Get Gifs at CodemySpace.com

Rabu, 18 April 2012

TEORI KOGNITIF DAN OBSERVATIONAL LEARNING (ALBERT BANDURA)

BAB I
PENDAHULUAN

           A.    Latar Belakang
Teori merupakan salah satu unsur penting dari setiap pengetahuan ilmiah atau ilmu, termasuk teori pembelajaran. Tanpa teori pembelajaran tidak akan ada suatu kerangka kerja konseptual yang digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan pembelajaran. Teori pembelajaran adalah suatu kerangka kerja konseptual yang digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan pembelajaran. Dalam perkembangannya terdapat banyak sekali teori-teori yang berkembang dari tokoh-tokoh psikologi salah satunya adalah teori belajar observasional yang dikembangkan oleh Albert Bandura. 

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, permasalahan-permasalahan yang akan diambil dalam pembahasan ini adalah:
1.      Bagaimana prespektif historis dari teori belajar observasional?
2.      Bagaimana penjelasan awal tentang teori belajar observasional?
3.      Bagaimana penjelasan Bandura tentang teori belajar observasional?
4.      Bagaimana konsep teoritis utama tentang teori belajar observasional?
5.      Bagaimana penjelasan tentang proses kognitif yang salah?
6.      Bagaimana aplikasi praktis dari belajar observasional?
7.      Apa pengaruh berita dan media hiburan dalam belajar observasional?
8.      Bagaimana penjelasan tentang teori kognitif sosial?
9.      Apa pendapat Bandura tentang pendidikan?
10.  Bagaimana kontribusi dan kritik dari teori belajar observasional Bandura?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah ini adalah mengetahui prespektif historis teori belajar observasional, penjelasan awal tentang teori belajar observasional, penjelasan Bandura tentang teori belajar observasional, konsep teoritis utama tentang teori belajar observasional, penjelasan tentang proses kognitif yang salah, aplikasi praktis dari belajar observasional, pengaruh berita dan media hiburan, penjelasan tentang teori kognitif sosial, pendapat Bandura tentang pendidikan, kontribusi dan kritik teori belajar observasional Bandura.


BAB II
PEMBAHASAN

PRESPEKTIF HISTORIS

Albert Bandura lahir pada 4 Desember 1925 di Mundare, kota kecil di Alberta, Canada. Dia mendapat gelar B.A. dari University of British Columbia, Kemudian M.A. pada 1951, dan Ph.D. pada 1952 dari University of Lowa. Bandura kini menjabat sebagai David Starr Jordan Professor of Social Science di Fakultas Psikologi di Universitas Stanford. Saat di Univesity of Lowa, Bandura dipengaruhi oleh Kenneth Spence, seorang teoretisi Hullian terkemuka, tetapi minat utama Bandura adalah psikologi klinis. Pada saat itu, Bandura ingin menjelaskan gagasan yang dianggap efektif dalam psikoterapi dan kemudian menguji dan memperbaiki gagasan itu. Pada periode ini pula Bandura membaca buku Social Learning and Imitation karya Miller dan Dollard (1941). Buku ini amat mempengaruhi dirinya. Miller dan Dollard menggunakan teori belajar Hullian sebagai basis penjelasan mereka. Penjelasan tentang belajar social dan imitatif Miller dan Dollard mendominasi literatur psikologi selama lebih dari dua dekade. Baru pada 1960-an Bandura mulai menulis serangkaian artikel dan buku yang menentang penjelasan lama tentang belajar imitatif dan memperluas topik itu ke apa yang kini dinamakan belajar onservasional. Bandura kini dianggap sebagai teoritisi dan periset utama di area belajar observasional, topik yang kini sangat popular.


PENJELASAN AWAL TENTANG BELAJAR OBSERVASIONAL
      
      A.    Penjelasan Thorndike dan Watson tentang Belajar Observasional
Selama berabad-abad, observational learning (belajar observasional) diterima begitu saja dan biyasanya dipakai untuk mempostulatkan tendensi natural manusia untuk meniru apa yang dilakukan orang lain. Selama pandangan nativistik ini mengemuka, tidak bayak dilakukan riset untuk memverifikasi fakta bahwa tendensi untuk belajar dengan observasi adalah bersifat bawaan, atau untuk menentukan apakah belajar observasi ini memang ada atau tidak. 

Adalah Edward L.Thorndike yang pertama kali berusaha meneliti belajar observasional secara eksperimental. Pada 1898, dia meletakkan seekor kucing dalam kotak teka teki dan kucing lainnya di sangkar yang ada di dekatnya. Kucing di kotak teka teki itu sudah belajar cara keluar dari kotak, sehingga kucing kedua hanya perlu mengamati kucing pertama untuk belajar respons membebaskan diri. Akan tetapi, ketika Thorndike meletakkan kucing kedua itu di kotak teka teki, kucing itu tidak memberikan respons membebaskan diri. Kucing kedua itu harus melakukan proses uji coba yang sama dengan kucing pertama untuk keluar dari kotak teka teki. Thorndike melakukan percobaan serupa dengan subyek ayam, anjing dan monyet, dengan hasil yang sama. Thorndike menyimpulkan bahwa, “Dalam eksperimen saya dengan hewan-hewan, tampaknya tidak ada yang mendukung hipotesis bahwa mereka memiliki kemampuan untuk belajar melakukan sesuatu setelah melihat hewan lain melakukan sesuatu”.

Pada 1908, J.B. Watson mereplikasi riset Thorndike dengan monyet, dia juga tidak menemukan bukti adanya belajar observasional. Thorndike dan Watson sama-sama menyimpulkan bahwa belajar hanya berasal dari direct experience (pengalaman langsung) dan bukan dari vicarious experience (pengalaman tak langsung atau pengganti). Dengan kata lain, mereka menganggap belajar terjadi sebagai hasil dari interaksi seseorang dengan lingkungan dan bukan dari hasil pengamatan terhadap interaksi orang lain.
      
      B.     Penjelasan Miller dan Dollard tentang Belajar Observasional
Seperti Thorndike dan Watson, Miller dan Dollard berusaha menentang penjelasan nativistik tentang belajar observasional. Akan tetapi berbeda dengan Thorndike dan Watson, Miller dan Dollard tidak menyangkal fakta bahwa organisme bisa belajar dengan mengamati aktivitas organisme lain. Menurut Miller dan Dollard, jika imitative behavior (perilaku imitatif) diperkuat, ia akan diperkuat seperti jenis perilaku lainnya. Jadi menurut Miller dan Dollard, belajar imitatif adalah kasus khusus dari pengkondisian instrumental.
Miller dan Dollard (1941) membagi perilaku imitatif ke dalam tiga kategori:

1.      Same behavior (perilaku sama)
Terjadi ketika dua atau lebih individu merespon situasi yang sama dengan cara yang sama, misalnya: kebanyakan orang berhenti di lampu merah, bertepuk tangan saat suatu konser berakhir, dan tertawa saat orang lain tertawa.

2.      Copying behavior (perilaku meniru atau menyalin)
Adalah melakukan perilaku sesuai dengan perilaku orang lain, misalnya: ketika instruktur member bimbingan dan tanggapan korektif terhadap siswa kelas seni yang sedang berusaha menggambar.

3.      Matched-dependent behavior (perilaku yang tergantung pada kesesuaian)
Seorang pengamat diperkuat untuk mengulang begitu saja tindakan dari seorang model, misalnya: seorang anak yang lebih tua belajar lari ke pintu depan setelah mendengar langkah kaki ayahnya mendekati pintu dan ayah memperkuat perilaku anak itu dengan permen. Adiknya mengetahui bahwa jika dia berlari di belakang kakaknya itu, menuju pintu itu, dia juga akan mendapat permen dari ayahnya. Tidak lama kemudian si adik ini berlari ke pintu setiap kali dia melihat kakaknya melakukan hal itu. Pada poin ini perilaku kedua anak itu dipertahankan oleh penguatan, namun masing-masing anak mengasosiasikan penguatan itu pada petunjuk yang berbeda. Bagi si kakak, suara langkah ayahnya mendekati pintu menyebabkan dia lari menyongsongnya, dan respon lari ini diperkuat oleh permen. Bagi si adik, dia lari ketika melihat kakaknya lari, dan respon ini juga diperkuat dengan permen.

Menurut Miller dan Dollard, imitasi itu bisa menjadi kebiasaan. Miller dan Dollard menyebut tendensi untuk meniru perilaku sebagai generalized imitation (imitasi atau peniruan yang digeneralisasikan). Menurut Miller dan Dollard (1941), dalam belajar imitatif peran model adalah memandu respon pengamat sampai respon yang tepat diberikan atau untuk menunjukkan kepada pengamat respon mana yang akan diperkuat dalam situasi tertentu. Menurut Miller dan Dollard, jika respon imitatif tidak diberikan dan diperkuat, tidak terjadi belajar. Menurut mereka, belajar imitatif adalah hasil dari observasi, respon nyata, dan penguatan.

      C.    Analisis Skinnerian terhadap Belajar Observasional
Penjelasan Skinnerian terhadap belajar observasional adalah sama dengan penjelasan Miller dan Dollard. Pertama, perilaku model diamati, kemudian pengamat meniru respon dari model, dan akhirnya respon yang sama diperkuat. Setelah belajar terjadi dengan cara ini, ia akan dipertahankan oleh semacam jadwal penguatan dalam lingkungan natural. Jadi, menurut analisis operan terhadap belajar observasional, perilaku model bertindak sebagai stimulus diskriminatif yang menunjukkan tindakan mana yang akan menghasilkan penguatan. Imitasi, karenanya, tak lain adalah operan diskriminatif.
      
      D.    Nonmanusia Dapat Belajar dengan Mengamati
Riset yang lebih baru menunjukkan bahwa analisis Thorndike, Watson, Miller dan Dollard, serta Skinner adalah tidak lengkap. Studi baru ini mengejutkan karena data menunjukkan bahwa beberapa organisme bukan manusia bisa melakukan proses belajar yang kompleks dengan mengamati spesies lain dan mereka dapat melakukannya tanpa penguatan langsung. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Nicol dan Pope (1993), ayam pengamat dipasangkan dengan ayam “demonstrator” (pemberi petunjuk). Setiap pengamat melihat sang demonstrator belajar mematuk dua kunci operan untuk mendapatkan makanan. Ketika ayam pengamat ini dites dalam kamar operan, mereka menunjukkan tendensi signifikansi untuk mematuk kunci yang diperkuat untuk ayam demonstrator. Beberapa ahli lain juga melakukan riset yang sama tetapi dengan hewan yang berbeda, seperti Akins dan Zentall (1998) dengan menggunakan burung puyuh, tim periset Inggris Heyes dan Dawson (1990); Heyes, Dawson, dan Nokes (1992) dengan menggunakan sekelompok tikus.

Zental (2003) mengatakan bahwa belajar observasional pada nonmanusia adalah fenomena yang kompleks yang bukan perilaku refleksi (naluriah) dan bukan imitasi sederhana. Meskipun belajar observasional belum diamati pada semua spesies nonmanusia, ini adalah fenomena yang membutuhkan pemikiran lebih mendalam ketimbang yang pernah dipikirkan oleh teoretisi belajar lama.

PENJELASAN BANDURA TENTANG BELAJAR OBSERVASIONAL

Menurut Bandura, imitasi dan belajar observasional memiliki perbedaan pengertian. Menurut Bandura, belajar observasional mungkin menggunakan imitasi atau mungkin juga tidak, misalnya: saat mengendarai mobil di jalan Anda mungkin melihat mobil di depan Anda menabrak tiang, dan berdasarkan observasi ini Anda mungkin akan berbelok untuk menghindarinya agar tidak ikut menabrak. Dalam kasus ini Anda belajar dari observasiAnda, namun Anda tidak meniru apa yang telah Anda amati. Menurut Bandura, apa yang Anda pelajari adalah informasi, yang diproses secara kognitif dan Anda bertindak berdasarkan informasi ini demi kebaikan diri Anda. Jadi, belajar observasional lebih kompleks ketimbang imitasi sederhana, yang biyasanya hanya berupa menirukan tindakan orang lain.

Teori belajar yang paling mirip dengan teori Bandura adalah teorinya Tolman. Meskipun Tolman dan Bandura adalah seorang behavioris tetapi keduanya menggunakan konsep mental untuk menjelaskan fenomena perilaku. Tolman dan Bandura juga percaya bahwa belajar adalah proses konstan yang tidak membutuhkan penguatan. Baik teori Tolman maupun Bandura bersifat kognitif, dan keduanya bukan reinforcement theories ( teori penguatan). Walaupun Tolman percaya bahwa belajar adalah konstan, dia percaya bahwa informasi yang didapat lewat belajar hanya akan ditindaklanjuti jika ada alasan untuk melakukannya, seperti ketika muncul kebutuhan. Misalnya, seseorang mungkin mengetahui di mana tempat air minum tetapi dia akan bertindak berdasarkan informasi itu jika dia haus saja. Tolman dan Bandura sepakat bahwa perbedaan antara belajar dan performa sangat penting.
      
       v  Observasi Empiris

Perbedaan belajar dan performa ditunjukkan oleh sebuah studi yang dilakukan Bandura (1965). Dalam eksperimen ini, seorang anak melihat sebuah film yang menampilkan seseorang sebagai model yang sedang memukul dan menendang boneka besar. Dalam teori Bandura, model adalah apa saja yang menyampaikan informasi, seperti orang, film, televise, pameran, gambar, atau instruksi. Dalam kasus ini, film itu menunjukkan agresivitas seseorang model dewasa. Satu kelompok anak melihat model yang agresif itu diperkuat. Kelompok kedua melihat model yang agresif itu dihukum. Kelompok ketiga melihat konsekuensi netral atas tindakan agresif si model itu, yakni model tidak diperkuat dan dihukum. Kemudian, anak-anak dalam ketia kelompok itu dipertemukan dengan sebuah boneka besar, dan tingkat agresivitas mereka terhadap boneka itu lalu diukur. Seperti yang diduga, anak yang melihat model diperkuatsetelah melakukan tindak agresif cenderung menjadi anak yang paling agresif, anak yang melihat model dihukum cenderung paling tidak agresif, sedangkan bagi anak yang melihat konsekuensi netral dari model, tingkat agresivitasnyaberada diantara posisi dua kelompok lain itu. Studi ini menarik karena ia menunjukkan bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh pengalaman tak langsung atau pengalaman pengganti. Dengan kata lain, apa yang mereka lihat dilakukan atau dialami orang lain akan mempengaruhi perilaku mereka. Anak dalam kelompok pertama mengamati vicarious reinforcement ( penguatan pengganti atau tak langsung) dan ini menambah agresivitas mereka, anak dalam kelompok kedua melihat vicarious punishment (hukuman pengganti atau tak langsung) dan ia menghambat agresivitas mereka. Meskipun anak tidak mengalami langsung penguatan dan hukuman, namun hal itu memodifikasi perilaku mereka. Ini bertentangan dengan pendapat Miller dan Dollard bahwa belajar observasional hanya terjadi jika perilaku nyata organisme diikuti oleh penguatan. Fase kedua studi tersebut didesain untuk menjelaskan perbedaan belajar dan performa. Dalam fase ini, semua anak diberi insentif yang menarik agar mereproduksi (meniru) perilaku dari si model, dan mereka semua melakukannya. Dengan kata lain, semua anak telah belajar respon agresif model, tetapi mereka melakukannya dengan cara berbeda-beda, tergantung pada apakah mereka sebelumnya telah melihat model itu diperkuat, dihukum, atau mendapat konsekuensi netral.

Temuan utama dari ekperimen ini adalah bahwa pengutan adalah variabel performa, bukan variabel belajar. Ini tentu saja bertentangan dengan kesimpulan Hull tentang penguatan. Menurutnya, penguatan adalah variabel belajar, bukan variabel performa. Jadi Bandura berbeda pendapat dengan Miller dan Dollard. Menurut Bandura, belajar observasioanal terjadi disepanjang waktu. Menurut Bandura, belajar observasional tidak membutuhkan respon nyata atau penguatan.

Bandura menemukan beberapa kesalahan dalam penjelasan Skinner serta Miller dan Dollard tentang belajar observasional. Pertama, mereka tidak menjelaskan bagaimana belajar dapat terjadi ketika model atau pengamat tidak diperkuat tindakannya. Kedua, mereka tidak menjelaskan delayed modeling, dimana seorang pengamat menunjukkan belajar yang terjadi dari observasi yang dilakukan pada waktu lalu. Lebih jauh, ditemukan bahwa pengamat tidak perlu diperkuat untuk menunjukkan belajar yang telah dilakukan sbelumnya. Ketiga, berbeda dengan Skinner, Miller dan Dollard yang percaya bahwa penguatan berfungsi secara otomatis dan mekanis untuk memperkuat perilaku, Bandura (1977) percaya bahwa pengamat harus menyadari kontigensi penguatan sebelum penguatan itu memberikan efeknya. Karena belajar melalui konsekuensi respon sebagian besar adalah proses kognitif, konsekuensi pada umumnya tidak banyak menghasilkan perubahan dalam perilaku yang kompleks jika tidak ada kesadaran akan apa-apa yang diperkuat itu. Ringkasnya, Bandura berpendapat bahwa tidak ada semua unsur penting untuk analisis operasional terhadap belajar observasional. Yakni, sering kali tidak ada stimulus diskriminatif, tidak ada respon nyata, dan tidak ada penguatan.



KONSEP TEORETIS UTAMA

Bandura (1986) menyebut empat proses yang mempengaruhi belajar observasional:
      1.      Proses Atensional
Sebelum sesuatu dapat dipelajari dari model, model itu harus diperhatikan. Bandura menganggap belajar adalah proses yang terus berlangsung, tetapi dia menunjukkan bahwa hanya yang diamati sajalah yang dapat dipelajari. Jadi, muncul pertanyaan, apa yang membuat sesuatu itu diperhatikan ?. Pertama, kapasitas sensoris seseorang akan mempengaruhi attentional process (proses atensional/ proses memperhatikan). Jelas stimuli modeling yang digunakan untuk mengajari orang tunanetra atau tunarungu akan berbeda dengan yang digunakan untuk mengajari orang yang normal penglihatan dan pendengarannya. Perhatian selektif pengamat bisa dipengaruhi oleh penguatan di masa lalu. Berbagai karakteristik model juga akan mempengaruhi sejauh mana mereka akan diperhatikan. Riset telah menunjukkan bahwa model akan lebih sering diperhatikan jika mereka sama dengan pengamat (yakni, jenis kelaminnya sama, usianya sama, dsb). Orang yang dihormati atau memiliki status tinggi, memiliki kemampuan lebih, dianggap kuat, dan atraktif. Secara umum Bandura mengatakan “(orang) memperhatikan model yang dianggap efektif dan mengabaikan model yang penamoilan atau reputasinya tidak bagus, orang akan lebih memilih model yang lebih mampu dalam meraih hasil yang bagus ketimbang model yang sering gagal”.
    
       2.      Proses Retensional
Agar informasi yang sudah diperoleh dari observasi bisa berguna, informasi itu harus diingat atau disimpan. Bandura berpendapat bahwa ada retentional process (proses retensional) dimana informasi disimpan secara simbolis melalui dua cara, secara imajinal (imajinatif) dan secara verbal. Symbol-simbol yang disimpan secara imajinatif adalah gambaran tentang hal-hal yang dialami model, yang dapat diambil dan dilaksanakan lama sesudah belajar observasional terjadi. Jenis simbolisasi kedua, dan lebih penting menurut Bandura, adalah verbal. “kebanyakan proses kognitif yang mengatur perilaku terutama adalah konseptual ketimbang imajinal. Karena fleksibilitas symbol verbal yang luar biasa, kerumitan dan kepelikan perilaku bisa ditangkap dengan baik dalam wadah kata-kata.”

Meskipun dimungkinkan untuk mendiskusikan symbol imajinal dan verbal secara terpisah, keduanya sering tidak bisa dipisahkan saat kejadian dipresentasikan dalam memori. Bandura mengatakan, “walaupun simbol verbal memuat sebagian besar pengetahuan yang diperoleh melalui modeling, sering kali sulit untuk memisahkan mode-mode representasi. Aktivitas representasional biasanya menggunakan kedua sistem itu sampai tingkat tertentu, kata-kata cenderung membangkitkan citra yang terkait, dan citra dari suatu kejadian sering kali disadari atau dipahami secara verbal. Ketika stimuli visual dan verbal memberikan makna yang sama, orang mengintegrasikan informasi yang disajikan oleh modalitas yang berbeda ini ke dalam satu representasi konseptual umum”.

Setelah informasi disimpan secara kognitif, ia dapat diambil kembali, diulangi, dan diperkuat beberapa waktu sesudah belajar observasional terjadi. Menurut Bandura (1977), “peningkatan kapasitas simbolis inilah yang memampukan manusia untuk mempelajari banyak perilaku melalui observasi. Simbol-simbol yang disimpan ini memungkinkan terjadinya delayed modeling (modeling yang ditunda), yakni kemampuan untuk menggunakan informasi lama setelah informasi itu diamati.

       3.       Proses Pembentukan Perilaku
Behavioral production process (proses pembentukan perilaku) menentukan sejauh mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan atau performa. Seseorang mungkin mempelajari sesuatu secara kognitif namun dia tidak mampu menerjemahkan informasi itu ke dalam perilaku karena ada keterbatasan, misalnya: perangkat gerak otot yang dibutuhkan untuk respon tertentu tidak tersedia atau karena orang belum dewasa, cedera, atau sakit parah.

Bandura berpendapat bahwa jika seseorang diperlengkapi dengan semua aparatus fisik untuk memberikan respon yang tepat, dibutuhkan satu periode rebearsal (latihan repetisi) kognitif sebelum perilaku pengamat menyamai perilaku model. Menurut Bandura, simbol yang didapat dari modeling akan bertindak sebagai template (cetakan) sebagai pembanding tindakan. Selama proses latihan ini individu mengamati perilaku mereka sendiri dan membandingkannya dengan representasi kognitif dari pengalaman si model. Setiap diskrepansi antara perilaku seseorang itu dengan perilaku model akan menimbulkan tindakan korektif. Proses ini akan terus berlangsung sampai ada kesesuaian yang sudah memuaskan antara perilaku pengamat dan model. Jadi, retensi simbolis atas pengalaman modeling akan menciptakan pingkaran “umpan balik” yang dapat dipakai secara gradual untuk menyamakan perilaku seseorang dengan perilaku model, dengan menggunakan observasi diri dan koreksi diri.

      4.      Proses Motivasional
Dalam teori Bandura, pengamatan memiliki dua fungsi utama. Pertama, ia menciptakan ekspetasi dalam diri pengamat bahwa jika mereka bertindak seperti model yang dilihatnya diperkuat untuk aktivitas tertentu, maka mereka akan diperkuat juga. Kedua, ia bertindak sebagai insentif untuk menerjemahkan belajar ke kinerja. Apa yang dipelajari melalui observasi akan tetap tersimpan sampai si pengamat itu punya alasan untuk menggunakan informasi itu. Kedua fungsi penguatan itu adalah fungsi informasional. Satu fungsi menimbulkan ekspetasi dalam diri pengamat bahwa jika mereka bertindak dengan cara tertentu dalam situasi tertentu, mereka mungkin akan diperkuat. Fungsi lainnya, motivational processes (proses motivasional) menyediakan motif untuk menggunakan apa-apa yang telah dipelajari. Prilaku sebagian juga dipengaruhi oleh perkiraan reaksi-diri, yang ditentukan oleh standar performa dan tindakan seseorang dan oleh pandangannya tentang kemampuan atau kecakapan dirinya.

Ringkasnya, kita dapat mengatakan bahwa belajar observasional melibatkan atensi (perhatian), retensi (pengingatan/penyimpanan), kemampuan behavioral, dan insentif. Maka dari itu, jika belajar observasional tidak terjadi itu bisa lantaran pengamat tidak mengamati aktivitas model yang relevan, tidak mengingatnya, serta tak bisa melakukannya, atau karena tidak punya insentif yang pas untuk melakukannya. 

      v  Determinisme Resiprokal
Mungkin pertanyaan paling dasar dalam semua psikologi adalah, “Mengapa orang bertindak seperti mereka lakukan itu?”. Berdasarkan jawaban ini, seseorang dapat diklasifikasikan sebagai environmentalis (empirisis), nativis, eksistensialis, atau sesuatu yang lain. Jawaban Bandura untuk pertanyaan ini termasuk dalam kategori “sesuatu” yang lain. Jawabannya adalah orang, lingkungan, dan perilaku orang itu semuanya berinteraksi untuk menghasilkan perilaku selanjutnya. Dengan kata lain, ketiga komponen itu tak bisa dipahami secara terpisah-pisah. Bandura (1986, h.24) meringkas tiga interaksi itu sebagai berikut :
                                                     B

                                          P                     E

Dimana P (person) adalah orang, E (environment) adalah lingkungan, dan B (behaviour) adalah perilaku. Posisi ini disebut reciprocal determinism (determinisme resiprokal). Salah satu deduksi dari konsep ini adalah bahwa kita bisa mengatakan perilaku mempengaruhi seseorang dan lingkungan, atau lingkungan atau orang mempengaruhi perilaku.

Bandura (1977) menyimpulkan, “meskipun potential environmnet (lingkungan potensial) adalah sama bagi semua hewan, actual environment (lingkungan aktual) akan bergantung pada perilaku mereka. Apakah hewan mengontrol lingkungan ataukah lingkungan yang mengontrol hewan? Apa yang kita dapat disini adalah sistem dua arah dimana organisme tampak sebagai objek atau agen kontrol, bergantung pada sisi mana dari proses resiprokalyang dipilih untuk dipelajari” (h,196).

Bandura berpendapat bahwa penguatan, seperti hukuman, eksis hanya secara potensial dalam lingkungan dan hanya diaktualisasikan oleh pola perilaku tertentu. Jadi menurut Bandura, orang dapat memengaruhi lingkungan dengan bertindak dalam cara tertentu dan perubahan lingkungan itu pada gilirannya akan memengaruhi perilaku orang itu selanjutnya. Tetapi, Bandura menunjukkan bahwa walaupun ada interaksi antar orang, lingkungan, dan perilaku, salah satu dari komponen-komponen itu akan lebih berpengaruh ketimbang komponen lainnya pada waktu tertentu.

Ringkasnya konsep determinisme resiprokal Banadura menyatakan bahwa perilaku, lingkungan, dan orang (dan keyakinannya) semuanya berinteraksi dan interaksi ketiganya harus dipahami dahulu sebelum kita bisa memahami fungsi psikologis dan perilaku manusia.
      
      v  Regulasi-Diri Perilaku
Menurut Bandura (1977),  Jika tindakan ditentukan hanya oleh imbalan (penghargaan) dan hukuman eksternal, orang akan berperilaku mengikuti kemana angin bertiup, selalu berubah-ubah arah untuk menyesuaikan diri dengan pengaruh sementara yang mengenai mereka. Perilaku manusia sebagian besar adalah self-regulated behaviour (perilaku yang diatur sendiri). Diantara hal-hal yang dipelajari manusia dari pengalaman langsung atau tidak langsung adalah performence standards (standar performa), dan setelah standar ini dipelajari, standar ini menjadi basis bagi evaluasi diri. Jika performa atau tindakan seseorang dalam situasi tertentu memenuhi atau melebihi standar, maka ia akan dinilai positif, jika sebaliknya, ia dinilai negatif.

Standar seseorang bisa datang dari pengalaman langsungnya dengan penguatan dengan menilai tinggi perilaku yang efektif dalam menghasilkan pujian dari individu yang relevan dalam kehidupannya, seperti dari orang tuannya. Sayangnya, jika standar seseorang terlalu tinggi , standar itu justru bisa menimbulkan tekanan atau ketegangan.

Seperti standar performa, yang diinternalisasikan, perceived self-efficacy (anggapan tentang kecakapan diri) beperan besar dalam perilaku yang diatur sendiri.orang yang menganggap tingkat kecakapan dirinya cukup tinggi akan berusaha lebih keras, berprestasi lebih banyak, dan lebih gigih dalam menjalankan tugas ketimbang yang menganggap kecakapan dirinya rendah.
      
      v  Tindakan Moral
Seperti performa dan anggapan performa diri, moral code (kode moral) seseorang berkembang melalui interaksi dengan model. Dalam kasusu moralitas, orang tua biasanya memberi contoh aturan moral yang kemudian diinternalisasikan oleh anak.

Contoh terbaik dari perilaku situasional adalah moralitas. Meskipun seseorang memilki prinsip moral yang kuat, ada beberapa mekanisme yang dapat dipakai untuk memisahkan tindakan yang tercela dengan pencelaan diri. Mekanisme ini memungkinkan seseorang melanggar prinsip moralnya tanpa merasa perlu mencela diri atau tanpa merasa bersalah (Bandura, 1986, h. 375-385):

1.    Justifikasi Moral. Dalam moral justification (justifikasi moral) ini, tindakan yang tercela itu mejadi cara untuk mencapai tujuan yang lebih luhurdan karenanya dibenarkan. “Saya melakukan kejahatan agarbisa memberi makanan pada keluarga.”
2.     Pelabelan Eufemistis. Dengan menyebut tindakan yang tercela sebagai sesuatu yang lain, seseorang dapat melakukannya tanpa merasa bersalah. Misalnya individu yang tidak agresif, mungkin akan bertindak agresif terhadap orang lain ketika tindakannya itu dinamakan permainan.
3.    Perbandingan yang Menguntungkan. Dengan membandingkan tindakannya sendiri dengan tndakan yang lebih bengis, seseorang dapat menjadikan tindakan tercelanya tampak lebih baik dengan menggunakan adventageous comparison (perbandingan yang menguntungkan).”Jelas saya melakukannya, tetapi tindakan orang itu jauh lebih buruk”.
4. Pengalihan Tanggung Jawab. Melalui displacement of responsibility (pengalihan tanggungjawab), beberapa orang dapat melanggar prinsip moral mereka jika mereka merasa diperintah oleh otoritas dan karenanya menganggap tanggung jawab ada dipundak pemberi perintah.
5. Difusi Tanggung Jawab. Keputusan untuk bertindak tercela yang dilakukan oleh satu kelompok akan lebih mudah dilakukan ketimbang keputusan individual.
6.   Pengabaian atau Distorsi Konsekuensi. Dalam disregard atau distortion of consequences, orang mengabaikan atau mendistorsi bahaya yang disebabkan oleh tindakan mereka dan karenanya, tidak perlu merasa bersalah atau mencela diri (menyesal). “Saya jatuhkan bom, dan bom itu hilang diawan”.
7. Dehumanisasi. Jika beberapa individu dianggap manusia rendahan, mereka bisa diperlakukan secara tak manusiawi tanpa perlu merasa bersalah. “Ambilah tanah meraka, sebab mereka adalah orang barbar tak punya jiwa”.
8. Atribusi Kesalahan. Seseorang selalu dapat menyebut sesuatu yang dikatakan atau dilakukan korban sebagai alasan untuk bertindak keras atau tercela.

      v  Determinisme Versus Kebebasan
Bandura (1986, h.42) mendefinisikan freedom (kebebasan) dalam term jumlah opsi yang tersedia dan kesempatan untuk melakukannya. Jadi dalam lingkungan fisik yang sama beberapa individu lebih bebas ketimbang individu lainnya. Penghambat kebebasan lainnya adalah proses kognitif yang salah, yang menyebabkan orang tidak berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya.

PROSES KOGNITIF YANG SALAH

Bandura menganggap penting proses kognitif dalam penentuan perilaku manusia. Karena perilaku seseorang sebagian ditentukan oleh proses kognitifnya, maka jika proses kognitif tidak akurat dalam merefleksikan realitas akan mungkin muncul perilaku yang salah (maladaptif). Bandura memberi beberapa sebab munculnya faulty cognitive processes (proses kognitif yang salah). Pertama, anak mungkin mengembangkan kepercayaan salah karena mereka cenderung mengevaluasi segala sesuatu berdasarkan penampilan. Kedua, kesalahan dalam pemikiran terjadi ketika informasi diambil dari bukti yang kurang cukup.

Ketiga, kekeliruan dalam berfikir dapat muncul dari kesalahan memproses informasi. Misalnya jika orang percaya bahwa semua petani kurang cerdas, mereka akan menyimpulkan bahwa setiap petani pasti kurang cerdas.

Dalam beberapa kasus, keyakinan yang salah bisa memunculkan perilaku yang ganjil, seperti ketika seseorang percaya bahwa dirinya adalah “Tuhan”. Fobia juga bisa memicu perilaku defensif yang ekstrem, seperti seseorang tak mau keluar dari rumahnya karena takut anjing.

APLIKASI PRAKTIS DARI BELAJAR OBSERVASIONAL
      
       v  Apa yang Didapat dari Modeling
Modeling memberi beberapa efek bagi pengamat. Respons baru mungkin muncul setelah menyaksikan seorang model diperkuat setelah melakukan tindakan tertentu. Jadi aquisition (akuisisi) perilaku berasal dari penguatan tak langsung. Sebuah respon mungkin tak muncul ketika melihat seorang model dihukum karena memberikan respon tersebut. Dengan demikian, hasil yang terhalangi  tersebut merupakan akibat daripada hukuman tersebut. Reduksi rasa takut yang berasal dari pengamatan atas tindakan model dalam aktivitas yang ditakuti itu dinamakan disinhibition (disinhibisi). Model meningkatkann kemungkinan si pengamat akan melakukan respon yang sama. Ini dinamakn facilitation (fasilitasi). Modeling juga dapat menstimulasi ctreativity (kreativitas) dengan cara menunjukan kepada pengamat beberapa model yang menyebabkan pengamat mengadopsi kombinasi berbagai karakteristik atau gaya.

Penggunaan modeling untuk menyampaikan informasi telah dikritik karena umumnya memicu tindakan imitasi belaka, kecuali untuk beberapa orang yang memang kreatif. Namun kritik ini disanggah melalui bukti dari konsep abstract modeling (modeling abstrak), dimana orang mengamati model yang melakukan berbagai macam respon yang memilki kaidah atau prinsip umum. Jadi modeling abstrak mengandung tiga komponen : (1) Mengamati berbagai macam situasi yang memilki kaidah atau prinsip sama. (2) mengambil inti sari kaidah atau prinsip dari berbagai pengalaman yang berbeda. (3) menggunakan kaidah atau prinsip itu dalam situai yang barudan berbeda.

       v  Modeling Dalam Setting Klinis
Menurut Bandura, psikopatologi berasal dari belajar disfungsional, yang menyebabkan antisipasi yang keliru terhadap dunia. Tugas psikoterapi adalah memberi pengalaman yang akan menyangkal ekspetasi yang salah itu dan menggantinya dengan ekspetasi yang benar.

Bandura dan rekan-rekannya melakukan sejumlah studi untuk menguji ekfektivitas modeling dalam mengatasi beberapa gangguan psikologis. Misalnya, Bandura, Grusec, dan Menlove (1967) menunjukkan kepada anak yang sangat takut pada anjing bagaimana seorang anak lain berinteraksi tanpa rasa takut dengan anjing kemudian tali ikatan  anjing itu dikendurkan secara bertahap dan interaksi langusng antara model dengan si anjing dibuat bervariasi. Satu kelompok control yang terdiri dari anak yang juga fobia anjing tidak diberi pengalaman modeling. kemudian perilaku semua anak itu dalam berhubungan anjing dalam eksperimen dan dengan anjing lain yang asing. Pengukuran dilakukan segera sesudah pengalaman itu dan juga setelah sebulan kemudian. Skor ditentukan dengan memberi nilai pada urutan interaksi dengan anjing ; yakni, anak diminta mendekati anjing dan memegangnya, lalu di minta mengeluarkan anjing dari kandang, melepas tali lehernya, dan akhirnya bermain bersama anjing itu dikandangnya.

Dapat dilihat dari study ini bahwa bukan ghanya respons baru dapat di pelajari dengan mengamati konsekuensi dari model, tetapi juga respons dapat dilenyapkan dengan cara serupa. Jadi Vicaraous extinction (pelenyapan tak langsung) sama pentingnya dengan penguatan tak langfsung dalam teori bandura. Dalam studi ini, pelenmyapan secara tak lansung dipakai untuk mereduksi atau menghilangkan ketakukatan pada amjing dan karenanya membantu menguatkan respon mendekati anjing.

Dalam studi lainnya, Bandura dan Menlove (1968) menggunakan tiga kelompok anak yang fobia anjing. Mereka di suruh menonton film dalam tiga kondisi yang berbeda: single modeling (modeling tunggal), dimana anak melihat seorang model berinteraksi dengan seokor anjing dengan tingkat keintiman semakin kuat; multiple modeling (modeling banyak), dimana anak melihat berbagai macam model berinteraksi dengan sejumlah anjing tanpa rasa takut ; dan ketiga adalah kondisi control, dimana anak melihat film yang tidak menampilkan anjing sama sekali. Dengan membandingkan study ini dengan study pada 1967, Bandura menyimpulkan bahwa meskipun direct modeling (modeling langsung) (melihat model secara langsung) maupun symbolic modeling (modeling simbolis ) (melihat model dalam film) cukup efektif untuk mengurangi rasa takut, namun tampaknya modeling langsung adalah yang lebih efektif.

Dalam study terakhir yang akan di bahas disisni, Bandura, Blanchard, dan Ritter (1969) membandingkan efektifitas modeling simbolis, modeling dengan partisipasi, dan desentisasi sebagai teknik untuk mengatasi fobia. Dalam studi ini, orang dewasa dan remaja yang takut ular dibagi menjadi empat kelompok. Kelompok 1 (modeling simbolis) diperlihatkan sebuah film yang menunjukkan anak, remaja dan orang tua yang berinteraksi dengan seokor ular bessar. Adegannya menunjukkan peningkatan keakraban secara bertahap antara model dengan ular. Subyek dalam kelompok ini diberikan teknik relaksasi dan dapat menghentikan film kapan saja mereka merasa sangat takut. Kelompok 2 ( modeling participation / partisipasi modeling)menonton seorang model memegang seokor ular dan kemnudian mereka di bantu oleh si model untuk menyentuh ular. Kelompok 3 menerima desentization therapy (terapi desentisasi), yakni meminta subyek untuk membayangkan adegan yang menakutkannsaat bersama ular, dengan memulai membayangkan adegan yang tidak terlalu menimbulkan kecemasan dan pelan – pelan sampai ke yang menyebabkan rasa takut luar biasa. Kelompok 4 tidak menerima therapy apapun. Hasil menunjukkan bahwa ketiga kondisi perawatan itu efektif dalam mereduksi fobia ular, tetapi metode modeling dengan partisipasi adalah yang paling efektif.

Bandura dan rekan – rekannya menggunakan kuesioner untuk mengykur besarnya berbagai rasa takut sebelum dan sesudah eksperimen. Perubahan besarnya rasa takut itu di tunjukkan pada gambar 13-4.

PENGARUH BERITA DAN MEDIA HIBURAN

Bandura menyatakan bahwa seseorang dapat belajar dari pengalaman tak langsung atau pengalaman pengganti dan belajar dengan mengamati konsekuensi dari perilakunya sendiri. Bandura mendefenisikan model sebagai segala sesuatu yang menyampaikan informasi. Jadi koran, majalah, televisi, dan sebagainya merupakan model. Dan tentu saja berita dan hiburan yang disampaikan dapat membawa pengaruh positif maupun dapat memunculkan proses kognitif yang salah pada individu.

Bandura menyatakan bahwa anak-anak dan orang dewasa mendapatkan sikap, emosi tanggapan, dan gaya baru yang melakukan melalui televisi modeling dan film. Bandura memberi contoh bagaimana tayangan di televisi dapat memicu perilaku antisosial, misalnya terjadinya pemerasan dengan strategi yang sama dengan yang ada dalam sebuah film yang baru saja ditayangkan. Bandura menolak kejadian itu hanya kebetulan belaka. Secara umum, Bandura menarik kesimpulan tentang acara di televisi bahwa tindakan kekerasan digambarkan sebagai tindak yang diperbolehkan, sukses, dan relatif tidak kotor. Melihat kekerasan yang disajikan secara dramatis akan menyebabkan orang makin terbiasa dan bahkan mendukung kekerasan daripada mencari solusi alternatif. Namun yang juga perlu diketahui, tidak semua orang yang menonton kekerasan di televisi akan melakukan aksi kekerasan. Dan juga tidak ada orang yang menonton tayangan yang eksplisit secara seksual akan menjadi orang yang kecanduan seks. Materi erotis telah dipakai untuk mengatasi individu yang mengalami gangguan seksual.

TEORI KOGNITIF SOSIAL

Meskipun teori Bandura bersifat kognitif tetapi lebih komprehensif. Bandura juga berkonsentrasi pada perilaku sosial. Dan untuk membedakan teorinya dengan teori Tolman atau Dollard dan Miller, Bandura memilih nama social cognitive theory (teori kognitif sosial). Teori ini mendeskripsikan manusia sebagai organisme yang dinamis dalam memproses informasi dan sebagai organisme sosial. Kebanyakan dari proses belajar kita melibatkan orang lain dalam setting sosial dan berdasarkan observasi dan interaksi dengan orang lain inilah kognisi kita terus berkembang. Riset Bandura biasanya merefleksikan situasi dan problem kehidupan nyata dan subjeknya adalah manusia yang berinteraksi dengan manusia lain. Menurut Bandura, kemampuan manusia untuk membuat simbol membuat mereka bisa merepresentasikan kejadian, menganalisis pengalaman sadarnya, berkomunikasi dengan orang lain yang dipisahkan oleh jarak dan waktu, merencanakan, menciptakan, membayangkan, dan melakukan tindakan yang penuh pertimbangan.

      v  Agen Manusia
Menurut Bandura, orang bukan hanya sekadar kumpulan mekanisme internal yang diatur oleh kejadian di lingkungan. Mereka adalah pelaku pengalaman, tidak hanya sekadar mengalami secara pasif. Sistem indera, motor, dan otak adalah alat yang dipakai manusia untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan yang memberi makna dan kepuasan bagi kehidupan mereka. Dari perspektif agen ini banyak hal yang kita pelajari sudah direncanakan terlebih dahulu dan dipandu oleh skema kognisi yang mencakup fokus pada tujuan yang mungkin terjadi, dan perilaku koreksi diri untuk mempertahankan kemajuan ke arah hasil yang diharapkan.

Agen manusia dicirikan oleh:
1.   Intentionality (intensionalitas) yang didefinisikan sebagai representasi arah tindakan yang akan dilakukan di masa depan. Dengan kata lain, intensionalitas melibatkan perencanaan arah tindakan untuk tujuan tertentu. Tetapi, rencana itu tidak menjamin individu akan bisa menguasai keterampilan itu; ada kemungkinan hasilnya tidak sesuai rencana.
2.   Forethought (pemikiran ke depan) yang didefinisikan sebagai antisipasi atau perkiraan konsekuensi dari niat kita. Orientasi ke depan ini memandu perilaku kita ke arah akuisisi hasil positif dan menjauhkan diri dari hasil negatif, dan karenanya bersifat sebagai motivasi. Bandura menekankan bahwa representasi kognitif dari tujuan itulah yang akan memberi motivasi dan pedoman, sebab hasil aktual belum terwujud untuk saat sekarang. Lebih jauh, representasi kognitif tunduk pada regulasi diri berdasarkan anggapan kecakapan diri, keyakinan, dan standar moral.
3.   Self reactiveness (kereaktifan diri), yang menghubungkan pikiran dan tindakan. Faktor kecakapan, keyakinan, dan nilai dalam teori kognitif sosial bertindak sebagai pemberi pedoman. Dalam kasus kereaktifan diri faktor ini memandu pelaksanaan perilaku aktual.
4.     Self reflectiveness (kereflektifan diri), kemampuan metakognisi untuk merenungkan arah, konsekuensi, dan makna dari rencana dan tindakan kita. Bandura percaya bahwa anggapan tentang kecakapan diri ini adalah faktor terpenting yang menentukan pilihan tindakan kita, intensitas aktivitas kita, dan kemauan kita untuk terus bertahan saat menghadapi rasa frustasi yang bisa menimbulkan kegagalan.


PENDAPAT BANDURA TENTANG PENDIDIKAN

Bandura percaya bahwa segala sesuatu yang dapat dipelajari melalui pengalaman langsung juga bisa dipelajari secara tidak langsung melalui observasi. Bandura juga percaya bahwa model akan sangat efektif apabila dilihat sebagai seseorang yang memiliki kehormatan, kompetensi, status tinggi atau kekuasaan. Dan dalam hal ini sebagian besar guru memiliki kriteria tersebut sehingga dapat menjadi model yang berpengaruh besar. Guru dapat menjadi model untuk suatu keahlian, strategi pemecahan masalah, kode moral, standar performa, aturan dan prinsip umum, dan kreativitas. Guru juga dapat menjadi model tindakan, yang akan diinternalisasi siswa dan karenanya menjadi standar evaluasi diri. Bandura juga menyatakan bahwa penguatan intrinsik lebih penting daripada penguatan ekstrinsik. Penguatan ekstrinsik dianggap justru bisa mereduksi motivasi belajar siswa.

Proses belajar observasional diatur oleh empat variabel yang harus diperhatikan oleh guru. Proses yang pertama yaitu atensional (perhatian), dimana siswa harus menaruh perhatian terhadap sesuatu yang menurutnya menarik, popular, kompeten, atau dikagumi, dan proses itu akan bervariasi seiring dengan pendewasaan dan pengalaman belajar sebelumnya. Yang kedua yaitu retensi, agar dapat meniru perilaku suatu model siswa  harus mengingat perilaku itu. Pada fase retensi ini, latihan sangat membantu siswa untuk mengingat elemen-elemen perilaku yang dikehendaki. Yang ketiga produksi, suatu proses pembelajaran dengan memberikan latihan-latihan agar membantu siswa lancer dan ahli dalam menguasai materi pelajaran. Yang terakhir yaitu motivasi. Suatu cara agar dapat mendorong kinerja dan mempertahankan tetap dilakukannya keterampilan yang baru diperoleh dengan memberikan penguatan (bisa berupa nilai dan penghargaan).

Dengan mengingat bahwa teori belajar observasional memiliki banyak implikasi edukasional dan untuk dapat menggunakannya secara efektif memerlukan pertimbangan proses-proses tertentu, film, televisi, ceramah, tape, demonstrasi, dan display dapat dipakai sebagai model yang efektif untuk tujuan pendidikan.




KONTRIBUSI

Bandura memperlihatkan bahwa kita belajar dengan mengamati orang lain dan bahwa belajar ini dapat terjadi dengan maupun tanpa imitasi dan tanpa penguatan. Kontribusi kedua adalah interaksi tiga arah yang ditunjukkan dalam gagasannya tentang determinisme resiprokal. Determinisme resiprokal menyatakan bahwa perilaku adalah produk dari orang dan lingkungan dan juga mempengaruhi orang dan lingkungan, dan karenanya menggeser perspektif kita dari fokus perilaku per se ke hubungan dinamis antara orang, lingkungan, dan perilaku.

KRITIK

Prinsip determinisme resiprokal mendapat kritikan dari Philips dan Orton (1983). Mereka menunjukkan bahwa interaksi sistematis bukan soal baru dan mungkin sudah ada dalam tulisan filsafat dan ilmiah di abad ke-19. Mereka juga berpendapat bahwa meski Bandura sianggap determinis, prinsip determinisme resiprokal menolak analisis kausal standar. Artinya, jika perilaku menyebabkan perubahan pada orang, sementara orang itu menyebabkan perubahan pada perilaku, sementara lingkungan menyebabkan perubahan dalam perilaku dan orang, dan seterusnya, maka tugas menemukan apa penyebab sesungguhnya menjadi mustahil.


BAB III
PENUTUP

       A.    SIMPULAN
Menurut Bandura dan Tolman, penguatan adalah variabel performa, bukan variabel belajar. Penguatan langsung dan tak langsung memberikan informasi tentang perilaku apa yang akan mendapatkan penguatan dalam berbagai situasi. Menurutnya, penguatan tak langsung memperkuat respons yang menghasilkannya. Belajar tak langsung ini dimungkinkan karena manusia memiliki kapasitas untuk membuat simbol dan menyimpan informasi dan kemudian bertindak pada waktu yang lain berdasarkan informasi tersebut.

Empat proses utama dianggap mempengaruhi jalannya belajar observasional: proses atensional yang mana menentukan aspek yang akan diperhatikan, proses retensional yang melibatkan pengkodean informasi kemudian disimpan, proses produksi atau proses pembentukan perilaku yang melibatkan kemampuan untuk memberi respon yang dibutuhkan, dan proses motivasional yang menentukan aspek mana dari respon yang telah dipelajari sebelumnya yang akan diterjemahkan dalam tindakan.

Determinisme resiprokal merupakan salah satu konsep utama Bandura, yang menyatakan bahwa ada interaksi konstan antara lingkungan, perilaku, dan orang. Menurutnya, bisa dakatakan bahwa perilaku mempengaruhi lingkungan sebagai lingkungan memengaruhi perilaku. Selain itu, orang mempengaruhi perilaku dan lingkungan.

Bandura percaya bahwa banyak perilaku manusia adalah diatur sendiri (self regulated). Belajar langsung dan tak langsung menghasilkan standar performa yang kemudian bertindak sebagai pedoman dalam mengevaluasi perilaku seseorang. Jika perilaku sesuai atau melebihi standar, ia dinilai positif; dan begitu sebaliknya. Penguatan intrinsik lebih mempengaruhi seseorang daripada penguatan ekstrinsik atau eksternal. Perilaku moral diatur oleh kode moral yang diinternalisasikan. Bandura juga mendeskripsikan sejumlah mekanisme yang memungkinkan orang untuk memisahkan diri dari prinsip moralnya dan karenanya bisa berbuat tak bermoral tanpa menyesal. Mekanisme ini antara lain justifikasi moral, labeling eufimistis, perbandingan yang menguntungkan, pengalihan tanggung jawab, pengabaian atau distorsi konsekuensi, dehumanisasi, dan atribusi kesalahan.

Proses kognitif yang salah dapat muncul dari persepsi yang tidak akurat, generalisasi berlebihan, atau informasi yang tidak lengkap atau keliru. Salah satu cara memperbaiki proses kognitif yang salah ini adalah memberi pengalaman penyangkal yang kuat, yang akhirnya bisa mereduksi atau mengeliminasi hambatan, modeling juga bisa dipakai untuk mengajarkan keahlian baru, menghambat respons, memfasilitasi respons, mengajar kreatifitas, dan mengajarkan kaidah aturan umum. Bandura memberi bukti bahwa media berita dan hiburan bertindak sebagai model yang kuat dan terkadang dapat mendorong tindakan agresif, kekerasan, dan bahkan kejahatan.

Teori Bandura dinamakan teori kognitif sosial karena ia menekankan fakta bahwa hamper semua informasi kita peroleh dari interaksi kita dengan orang lain. Karena teori ini menekankan pada proses kogntif seperti bahasa dan memori, karena efektif sebagai pedoman dalam praktek psikoterapi.
      
       B.     SARAN
 Adapun saran yang dapat diterima adalah:
    .    Kepada perguruan tinggi, diharapkan penulisan makalah ini dapat menjadi sebagai salah satu referensi yang dapat membantu mahasiswa memahami tentang teori konseling realita.
    .   Kepada mahasiswa bimbingan dan konseling, diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang teori konseling realita. 
    .    Kepada penulis sendiri, diharapkan penulisan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman secara mendalam mengenai teori konseling realita.

 
DAFTAR PUSTAKA

Hergenhahn, B.R. Olson, H. Matthew. 2010. Theories of Learning (Teori Belajar). Jakarta: Kencana Perdana Media Group
Hill, Winfred F. 2011. Theories of Learning. Bandung: Nusa Media
Nursalim, Mochamad dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Surabaya: Unesa University Press
http://ayasipelitahayati.wordpress.com/2010/04/08/teori-sosial-kognitif-dari-albert-bandura/










1 komentar:

  1. gan ijin copas ya buat belajar.. thanks banget infonya sangat bermanfaat. rajin2 posting biar makin produktif... makasiii

    BalasHapus