1.
Penderita Autisme
Autisme adalah gangguan
perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah timbul
sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun.
Penyebab autisme adalah gangguan
neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak
mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif.
Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang
cenderung tidak mempedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, seolah
menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya
sendiri. Anak autistik juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan
berkomunikasi secara verbal. Disamping itu seringkali (prilaku stimulasi diri)
seperti berputar-putar, mengepak-ngepakan tangan seperti sayap, berjalan
berjinjit dan lain sebagainya. Gejala autisme sangat bervariasi. Sebagian anak
berperilaku hiperaktif dan agresif atau menyakiti diri, tapi ada pula yang
pasif. Mereka cenderung sangat sulit mengendalikan emosinya dan sering
tempertantrum (menangis dan mengamuk). Kadang-kadang mereka menangis, tertawa
atau marah-marah tanpa sebab yang jelas. Selain berbeda dalam jenis gejalanya,
intensitas gejala autisme juga berbeda-beda, dari sangat ringan sampai sangat
berat.
Oleh karena banyaknya perbedaan-perbedaan tersebut di
antara masing-masing individu, maka saat ini gangguan perkembangan ini lebih
sering dikenal sebagai Autistic Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum
Autistik (GSA).
Autisme dapat terjadi pada
siapa saja, tanpa membedakan warna kulit, status sosial ekonomi maupun
pendidikan seseorang. Tidak semua individu ASD/GSA memiliki IQ
yang rendah. Sebagian dari mereka dapat mencapai pendidikan di perguruan
tinggi. Bahkan ada pula yang memiliki kemampuan luar biasa di bidang tertentu
(musik, matematika, menggambar).
Sindrom
Gangguan Autisme (Autism Syndrome Disorder )
Istilah autisme dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner pada 1943. Ada banyak
definisi yang diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: “Autisme merupakan
cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri,
menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak
realitas, keasyikan ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri”.
Pakar lain mengatakan: “Autisme adalah ketidaknormalan perkembangan yang
sampai sekarang tidak ada penyembuhannya dan gangguannya tidak hanya
mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar dan berfungsi di dunia luar tetapi
juga kemampuannya untuk mengadakan hubungan dengan anggota keluarganya.”
Meskipun penyebab utama autisme hingga saat ini masih terus diteliti,
beberapa faktor yang sampai sekarang dianggap penyebab autisme adalah: faktor
genetik, gangguan pertumbuhan sel otak pada janin, gangguan pencernaan,
keracunan logam berat, dan gangguan auto-imun. Selain itu, kasus autisme juga
sering muncul pada anak-anak yang mengalami masalah pre-natal, seperti:
prematur, postmatur, pendarahan antenatal pada trisemester pertama-kedua, anak
yang dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, serta banyak pula
dialami oleh anak-anak dengan riwayat persalinan yang tidak spontan.
Gangguan
autisme mulai tampak sebelum usia 3 tahun dan 3-4 kali lebih banyak pada anak
laki-laki, tanpa memandang lapisan sosial ekonomi, tingkat pendidikan orang
tua, ras, etnik maupun agama, dengan ciri fungsi abnormal dalam tiga bidang:
interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang, sehingga
kesulitan mengungkapkan perasaan maupun keinginannya yang mengakibatkan
hubungan dengan orang lain menjadi terganggu. Gangguan perkembangan yang
dialami anak autistik menyebabkan tidak belajar dengan cara yang sama seperti
anak lain seusianya dan belajar jauh lebih sedikit dari lingkungannya bila
dibandingkan dengan anak lain. Autisme merupakan kombinasi dari beberapa
kegagalan perkembangan, biasanya mengalami gangguan
pada:
1. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal dan nonverbal: (a)
Terlambat berbicara. (b) Berbicara dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti
orang lain. (c) Bila kata-kata mulai diucapkan, tidak mengerti artinya. (d)
Bicara tidak dipakai untuk komunikasi. (e) Banyak meniru atau membeo
(echolalia). (f) Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada maupun
kata-katanya, tanpa mengerti artinya, sebagian dari anak-anak ini tetap tak
dapat bicara sampai dewasa. (g) Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan yang
terdekat dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial: (a)
Menolak/menghindari tatapan mata. (b) Tidak mau menengok bila dipanggil. (c)
Seringkali menolak untuk dipeluk. (d) Tak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan
orang lain, lebih asyik main sendiri. (e) Bila didekati untuk diajak bermain
malah menjauh.
3. Gangguan dalam persepsi sensoris, mempunyai
sensitifitas indra (penglihatan, pendengaran, peraba, pencium dan perasa) yang
sangat tinggi atau bisa pula sebaliknya.: (a) Mencium-cium atau mengigit mainan
atau benda-benda apa saja. (b) Bila mendengar suara tertentu langsung menutup
telinga. (c) Tidak menyukai rabaan atau pelukan. (d) Merasa sangat tidak nyaman
jika dipakaikan pakaian dari bahan yang kasar.
4. Gangguan dalam perasaan/ emosi: (a) Tidak
dapat ikut merasakan yang dirasakan oleh orang lain, misalnya melihat anak
menangis tidak akan merasa kasihan malah merasa terganggu, dan mungkin anak
yang mendatangi anak tersebut dan memukulnya. (b) Kadang tertawa-tawa sendiri,
menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata. (c) Sering mengamuk tak
terkendali, terutama jika tidak mendapatkan apa yang diinginkan, bisa menjadi
agresif atau destruktif.
5. Gangguan dalam perilaku: (a) Pada
anak autistik terlihat adanya perilaku berlebihan (excess) atau kekurangan
(deficit). Contoh perilaku yang berlebihan misalnya: hiperaktivitas motorik
seperti tidak bisa diam, jalan mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas,
melompat-lompat, dan mengulang-ngulang suatu gerakan tertentu. Contoh perilaku
yang kekurangan adalah: duduk dengan tatapan kosong, melakukan permainan yang
sama/monoton, sering duduk diam terpukau oleh suatu hal misalnya benda yang
berputar. (b) Kadang ada kelekatan tertentu pada benda tertentu yang terus
dipegangnya dan dibawa kemana-mana. (c) Perilaku yang ritualistik.
6. Gangguan Bermain, anak autistik umumnya kurang
memiliki spontanitas dalam permainan yang bersifat imajinatif; tidak dapat
mengimitasi orang lain; dan tidak mempunyai inisiatif.
Gejala
gangguan tersebut tidak harus ada pada setiap anak penyandang autisme. Pada
penyandang autisme yang berat mungkin hampir semua gejala itu ada, namun pada
kelompok yang tergolong ringan hanya terdapat sebagian dari gejala-gejala
tersebut.
Gangguan
lain yang mempengaruhi fungsi otak penyandang autisme adalah: Epilepsi,
Retardasi Mental, Down Syndrome atau gangguan genetis lain. Melihat
gangguan-gangguan yang biasanya menyertai gejala autisme seperti yang
dikemukakan di atas, menyebabkan banyak orang beranggapan bahwa penyandang
autisme tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan hidup normal. Autisme
merupakan spectrum disorder, sehingga gejala dan karakteristik yang tampak pada
setiap individu autistik sangat beragam kombinasinya, dari ringan sampai berat.
Karena itu tidak ada standard “tipe” tertentu bagi individu autistik.
Mengenali
Autisme
Anak-anak
penyandang spektrum autisme biasanya memperlihatkan setidaknya setengah dari
daftar tanda-tanda yang disebutkan di bawah ini. Gejala-gejala autisme dapat
berkisar dari ringan hingga berat dan intensitasnya berbeda antara
masing-masing individu.
Hubungi
konselor atau profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan mendalami
bidang autisme, jika Anda mencurigai anak Anda memperlihatkan setidaknya
separuh dari gejala-gejala berikut ini :
Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya
|
|
Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya
|
|
Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata
|
|
Tidak peka terhadap rasa sakit
|
|
Lebih suka menyendiri; sifatnya agak menjauhkan
diri.
|
|
Suka benda-benda yang berputar / memutarkan benda
|
|
Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan
|
|
Hiperaktif/
melakukan kegiatan fisik secara berlebihan
atau malah tidak melakukan apapun (terlalu pendiam)
|
|
Kesulitan
dalam mengutarakan kebutuhannya; suka
menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan daripada kata-kata |
|
Menuntut
hal yang sama; menentang perubahan atas hal- hal yang bersifat rutin
|
|
Tidak peduli bahaya
|
|
Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama
|
|
Echolalia (mengulangi
kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa)
|
|
Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi
|
|
Tidak
tanggap terhadap isyarat kata-kata; bersikap seperti orang tuli
|
|
Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa
|
|
Tentrums –
suka mengamuk/memperlihatkan kesedihan tanpa alasan yang jelas
|
|
Kecakapan
motorik kasar/motorik halus yang seimbang (seperti tidak mau menendang bola
namun dapat menumpuk balok-balok)
|
|
Catatan : Daftar di atas bukan
pengganti diagnosa. Hubungi konselor atau profesional yang ahli untuk
memperoleh diagnosa lengkap
2.
Teori
Konseling Perilaku (Behavioral
Counseling)
Teori
Konseling Perilaku memiliki fokus intervensi pada
pengembangan perilaku adaptif dan penurunan perilaku tidak adaptif. Dalam hal
ini perilaku didefinisikan sebagai tindakan- tindakan yang dapat diamati dan
diukur serta mengabaikan kognisi dan emosi sebagai determinan perilaku. Manusia
dipandang sebagai produk dari pengkondisian lingkungan. KP modern, khususnya
yang dihembuskan oleh para ahli yang mengadopsi pendekatan kognitif- perilaku,
memandang manusia tidak hanya dibentuk tetapi juga membentuk lingkungannya.
Kecenderungan terakhir dalam KP diarahkan pada pengembangan prosedur yang
secara aktual dapat memberi kontrol dan keterampilan pada konseli dan
meningkatkan kebebasan konseli untuk membuat pilihan, khususnya pilihan untuk
membuat respon terhadap lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar