BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan tidak akan lepas daripada bimbingan dan konseling, sehingga ada pernyataan yang menyatakan bahwa bimbingan identik dengan pendidikan. Artinya apabila seseorang melakukan kegiatan mendidik berarti ia juga sedang membimbing, atau sebaliknya jika ia sedang melakukan bimbingan maka hakekatnya ia sedang mendidik. Hal inilah yang mendasari bahwa ternyata bimbingan dan konseling sangat diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di sekolah dan madrasah.
Hampir di seluruh sekolah dan madrasah yang ada, baik di Indonesia maupun luar negeri terdapat pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh seorang guru pembimbing yang biasanya disebut dengan konselor. Di Indonesia sendiri istilah bimbingan dan konseling sudah tidak asing lagi di dengar, akan tetapi keberhasilan seorang konselor dalam melakukan bimbingan dan konseling ternyata tidak semuanya berhasil dengan efektif dan baik. Kenyataan ini dapat kita lihat dari tingkat keberhasilan siswa dalam belajar, ataupun yang biasanya disebut output. Masih banyak sekali kita jumpai sekolah-sekolah atau madrasah yang hasil output-nya tidak memuaskan, bahkan di Jawa Timur sendiri kota Malang dan Surabaya adalah dua kota besar yang ternyata menduduki peringkat pertama dan kedua dalam kegagalan dalam meluluskan peserta didiknya dalam ujian akhir. Dari fenomena inilah timbul suatu pertanyaan apakah para konselor yang ada di sekolah memang sudah berperan aktif sebagai tugasnya? Ataukah mereka bekerja asal-asalan saja? Ataukah mereka memang tidak berkompeten dalam menjalankan tugas ini karena memang bukan dari kalangan professional dalam bidang yang digeluti?
Setelah banyak dilakukan penelitian ternyata banyak diberbagai sekolah dan madrasah yang menggunakan tenaga konselor yang belum berkompeten dan berpengalaman. Tenaga-tenaga yang digunakan institusi tersebut bukan dari golongan yang memang berprofesi di bidangnya, dan ternyata ini adalah salah satu penyebab daripada tidak berhasilnya sekolah atau madrasah dalam menghasilkan output yang baik, baik dari segi Intelektualitas, Religiusitas maupun Humanitasnya.
Karena kekurang pahaman dan minimnya pengalaman serta pengetahuan konselor dalam memberikan bimbingan dan konseling sehingga menyebabkan ketidakberhasilan sekolah dalam menghasilkan output yang baik, maka makalah ini akan menjelaskan dan membantu dalam menanggulangi permasalahan itu semua.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah:
a. Siapa saja yang bias disebut guru bimbingan dan konseling atau konselor yang ada di sekolah dan madrasah?
b. Apa syarat-syarat pembimbing atau konselor yang ada di sekolah dan madrasah?
c. Apa saja kompetensi seorang konselor?
d. Apa saja kualitas dan pendidikan konselor?
e. Apa tugas daripada konselor yang ada di sekolah dan madrasah?
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan daripada pembahasan permasalahan tersebut diatas adalah:
a. Untuk mengetahui guru bimbingan dan konseling atau konselor yang ada di sekolah dan madrasah
b. Untuk mengetahui syarat-syarat pembimbing atau konselor yang ada di sekolah dan madrasah
c. Untuk mengetahui kompetensi seorang konselor
d. Untuk mengetahui kualitas dan pendidikan konselor
e. Untuk mengetahui tugas daripada seorang konselor yang ada di sekolah dan madrasah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Petugas Bimbingan dan Konseling Di Sekolah dan Madrasah
Secara umum ada dua tipe petugas bimbingan yang ada di sekolah dan madrasah, yaitu tipe professional dan nonprofessional. Petugas bimbingan dan konseling professional adalah mereka yang direkrut atau diangkat atas dasar kepemilikan ijazah atau latar belakang pendidikan profesi dan melaksanakan tugas khusus sebagai guru BK (tidak mengajar). Mereka mencurahkan semua waktunya dan berkonsentrasi hanya pada pelayanan bimbingan dan konseling serta tidak mengajar materi pelajaran. Sedangkan petugas Bimbingan dan konseling nonprofessional adalah mereka yang dipilih dan diangkat tidak berdasarkan keilmuan atau latar belakang pendidikan profesi. Yang termasuk ke dalam petugas BK-nonprofesional adalah guru wali kelas, guru pembimbing, guru mata pelajaran tertentu yang diserahi tugas khusus menjadi petugas BK, kepala sekolah yang bertanggungjawab atas sekurang-kurangnya 40 siswa.
Konselor sekolah adalah sebagai petugas profesional, artinya secara formal mereka telah disiapkan oleh lembaga atau institusi pendidikan yang berwenang. Mereka dididik secara khusus untuk menguasai seperangkat kompetensi yang diperlikan untuk pekerjaan bimbingan dan konseling.
"Konselor Sekolah (School Counselor) adalah tenaga professional pria atau wanita yang mendapat pendidikan khusus bimbingan dan konseling, secara ideal berijazah sarjana dari FIP-IKIP, jurusan program studi pimbingan dan konseling atau jurusan psikologi pendidikan dan bimbingan, serta jurusan-jurusan program studi yang sejenis. Para tamatan tersebut menjadi tenaga khusus yang disebut " full-time guidance counselor", karena seluruh waktu dan perhatiannya dicurahkan pada pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah". (W.S. Winkel S.J. M. Sc., 1981).
2.2 Syarat-syarat Pembimbing (konselor) Sekolah dan Madrasah
"Syarat-syarat petugas bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah dipilih berdasarkan kualifikasi: kepribadian, pendidikan, pengalaman, dan kemampuan". (Arifin dan Eti Kartikawai, 1994/1995).
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan tidak akan lepas daripada bimbingan dan konseling, sehingga ada pernyataan yang menyatakan bahwa bimbingan identik dengan pendidikan. Artinya apabila seseorang melakukan kegiatan mendidik berarti ia juga sedang membimbing, atau sebaliknya jika ia sedang melakukan bimbingan maka hakekatnya ia sedang mendidik. Hal inilah yang mendasari bahwa ternyata bimbingan dan konseling sangat diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di sekolah dan madrasah.
Hampir di seluruh sekolah dan madrasah yang ada, baik di Indonesia maupun luar negeri terdapat pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh seorang guru pembimbing yang biasanya disebut dengan konselor. Di Indonesia sendiri istilah bimbingan dan konseling sudah tidak asing lagi di dengar, akan tetapi keberhasilan seorang konselor dalam melakukan bimbingan dan konseling ternyata tidak semuanya berhasil dengan efektif dan baik. Kenyataan ini dapat kita lihat dari tingkat keberhasilan siswa dalam belajar, ataupun yang biasanya disebut output. Masih banyak sekali kita jumpai sekolah-sekolah atau madrasah yang hasil output-nya tidak memuaskan, bahkan di Jawa Timur sendiri kota Malang dan Surabaya adalah dua kota besar yang ternyata menduduki peringkat pertama dan kedua dalam kegagalan dalam meluluskan peserta didiknya dalam ujian akhir. Dari fenomena inilah timbul suatu pertanyaan apakah para konselor yang ada di sekolah memang sudah berperan aktif sebagai tugasnya? Ataukah mereka bekerja asal-asalan saja? Ataukah mereka memang tidak berkompeten dalam menjalankan tugas ini karena memang bukan dari kalangan professional dalam bidang yang digeluti?
Setelah banyak dilakukan penelitian ternyata banyak diberbagai sekolah dan madrasah yang menggunakan tenaga konselor yang belum berkompeten dan berpengalaman. Tenaga-tenaga yang digunakan institusi tersebut bukan dari golongan yang memang berprofesi di bidangnya, dan ternyata ini adalah salah satu penyebab daripada tidak berhasilnya sekolah atau madrasah dalam menghasilkan output yang baik, baik dari segi Intelektualitas, Religiusitas maupun Humanitasnya.
Karena kekurang pahaman dan minimnya pengalaman serta pengetahuan konselor dalam memberikan bimbingan dan konseling sehingga menyebabkan ketidakberhasilan sekolah dalam menghasilkan output yang baik, maka makalah ini akan menjelaskan dan membantu dalam menanggulangi permasalahan itu semua.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah:
a. Siapa saja yang bias disebut guru bimbingan dan konseling atau konselor yang ada di sekolah dan madrasah?
b. Apa syarat-syarat pembimbing atau konselor yang ada di sekolah dan madrasah?
c. Apa saja kompetensi seorang konselor?
d. Apa saja kualitas dan pendidikan konselor?
e. Apa tugas daripada konselor yang ada di sekolah dan madrasah?
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan daripada pembahasan permasalahan tersebut diatas adalah:
a. Untuk mengetahui guru bimbingan dan konseling atau konselor yang ada di sekolah dan madrasah
b. Untuk mengetahui syarat-syarat pembimbing atau konselor yang ada di sekolah dan madrasah
c. Untuk mengetahui kompetensi seorang konselor
d. Untuk mengetahui kualitas dan pendidikan konselor
e. Untuk mengetahui tugas daripada seorang konselor yang ada di sekolah dan madrasah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Petugas Bimbingan dan Konseling Di Sekolah dan Madrasah
Secara umum ada dua tipe petugas bimbingan yang ada di sekolah dan madrasah, yaitu tipe professional dan nonprofessional. Petugas bimbingan dan konseling professional adalah mereka yang direkrut atau diangkat atas dasar kepemilikan ijazah atau latar belakang pendidikan profesi dan melaksanakan tugas khusus sebagai guru BK (tidak mengajar). Mereka mencurahkan semua waktunya dan berkonsentrasi hanya pada pelayanan bimbingan dan konseling serta tidak mengajar materi pelajaran. Sedangkan petugas Bimbingan dan konseling nonprofessional adalah mereka yang dipilih dan diangkat tidak berdasarkan keilmuan atau latar belakang pendidikan profesi. Yang termasuk ke dalam petugas BK-nonprofesional adalah guru wali kelas, guru pembimbing, guru mata pelajaran tertentu yang diserahi tugas khusus menjadi petugas BK, kepala sekolah yang bertanggungjawab atas sekurang-kurangnya 40 siswa.
Konselor sekolah adalah sebagai petugas profesional, artinya secara formal mereka telah disiapkan oleh lembaga atau institusi pendidikan yang berwenang. Mereka dididik secara khusus untuk menguasai seperangkat kompetensi yang diperlikan untuk pekerjaan bimbingan dan konseling.
"Konselor Sekolah (School Counselor) adalah tenaga professional pria atau wanita yang mendapat pendidikan khusus bimbingan dan konseling, secara ideal berijazah sarjana dari FIP-IKIP, jurusan program studi pimbingan dan konseling atau jurusan psikologi pendidikan dan bimbingan, serta jurusan-jurusan program studi yang sejenis. Para tamatan tersebut menjadi tenaga khusus yang disebut " full-time guidance counselor", karena seluruh waktu dan perhatiannya dicurahkan pada pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah". (W.S. Winkel S.J. M. Sc., 1981).
2.2 Syarat-syarat Pembimbing (konselor) Sekolah dan Madrasah
"Syarat-syarat petugas bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah dipilih berdasarkan kualifikasi: kepribadian, pendidikan, pengalaman, dan kemampuan". (Arifin dan Eti Kartikawai, 1994/1995).
1. Kepribadian
Seorang guru pembimbing dan konselor harus mempunyai kepribadian yang baik, karena pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan sangat berkaitan dengan pembentukan perilaku konseli. Melalui konseling diharapkan terbentuk perilaku positif pada diri konseli. Hal ini akan terwujud jika bimbingan tersebut dilakukan oleh orang yang berkepribadian baik berdasarkan norma-norma yang ada.
Pada saat tertentu seorang konselor juga bisa menjadi idola bagi konseli dan uswah hasanah. Aktualisasi syarat ini akan terwujud jika konselor mempunyai jiwa ihlas, jujur, objektif dan simpatik serta senantiasa menjunjung tinggi kode etik profesi pembimbing.
Seorang konselor sekolah di dalam mengadakan kontak dengan orang lain harus memiliki sifat-sifat kepribadian tertentu, diantaranya:
a. Memiliki pemahaman terhadap orang lain secara obyektif dan simpatik
b. Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain secara baik dan lancar.
c. Memahami batas kemampuan yang ada ada dirinya sendiri.
d. Memiliki minat yang mendalam mengenai murid-murid, dan sungguh-sungguh dalam memberikan bantuan.
e. Memiliki kedewasaan pribadi, spiritual, mental, social, dan fisik.
Seorang guru pembimbing dan konselor harus mempunyai kepribadian yang baik, karena pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan sangat berkaitan dengan pembentukan perilaku konseli. Melalui konseling diharapkan terbentuk perilaku positif pada diri konseli. Hal ini akan terwujud jika bimbingan tersebut dilakukan oleh orang yang berkepribadian baik berdasarkan norma-norma yang ada.
Pada saat tertentu seorang konselor juga bisa menjadi idola bagi konseli dan uswah hasanah. Aktualisasi syarat ini akan terwujud jika konselor mempunyai jiwa ihlas, jujur, objektif dan simpatik serta senantiasa menjunjung tinggi kode etik profesi pembimbing.
Seorang konselor sekolah di dalam mengadakan kontak dengan orang lain harus memiliki sifat-sifat kepribadian tertentu, diantaranya:
a. Memiliki pemahaman terhadap orang lain secara obyektif dan simpatik
b. Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain secara baik dan lancar.
c. Memahami batas kemampuan yang ada ada dirinya sendiri.
d. Memiliki minat yang mendalam mengenai murid-murid, dan sungguh-sungguh dalam memberikan bantuan.
e. Memiliki kedewasaan pribadi, spiritual, mental, social, dan fisik.
2. Pendidikan
Secara umum seorang konselor sekolah serendah-rendahnya memiliki ijazah sarjana muda dari suatu pendidikan yang sah serta memenuhi syarat untuk menjadi guru dalam jenjang pendidikan dimana ia ditugaskan.
Secara professional seorang konselor hendaknya memiliki pendidikan profesi yaitu, jurusan bimbingan konseling Strata satu(S1), S2 atau S3. Atau sekurang-kurangnya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling. Ia juga harus menguasai bidang-bidang tertentu diantaranya:
a. Proses konseling
b. Pemahaman individu
c. Informasi dalam bidang pendidikan
d. Administrasi dan kaitannya dengan program bimbingan
e. Prosedur penelitian dan penilaian bimbingan.
Guru pembimbing dan konseling atau konselor tidak saja harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling, tetapi juga harus memiliki ilmu-ilmu tentang manusia dengan berbagai macam problermatikanya seperti ilmu psikologi, ekonomi, sosiologi dan pedagogi. Ilmu-ilmu tersebut akan membantu dalam penguasaan terhadap konsep, teori-teori tentang manusia dan problematikanya.
3. Pengalaman
Pengalaman konselor dalam bimbingan dan konseling sangat berpengaruh pada keberhasilannya dalam melakukan tugasnya, sarjana BK strata dua yang belum memiliki pengalaman luas tentu tidak akan lebih baik jika dibandingangkan dengan yang strata S1atau DIII tapi telah berpengalaman kerja selama 10 atau 15 tahun. Selain itu pengalaman pribadi konselor yang mengesankan juga turut membantu upayanya dalam mencari alternative pemecahan masalah.
4. Kemampuan
Kemampuan atau kompetensi dan keterampilan yang dimiliki oleh konselor adalah satu keniscayaan. Tanpa adanya kemampuan dan keterampilan tidak mungkin konselor dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
"Konselor dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus mampu mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan pada diri seseorang, merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong seseorang berbuat, dan mendiagnosis persoalan siswa selanjutnya mengembangkan potensi individu secara positif".(M.D. Dahlan, 1987).
Pengalaman konselor dalam bimbingan dan konseling sangat berpengaruh pada keberhasilannya dalam melakukan tugasnya, sarjana BK strata dua yang belum memiliki pengalaman luas tentu tidak akan lebih baik jika dibandingangkan dengan yang strata S1atau DIII tapi telah berpengalaman kerja selama 10 atau 15 tahun. Selain itu pengalaman pribadi konselor yang mengesankan juga turut membantu upayanya dalam mencari alternative pemecahan masalah.
4. Kemampuan
Kemampuan atau kompetensi dan keterampilan yang dimiliki oleh konselor adalah satu keniscayaan. Tanpa adanya kemampuan dan keterampilan tidak mungkin konselor dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
"Konselor dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus mampu mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan pada diri seseorang, merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong seseorang berbuat, dan mendiagnosis persoalan siswa selanjutnya mengembangkan potensi individu secara positif".(M.D. Dahlan, 1987).
2.3 Kompetensi Konselor
Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh konselor sekolah dan madrasah dalam melaksanakan kurikulum berbasis kompetensi adalah sebagai berikut:
1. Penguasaan wawasan dan landasan pendidikan.
2. Penguasaan konsep bimbingan dan konseling.
3. Penguasaan kemampuan asesmen.
4. Penguasaan kemampuan mengembangkan program bimbingan dan konseling.
5. Penguasaan kemampuan melaksanakan berbagai strategi layanan bimbingan dan konseling.
6. Penguasaan kemampuan mengembangakan proses kelompok.
7. Penguasaan kesadaran etik professional dan pengembangan profesi.
8. Penguasaan pemahaman konteks budaya, agama dan setting kebutuhan khusus.
2.4 Kualitas dan Pendidikan Konselor
1. Kualitas pribadi
Kualitas konselor adalah semua kriteria keunggulan termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan dan nilai-nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya dalam menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil (efektif).
Kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting sekaligus menentukan keberhasilan konselor jika dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang ia jalani.
Virgina Satir (1967) menemukan beberapa karakteristik konselor sehubungan dengan pribadinya yang membuat konseling berjalan efektif. Karakteristik tersebut adalah:
a. Resource person, maksudnya konselor adalah orang yang banyak mempunyai informasi dan senang memberikan dan menjel;askan informasinya.
b. Model of communication, maksudnya bagus dalam berkomunikasi, mampu menjadi penggemar yang baik dan komunikator yang terampil.
Jay Haley (1971) mengatakan bahwa kualitas konselor meliputi:
a. Fleksibelitas, yaitu mampu mengubah pandangan secara realistik dan bukan mengubah kenyataan.
b. Tidak memaksakan pendapat, mau mendengarkan orang lain dengan sabar.
Munson (1961) dan Mills Cs. (1960) mengemukakan dua karakteristik penting yang menentukan kualitas pribadi konselor yaitu:
a. Konselor adalah orang yang memiliki kebutuhan untuk menjadi pemelihara.
b. Konselor harus memiliki intuisi dan penetrasi psikologis yang baik.
Menne (1975), mengungkapkan karakteristik konselor adalah:
a. Memahami dan melaksanakan etika professional.
b. Mempunyai rasa kesadaran diri mengenai kompetensi, nilai-nilai dan sikap.
c. Mempunyai karakteristik diri yakni respek kepada orang lain, kematangan pribadi, memilki kemampuan intuitif, fleksibel dalam pandangan dan emosional stabil.
d. Kemampuan dan kesabaran untuk mendengarkan orang lain dan mampu komunikasi.
Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh konselor sekolah dan madrasah dalam melaksanakan kurikulum berbasis kompetensi adalah sebagai berikut:
1. Penguasaan wawasan dan landasan pendidikan.
2. Penguasaan konsep bimbingan dan konseling.
3. Penguasaan kemampuan asesmen.
4. Penguasaan kemampuan mengembangkan program bimbingan dan konseling.
5. Penguasaan kemampuan melaksanakan berbagai strategi layanan bimbingan dan konseling.
6. Penguasaan kemampuan mengembangakan proses kelompok.
7. Penguasaan kesadaran etik professional dan pengembangan profesi.
8. Penguasaan pemahaman konteks budaya, agama dan setting kebutuhan khusus.
2.4 Kualitas dan Pendidikan Konselor
1. Kualitas pribadi
Kualitas konselor adalah semua kriteria keunggulan termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan dan nilai-nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya dalam menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil (efektif).
Kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting sekaligus menentukan keberhasilan konselor jika dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang ia jalani.
Virgina Satir (1967) menemukan beberapa karakteristik konselor sehubungan dengan pribadinya yang membuat konseling berjalan efektif. Karakteristik tersebut adalah:
a. Resource person, maksudnya konselor adalah orang yang banyak mempunyai informasi dan senang memberikan dan menjel;askan informasinya.
b. Model of communication, maksudnya bagus dalam berkomunikasi, mampu menjadi penggemar yang baik dan komunikator yang terampil.
Jay Haley (1971) mengatakan bahwa kualitas konselor meliputi:
a. Fleksibelitas, yaitu mampu mengubah pandangan secara realistik dan bukan mengubah kenyataan.
b. Tidak memaksakan pendapat, mau mendengarkan orang lain dengan sabar.
Munson (1961) dan Mills Cs. (1960) mengemukakan dua karakteristik penting yang menentukan kualitas pribadi konselor yaitu:
a. Konselor adalah orang yang memiliki kebutuhan untuk menjadi pemelihara.
b. Konselor harus memiliki intuisi dan penetrasi psikologis yang baik.
Menne (1975), mengungkapkan karakteristik konselor adalah:
a. Memahami dan melaksanakan etika professional.
b. Mempunyai rasa kesadaran diri mengenai kompetensi, nilai-nilai dan sikap.
c. Mempunyai karakteristik diri yakni respek kepada orang lain, kematangan pribadi, memilki kemampuan intuitif, fleksibel dalam pandangan dan emosional stabil.
d. Kemampuan dan kesabaran untuk mendengarkan orang lain dan mampu komunikasi.
2. Pendidikan Konselor
Secara umum untuk Indonesia lulusan bimbingan dan konseling tingkat D3 dan S1 masih diperbolehkan untuk menjadi pembimbing. Hanya kualifikasi professional tersebut belum begitu jelas. Mungkin S1 bisa dianggap professional jika:
a. Bobot ;atihan professional ditingkatkan, baik selama pendidikan maupun dalam bentuk in-service training.
b. Harus sudah ada tim penilai khusus dari ikatan pembimbing.
Secara umum jika berangkat dari pendapat dan penelitian para pakar, maka dapat disimpulkan khususnya untuk kondisi Indonesia, bahwa karakteristik kepribadian konselor adalah:
a. Beriman, bertaqwa.
b. Menyenangi manusia.
c. Komunikator yang terampil, pendengar yang baik.
d. Memiliki ilmu dan wawasan 6entang m,anusia, social-budaya.
e. Fleksibel, tenang dan sabar
f. Menguasai keterampilan teknik, memiliki intuisi.
g. Memahami etika profesi.
h. Respek, jujur, asli, menghargai, tidak menilai.
i. Empati, memahami, menerima, hangat, bersahabat.
j. Fasilitator, motifator.
k. Emosi stabil, pikiran jernih, cepat dan mampu.
l. Objektif, rasional, kongkrit.
m. Konsisten, tanggung jawab.
Secara umum untuk Indonesia lulusan bimbingan dan konseling tingkat D3 dan S1 masih diperbolehkan untuk menjadi pembimbing. Hanya kualifikasi professional tersebut belum begitu jelas. Mungkin S1 bisa dianggap professional jika:
a. Bobot ;atihan professional ditingkatkan, baik selama pendidikan maupun dalam bentuk in-service training.
b. Harus sudah ada tim penilai khusus dari ikatan pembimbing.
Secara umum jika berangkat dari pendapat dan penelitian para pakar, maka dapat disimpulkan khususnya untuk kondisi Indonesia, bahwa karakteristik kepribadian konselor adalah:
a. Beriman, bertaqwa.
b. Menyenangi manusia.
c. Komunikator yang terampil, pendengar yang baik.
d. Memiliki ilmu dan wawasan 6entang m,anusia, social-budaya.
e. Fleksibel, tenang dan sabar
f. Menguasai keterampilan teknik, memiliki intuisi.
g. Memahami etika profesi.
h. Respek, jujur, asli, menghargai, tidak menilai.
i. Empati, memahami, menerima, hangat, bersahabat.
j. Fasilitator, motifator.
k. Emosi stabil, pikiran jernih, cepat dan mampu.
l. Objektif, rasional, kongkrit.
m. Konsisten, tanggung jawab.
2.5 Tugas Konselor Sekolah
Secara khusus konselor sekolah mempunyai tugas-tugas sebagai berikut:
1. Bertanggung jawab tentang keseluruhan pelaksanaan layanan konseling di sekolah.
2. Mengumpulkan, menyususn, mengolah serta menafsirkan, kemudia dapat dipergunakan oleh semua staf bimbingan sekolah.
3. Memilih dan mempergunakan berbagai instrument test psikologoi untuk memperoleh berbagai informasi mengenai bakat khusus, minat, kepribadian, dan inteligensi untuk masing-masing peserta didik.
4. Melaksanakan bimbingan kelompok maupun bimbingan individu.
5. Membantu petugas bimbingan untuk mengumpulkan, menyusun, dan mempergunakan informasi tentang berbagai permasalahanpendidikan.
6. Melayani orang tua/wali peserta didik yang ingin mengadakan konsultasi tentang anak-anaknya. (Dewa Ketut S., 1983).
Secara khusus konselor sekolah mempunyai tugas-tugas sebagai berikut:
1. Bertanggung jawab tentang keseluruhan pelaksanaan layanan konseling di sekolah.
2. Mengumpulkan, menyususn, mengolah serta menafsirkan, kemudia dapat dipergunakan oleh semua staf bimbingan sekolah.
3. Memilih dan mempergunakan berbagai instrument test psikologoi untuk memperoleh berbagai informasi mengenai bakat khusus, minat, kepribadian, dan inteligensi untuk masing-masing peserta didik.
4. Melaksanakan bimbingan kelompok maupun bimbingan individu.
5. Membantu petugas bimbingan untuk mengumpulkan, menyusun, dan mempergunakan informasi tentang berbagai permasalahanpendidikan.
6. Melayani orang tua/wali peserta didik yang ingin mengadakan konsultasi tentang anak-anaknya. (Dewa Ketut S., 1983).
makadi gan
BalasHapus