lagi. (h.127)
counterconditioning
Adalah prosedur yang lebih kuat
ketimbang pelenyapan sederhana. Dalam counterconditioning
, CS dipasangkan dengan US selain US awal. Misalnya, seseorang diizinkan
untuk merokok atau minum dan kemudian diberi obat yang menimbulkan mual. Dengan
penyandingan beberapa kali, rasa sigaret atau alcohol akan menimbulkan rasa
mual yang dikondisikan, yang pada gilirannya akan menimbulkan ketidakmauan
merokok atau minum. Meskipun counterconditioning
tampak sukses dalam sejumlah kasus, manfaat dari prosedur ini sering hanya
bersifat sementara. Schwartz, Wasserman dan Robbins (2002) mengatakan bahwa pada akhirnya, counterconditioning mengalami
kesulitan yang sama dengan trainng pelenyapan. counterconditioning di laboratorium
atau klinik mungkin bisa digeneralisasikan ke luar setting ini. Para pecandu
mungkin belajar bahwa piihan minum alakohol itu tidak menyenangkan ketika
dilakukan di dalam lingkunagn artificial. Setiap tendensi untuk menggunakan
kembali alcohol di luar klinik akan menyebabkan pembentukan kembali respon yang
dikondisikan awal secara cepat. Counterconditioning
menghadapi kesulitan lebih jauh yang
unik. Bahkan jika perawatannya efektif, upaya meyakinkan pasien agar tidak
mengulangi perilakunya lagi buaknlah tugas yang mudah…(h.128)
Flooding.
Problem utama dalam menghadapi fobia adalah fakta bahwa individu menghindari
pengalaman yang menakutkan. Karena pelenyapan adalah proses aktif (CS harus
dihindarkan dan tidak diikuti dengan US ), usaha menghindari stimuli yang
menimbulkan rasa takut justru akan mencegah terjadinya pelenyapan. Jika,
misalnya, seseorang punya fobia terhadap anjing, orang itu tidak akan pernah
dekat-dekat dengan anjing dalam waktu lama untuk belajar apakah dekat dengan
anjing itu aman atau tidak.
Desentisasi
sitematis
Tokohnya adalah Joseph Wolpe (1958) yang mengembangkan teknik
terapi yang disebut sebagai systematic
desensitization (desentisasi sistematis). Dalam menghadapi klien yang
menderita fobia terdiri dari tiga fase
Pertama, menyusun anxiety hierarchy
(hierarki kecemasan), dilakuakan dengan melakukan sederetan hal yang
menimbulkan dan kemudian mengurutkannya mulai dari hal menimbulkan kecemasan
paling besar ke yang paling kecil.
Kedua, Wolpe mengajarkan kliennya
untuk relaks (santai). Dia mengajari mereka mengendorkan otot dan menunjukksn
bagaimana rasanya seseorang yang tidak cemas.
Ketiga, klien pertama-tama
merasakan relaksasi mendalam dan kemudian diminta membayangkan item paling
lemah dalam hierarki kecemasan. Saat membayangkan si klien diimnta untuk
relaksasi lagi. Setelah selesai, klien diminta untuk membayangkan item berikutnya dan seterusnya
sampai selesai. Wolpe mengasumsikan bahwa jika setiap kali sebuah item dalam
daftar itu dirasakan bersama dengan relaksasi (tanpa kecemasan), sedikit dari
respon ketakutan yang diasosiasikan dengan item itu pada akhirnya akan hilang.
Agar fobia bisa dilenyapakn, item yang ditakuti itu harus diarasakan dalam
keadaan tanpa kecemasan.
Perbedaan antara Wolpe dan Watson & Jones. Wolpe tak
pernah menyuruh kliennya untuk pelan-pelan mendekati obyek yang ditakutinya
itu, sedangkan Watson dan Jones pelan-pelan mendekati obyek yang ditakuti.
II.4.2 APLIKASI
PENGKONDISIAN KLASIK UNTUK PENGOBATAN
Salah satu riset yang didasarakan
pada pendapat Pavlov dilakuakan oleh Metalnikov (Metalnikov, 1934; Metelnikov
& Chorine, 1926) yang melakukan serangkaian ekaperimen unik dalam
pengkondisian klasik. Dengan menggunakan babi sebagai subyek, Metelanikov
memasangkan stimuli panas atau rabaan (sentuhan) (CS) dengan injeksi protein
asing (US). Metalnikov melaporkann bahwa setelah beberapa kali penyandingan CS
dan US , presentasi stimuli panas atau sentuhan saja akan menimbulkan berbagai
respon immune nonspesifik.
Riset oleh Robert Ader dan rekannya
pada tahun 1970-an menunjukkan bahwa sistem kekebalan dapat dikondisikan.
Mereka menciptakan bidang interdisipliner
baru yang kini disebut psikoneuroimunologi, bidang yang mengakaji
interaksi antara factor-faktor psikologis (belajar, persepsi, emosi), system syaraf
dan system kekebalan.
Ader (1974) pada awalnya mempelajari aversi
cita rasa dengan memasangkan minuman mengadung sakarin (CS) dengan injeksi obat
(US). Obat dalam kasus ini, yakni cyclophosaphamide, menekan system kekebalan.
Setelah ekesperimen aversi rasa awal, Ader mencatat adanya angka kematian yang tinggi pada tikus
yang terus-terusan menerima cairan sakarin (tanpa US). Dia mengatakan bahwa
penekanan system kekebalan yang dikondisikan, yang menyebabkan kerapuhan
terhadap infeksi bateri atau virus menyebabkan peningkatan angka kematian
tikus.
II.4.3 PENDAPAT PAVLOV TENTANG PENDIDIKAN
Setiap kejadian netral dipaasang
dengan kejadian bermakna, akan terjadi pengkondisian klasik. Belajar matematika
dalam situasi yang menegangkan dan guru galak mungkin akan menyebabkan
munculnya sikap negative terhadap matematika; dan guru yang ramah dan
menyenangkan akan mungkin mengilhami murid untuk berkarir menjadi guru. Perasaan kecemasan yang
dikaitkan dengan kegagalan di sekolah mungkin menimbulkan masalah di luar
sekolah.
Efek Gracia menu jukkan bahwa
aversi yang kuat terhadap suatu situasi
dapat muncul apabila pengalaman negative diasosiasikan dengan situasi
itu. Jadi hewan yang makan suatu makanan dan menjadi sakit akan mneghindari
makanan itu. Adalah mungkin jika pengalaman di kelas adalah buruk, murid akan
seumur hidup mengembangkan aversi
terhadapa pendidikan. Selain itu murid yang punya sikap negative
terhadap pendidikan mungkin akan menyerang guru, merusak sekolah, atau
berkelahi dengan murid lain untuk menyalurkan frustasinya.
Meskipun pengaruh pengkondisian
klasik di sekolah cukup kuat, pegaruh itu biasanya isidental. Tetapi prinsip
pengkondisian klasik dapat dipakai dalam program pendidikan, seperti dalam
kasus Albert. Ketika teknik Pavlovian
dipakai untuk memodifikasi perilaku, situasinya tampak menyerupai brainwashing ketimbang pendidikan.
Evaluasi
teori Pavlov
Pertanyaan yang dirumuskan Pavlov-
dan sebagian telah menjawab-mengenai
dinamika hubungan CS-US, cara akusisi respon, generalisasi dan
diskriminasi, serta pelenyapan dan
pemulihan spontan, telah memicu banyak studi dalam psikologi hingga saat ini
dan juga studi yang berkaitan dengan riset medis. Sampai 1965 telah dilakukan
lebih dari 5.000 percobaan berdasarkan percobaan Pavlov, baik itu dalam riset
ilmiah murni maupun terapan (Razran, 1965). Dalam sejarah teori belajar, Pavlov
menciptakan teori pertama tentang belajar antisipasi. Pembahasan mengenai CS
sebagai sinyal adalah unik apabila dibandingkan dengan teoretisi belajar lain
yang memperlakukan stimuli sebagai kejadian keusal dalam koneksi S-R atau sebagai kejadian penguatan yang
mengikuti respons. Jika kita melihat habiatuasi dan sensitasi sebagai unit
paling sederhana dalam belajar non-asosiatif, maka adalah tepat untuk
mempertimbangkan respons yang dikondisikan secara klasik sebagai unit
fundamental dari belajar asosiatif. Jelas, teoretisi selain Pavlov kini banyak
menggunakan unit antisipatoris fundamental
tersebut.
Kritik
Pavlov tidak mau menjelaskan
belajar yang melibatkan proses mental yang kompleks, dan ia berasumsi bahwa
kesadaran hubungan CS-US dari pembelajaran tidak dibutuhkan untuk proses
belajar.
Barangkali pengaruh Pavlov
akan lebih besar jika dia benar-benar
mau mengkaji proses belajar. Windholz (1992) menunjukkan bahwa meskipun
penemuan pengkondisian klasik terjadi pada 1897, Pavlo menganggap karyanya
berkaitan dengan penemuan fungsi system syaraf dasar dan sebelum tahun 1930 dia
tidak menyadari bahwa karyanya itu
relevan dengan perkembangan teori belajar di Amerika. Di tahun-tahun akhir
hidupnya dia berspekulasi tentang belajar reflex dan tentang belajar trial-and-error .
BAB
III
PENUTUP
III.1
KESIMPULAN
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
• Law of Respondent Conditioning yakni hukum
pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan
(yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus
lainnya akan meningkat.
• Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan
yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka
kekuatannya akan menurun.
III.2
SARAN
Salah
satu keberhasilan tenaga pendidik dalam proses pembelajaran adalah mampu
mengaplikasikan dan memanifestasikan semua teori belajar yang pernah didapat
terhadap anak didik, oleh karenanya saran kita semua sebagai calon pendidik
diharapkan untuk bisa mempelajari dan menerapkannya dari mulai sekarang.
Daftar Pustaka
Hergenhahn,
B.R.,& Olson,M.H. 2010. Theories Of Learning ( Teori Belajar ), (Prenada
Media Group: Jakarta).
Hill,Winfred
F.2011.Theories Of Learning,(Nusa Media: Bandung).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar