Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu karakteristik dari dunia “postmodern”
adalah nilai penting kultural. Pada masa lalu, sangat dimungkinkan untuk
hidup sebagai anggota dari kelas atau kelompok kelas social yang
relative terisolasi, dan tetap kurang menyadari akan, dan terpengaruh
oleh, eksistensi bentuk kehidupan lainnya. Anggota kelompok yang disebut
“ minoritas etnis” semakin menolak untu diberlakukan sebagai kelompok
yang dipinggirkan, diacuhkan, dan kekuatan pekerja yang tidak memilki
hak politik dan mereka mengklaim suara dan kekuatan mereka dalam
masyarakat.
B. Rumusan masalah
1) Apakah yang dinamakan konseling multikultural?
2) Bagaimanakah asal-usulnya?
3) Apa saja aspek-aspeknya?
C. Tujuan Masalah
1) Menguraikan definisi konseling multikultural,
2) Menjelaskan asal-usulnya,
3) Memaparkan aspek-aspek yang tergolong kedalamnya,
Bab II
PEMBAHASAN
KONSELING MULTIKULTURAL
PEMBAHASAN
KONSELING MULTIKULTURAL
A. Definisi Konseling Multikultural
Definisi
luas dari “multikulturalisme” istilah mencakup berbagai macam variabel
sosial atau perbedaan. Pendidikan multikultural adalah gagasan yang
menyebutkan bahwa semua siswa, tanpa peduli dalam kelompok manapun
mereka masuk, seperti kelompok yang terkait dengan jender, suku bangsa,
ras, budaya, kelas sosial, agama atau pengucilan, seharusnya
mengalami kesetaraan pendidikan disekolah.[1]
Penelitian menunjuk kan bahwa klien dari kelompok minoritas etnis
adalah yang paling mungkin untuk memanfaatkan layanan konseling. Satu
penjelasan untuk hal itu adalah kegitan etnosentris,
berdasarkanilai-nilai kelas menengah putih, suatu pendekatan yang dapat
menjauhkan orang dari budaya lain. Pendekatan multikultural untuk
konseling tantangan asumsi bahwa salah satu gaya wawancara dapat di
alihkan kepada semua klien. Bagian ini membahas teori konseling
miltikultural, definisi, dan modal multikulturalisme, menyoroti
implikasi ini telah di bagi praktis, bimbingan teori konseling
multikultural dan terapi. Sebagian besar karir konseling dan bimbingan
praktis siap mengakui bahwa setiap klien adalah unik, dan bahwa individu
harus di terima dan di hormati.
Ada
hal penting bagi kita untuk tidak menyederhanakan konsep multikultural.
Pada tingkatan tertentu, culture dapat dipahami sebagai “cara hidup
sesorang atau sekelompok orang“. Dalam setiap usaha memahami kata
“kultur” merupakan keharusan untuk menggunakan kontribusi yang dibuat
oleh disiplin keilmuan sosial yang khusus mendeskripsikan serta
memberikan pemahaman terhadap berbagai kultur yang berbeda, yaitu
antropologi sosial. Tradisi riset antropolgi sosial selalu mengambil
pandangan yang meyatakan bahwa bersikap adil terhadap kompleksitas
sebuah kultur hanya dimungkinkan dengan hidup didalamnya selama waktu
tertentu, dan melaksanakan serangakaian observasi sistematik
dan seksama terhadap cara anggota kultur tersebut membangun dunia yang
mereka kenal melalui cara seperti hubungan darah, ritual, mitologi, dan
bahasa,. Dalam bahasa Clifford Geertz, antropolog paling tertanam saat
ini, kultur dapat dipahami sebagai: Pola
makna yang tertanam dalam sinbol dan transmisikan secara historis,
sebuah sistem konsepsi turunan yang diekspresikan dalam bentuk simbolik
yang digunakan (orang-orang) untuk berkomunikasi, bertahan hidup, dan
mengembangkan pengetahuan mereka tentang hidup dan sikap terhadapnya.
Diantara karakteristik identitas kultural terpenting dalam area keyakinan dan asumsi tang mendasarinya adalah:
Ø Bagaiman realitas dipahami, misalnya dualistik atau holistik:
Ø Konsep diri (otonom, terikat, referensi versus sosial, terdistribusi, indeksikal);
Ø Rasa moral (misalnya pilihan dengan takdir, nilai);
Ø Konsep waktu(liniear, tersegmentasi, berorientasi ke masa depan, menghormati yang tua);
Ø Perasaan akan tanah air, lingkungan, tempat.
Diantara dimensi terpenting interpersonal dan kehidupan sosial yang dapat diamati secara eksternal adalah:
Ø Prilaku noverbal (kontak mata, jarak, gerakan tubuh, sentuhan);
Ø Penggunaan bahasa (misalnya reflektif versus analitis deskriptif; linearitas cerita);
Ø Pola hubungan darah dan huibungan antar sesame (hubungan mana yang paling penting?);
Ø Hubun gan gender;
Ø Ekspresi emosi;
Ø Peran penyembuh dan teori penyembuhan.
Bagai
para konselor multikultural, karakteristik ini merepresentasikan jenis
“checklist” mental yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi dunia si
klien, dan untuk membangun sebuah dunia klien-konselor yang bersifat
mutual dan saling membantu.[2]
B. Asal-Usul Dan Relevansi Konseling Multikultural
Bimrose
(1996-p238) menelusuri asal-usul multicultural konseling untuk gerakan
hak Sipil di Amerika di pertengan tahun 1970-an. Pada saat ini,
pertanyaan di tanya tentang sekelompok orang yang tidak pernah konseling,
atau jika mereka datang untuk sesi pertama, tidak kembali. Pola yang
jelas muncul. Klien dari kelompok minoritas etnis yang paling mungkin
untuk meminta dan bertahan dengan konseling.
Penjelasan yang paling banyak diterima adalah bahwa konseling (dan pedoman)
paraktek merupakan kegiatan etnosentris. Beberapa ahli berpendapat
bahwa pendekatan arus utama putih, kegiatan kelas menengah yang
beroperasi dengan nilai-nilai khas banyak dan asumsi. Misalnya, bahwa
klien di masa yang akan datang dan tindakan yang berorientasi.
Pendekatan tersebut etnosentris atau budaya dekemas (Wrenn 1985). Di
pusat mereka memegang gagasan normalitas berasal dari budaya kulit
putih, yang tidak relevan dengan banyak klien dan memiliki potensi untuk
menjauhkan mereka.
Penjelasan
tentang mengapa klien etnis yang berbeda menemukan mainsteam konseling
tidak membantu memiliki relevansi sama dengan perbedaan klien lain
seperti jenis kelamin, preferensi seksual dan cacat. Pesan utama untuk
beragam kelompok klien.
C. Aspek Kultural Dasar
a) Konsep realitas
Pada
level paling dasar dari pemahaman dan kemampuan untuk memahami,
orang-orang daru kultur yang berbeda memiliki ide yang berbeda mengenai
tabiat dasar dari realitas. Dalam kultur barat, orang-orang menganut
pandangan terhadap realitas yang bersifat dualistic, membagi dunai dalam
dua tipe entitas: jiwa dan tubuh. Jiwa tak tercecap indera, terdiri
dari ide, konsep, dan pikiran. Sebaliknya tubuh bersifat nyata, dapat
diamati dan berkembang dalam ruang. Dalam terminologi hubungan dualisme
berdampak pada peningkatan dan pemisahan antara diri dan objek, atau
diri dan yang lain. “Diri” kemudian berkaitan dengan jiwa dan dirancang
diluar serta jauh dari dunia luar, terelpas apakah dunia luar yang
dimaksud adalah dunia segala sesuatu atau orang lain.
b) Memahami diri
Memahami
arti menjadi seseorang sangat bervariasi dari satu kultur ke kultur yang
lain. Pada dasarnya konseling dan psikoterapi berkembang dalam kultur
yang mengadopsi pemahaman tentang seseorang sebagai otonom, individual
yang berdiri sendiri, dengan berbagai batasan diri yang kuat dan daerah
pengalaman yang bersifat “dalam” dan privat. Lendrine (1992) telah
mendeskripsikan definisi self ini sebagai refrential. Menurut self,
adalah inner ‘thing” (sisi dalam diri sesuatu) atau daerah pengalaman “
diri yang berdiri sendiri dan lengkap dari kultur barat… diyakini
sebagai peletak dasar, pembuat, dan pengontrol prilaku.
c) Konstruksi moral
Membuat
pilihan moral, memutuskan yang benar dan yang salah adalah inti dari
kehidupan. Akan tetapi, lanskap moral dikontruksikan secara berbeda
dalam kultur yang berbeda. Moralitas barat sangat yakin dengan piliha
dan tanggung jawab individual, dan kemauan untuk dibimbing oleh prinsip
moral abstrak seperti “keadilan” atau “kejujuran”. Sebaliknya dalam
kultur tradisional isu moral lebih cenderung ditetapkan melalui
pertimbangan terjadinya takdir (fate), (misalnya karam dalam kepercayaan
hindu).
Bab III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asal-usul
munculnya konseling multikultural ialah di Amerika di pertengahan tahun
1970-an. Sebagian besar karir konseling dan bimbingan praktis siap
mengakui bahwa setiap klien adalah unik, dan bahwa individu harus di
terima dan di hormati. Konseling multikultural mempunyai beberapa
karakteristik yang diantaranya yaitu; memahami realitas, konsep diri,
rasa moral, konsep waktu dan perasaan akan tanah air.
B. Kritik dan Saran
Demikian
makalah ini kami susun, semoga bermanfaat bagi pembaca. Jika banyak terdapat kesalahan kata dan
pengetikan dalam makalah ini kami memohon maaf. Segala kritik dan
saran dari pembaca sekalian yang sekiranya dapat membangun sangat kami
harapkan, demi kesempurnaan makalah-makalah kami yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar