Get Gifs at CodemySpace.com

Kamis, 12 April 2012

Layanan Bimbingan Pengembangan Perilaku Non- Adaptif Untuk Penderita Tunagrahita


Tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental yang memiliki intelektual jauh dibawah rata-rata sehingga mengalami kesulitan dalam tugas akademik, komunikasi maupun sosial.
Bimbingan pengembangan perilaku adaptif siswa tunagrahita di sekolah tingkat sekolah dasar atau sekolah reguler dengan pendekatan inklusi merupakan bimbingan pribadi- sosial dan konselingnya bersifat perseorangan. Konseling terhadap siswa tunagrahita dilakukan karena mereka banyak mengalami gangguan- gangguan emosional disebabkan oleh kondisi sosial yang negatif, disamping mereka sendiri tidak mampu melakukan komunikasi secara verbal (Bootzin, R. R. & Acocella, J. R., 1988: 485). Layanan konseling perorangan memungkinkan peserta didik tunagrahita mendapatkan layanan langsung oleh guru kelas selaku konselor. Bentuk bimbingan dan konseling terhadap siswa tunagrahita di sekolah perlu adanya penyesuaian yang berdasarkan atas karakteristik khusus, kebutuhan setiap siswa, tujuan dan sasaran, serta aspek perkembangan pribadi- sosial.
Tujuan bimbingan pengembangan prilaku non- adaptif siswa tunagrahita di tingkat sekolah dasar, antara lain:
a.         Membantu siswa tunagrahita agar secara sosio- emosional dapat melalui masa transisi dari lingkungan sekolah taman kanak- kanak/ lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah dasar.
b.         Membantu siswa tunagrahita agar dapat mengatasi kesulitan yang dihadapinya, baik dalam kegiatan belajar maupun pendidikan pada umumnya.
c.         Membantu siswa tunagrahita dalam upaya untuk mampu memahami keadaan dirinya dan lingkungan hidupnya (kelebihan, kekurangan, dan kelainan yang ia sandang).
d.        Membantu orang tua siswa yang bersangkutan dalam memahami anaknya sebagai makhluk individual maupun makhluk sosial, serta kebutuhan- kebutuhannya.

Sasaran layanan bimbingan pengembangan prilaku non- adaptif di sekolah yang menangani siswa tunagrahita meliputi:
a.         Bimbingan ditujukan kepada semua individu yang berkelainan tanpa memandang umur, suku, agama, dan status sosial ekonomi.
b.         Bimbingan berurusan dengan pribadi yang berkelainan serta unik.
c.         Bimbingan memperhatikan sepenuhnya terhadap tahap dan berbagai aspek perkembangan individu yang berkelainan, sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki individu siswa tunagrahita.
d.        Bimbingan memberikan perhatian utama kepada perbedaan individu yang berkelainan yang menjadi pokok layanannya.

Program layanan bimbingan pengembangan prilaku non- adaptif di sekolah yang menangani siswa tunagrahita merupakan bagian integral dari pendidikan itu sendiri dan sebagai pengembangan kompetensi individu semaksimal dan seoptimal mungkin melalui pemberian aktivitas di kelas dan di luar kelas. Pola bimbingannya merupakan aplikasi fungsi dan peran bimbingan secara terpadu ke dalam program pembelajaran. Aplikasi fungsi dan peran bimbingan perlu disesuaikan dengan karakteristik siswa tunagrahita yang bersangkutan, yaitu adanya deviasi paad aspek mental/ sosial, fisik, intelektual, dan emosional. (Hadis, A., 2000: 292- 293).
Konseling perkembangan bersifat preventif yang berorientasi pada pendidikan tidak kepada bentuk- bentuk remedial (Blocher, 1966 dalam Gumaer, J., 1984: 6), dan direncanakan khusus agar dapat membantu siswa tunagrahita untuk dapat menyadari akan keberadaan diri serta kemampuan yang dimilikinya, sehingga melalui konseling perkembangan ini siswa tunagrahita dapat meningkatkan potensi diri sesuai dengan kemampuan fungsional yang dimilikinya (Gumaer, J., 1984: 5-6).
Fokus konseling perkembangan menurut Dinkmayer tertuju pada usaha- usaha memberikan bantuan kepada setiap individu untuk dapat memahami keberadaan dirinya. Konselor harus mampu memahami perkembangan anak, sosial, emosional, dan pola belajar anak yang menjadi kliennya (Gumaer, J., 1984: 6).

Adapun fungsi bimbingan dan konseling di sekolah yang menangani siswa tunagrahita, antara lain:
1.         Fungsi pemahaman pengembangan, yaitu fungsi bimbingan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu, sesuai dengan keperluan perkembangan peserta didik;
2.         Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan konseling yang akan menghasilkan upaya- upaya agar peserta didik terhindar dari berbagai permasalahan yang dapat mengganggu, menghambat, ataupun dapat menimbulkan kesulitan dalam proses perkembangan diri;
3.         Fungsi perbaikan, yaitu bimbingan konseling yang dapat mengatasi berbagai permasalahan yang dialami peserta didik;
4.         Fungsi pemeliharaan, yaitu upaya- upaya agar dapat memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi positif dari setiap peserta didik dalam rangka perkembangan diri secara mantap dan berkelanjutan.
Selain pendekatan perkembangan, pelaksanaan layanan bimbingan konseling di sekolah perlu dilakukan melalui pendekatan secara terpadu dengan seluruh kegiatan pendidikan yang ada di sekolah (dalam kurikulum, maupun ekstra kurikuler).

Menurut Natawidjaya, R. (1984: 123) bahwa kegiatan bimbingan yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar secara umum dapat dikelompokkan menjadi:
(1)      Mengenal dan memahami siswa secara mendalam,
(2)      Memperlakukan siswa berdasarkan perbedaan individual,
(3)      Memperlakukan siswa secara manusiawi,
(4)      Mamberi kemudahan kepada siswa- siswa untuk mengembangkan diri secara optimal,
(5)      Memelihara suasana kelas supaya tetap menyenangkan bagi siswa.
Adapun indikator dalam menelaah penerapan peran bimbingan oleh guru dalam proses belajar- mengajar menurut Natawidjaya, R. (1984: 124), diantaranya sebagai berikut:
1.         Mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan dan yang bersuasana membantu perkembangan siswa.
2.         Memberikan pengarahan/ orientasi dalam rangka belajar yang efektif, baik secara khususdalam bidang yang diajarkannya, maupun secara umum dalam keseluruhan persekolahan.
3.         Mempelajari dan menelaah siswa untuk menemukan kekuatan, kelemahan, kebiasaan, dan kesulitan yang dihadapinya, terutama dalam hubungannya dengan bidang studi yang diajarkannya.
4.         Penyuluhan tak resmi kepada siswa yang menghadapi kesulitan tertentu, terutama dalam hubungannya dengan bidang studi yang diajarkannya.
5.         Menyajikan informasi tentang masalah pendidikan dan jabatan guru, dalam memberikan pelajaran dapat memadukan berbagai informasi yang sangat berguna bagi siswa, dalam hal ini perencanaan kelanjutan belajar dan perencanaan pekerjaan setelah lulus dari sekolah yang bersangkutan, dll.

Teknik bimbingan pengembangan prilaku non- adaptif dapat diterapkan dengan: 
1.         Teknik direktif, berupa layanan bimbingan yang inisiatifnya sebagian besar datang dari konselor, dalam hal ini guru pendidikan luar biasa. Dalam pelaksanaannya, penggunaan pola persuasif sangat memegang peran penting untuk merubah sikap dan prilaku salah suai siswa. (Heesacker, M., et. Al. 1995: 611);
2.         Teknik non- direktif, seluruh inisiatif bimbingan konseling muncul dari siswa yang bersangkutan;
3.         Teknik eklektik, yaitu layanan bimbingan konseling yang memadukan teknik direktif dan non- direktif. Pemilihan teknik tersebut oleh konselor bergantung kepada kriteria sebagai berikut:
a.    Sifat masalah yang dihadapi,
b.    Jumlah peserta didik yang akan dibimbing,
c.    Kondisi penyuluh atau petugas bimbingan konseling.
Agar pencapaian sasaran bimbingan pengembangan prilaku adaptif dapat terwujud dengan baik diperlukan kegiatan pendukung bimbingan, meliputi:
(1)     Aplikasi instrumen bimbingan pribadi-sosial, meliputi kegiatan pengungkapan dan pengumpulan data berkaitan dengan kemampuan dan kondisi lingkungan sosial siswa, berupa kemampuan berkomunikasi, menerima dan menyampaikan pendapat, kemampuan berprilaku dan berhubungan sosial, hubungan dengan teman sebaya, dll.
(2)     Penghimpunan data, bermaksud mengumpulkan seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan siswa tunagrahita dalam berbagai aspeknya. Data yang dihimpun merupakan hasil aplikasi instrumentasi bimbingan.
(3)     Pembahasan kasus, dilakukan secara spesifikasi untuk mengkaji permasalahan tertentu yang dialami oleh siswa tunagrahita dalam suatu forum diskusi yang dihadiri oleh pihak- pihak terkait, seperti konselor, wali kelas, guru bidang studi, kepala sekolah, orang tua, dll. Pembahasan kasus bersifat terbatas dan tertutup. Dalam pembahasan kasus dibicarakan berbagai permasalahan yang dialami oleh siswa tunagrahita yang bersangkutan.
4.         Teknik akhir, merupakan suatu pernyataan transformasi kedalam atau keluar dari suatu situasi pura- pura atau membatasi suatu peran, misalnya: “Ini adalah kereta api” sambil menunjukkan ke sebuah sofa sebagai pernyataan.
(4)     Kunjungan rumah, mempunyai dua tujuan yaitu:
(a)      Memperoleh berbagai keterangan yang diperlukan dalam pemahaman lingkungan dan permasalahan siswa tunagrahita;
(b)     Pembahasan dan penyelesaian masalah siswa yang bersangkutan. Kegiatannya bersifat pengamatan dan wawancara.
Alih tangan kasus, dalam bimbingan pribadi-sosial siswa tunagrahita dimaksudkan sebagai upaya mengalihtangankan kasus khusus dari siswa yang bersangkutan oleh: guru, wali kelas, orang tua, dan staf sekolah lainnya kepada konselor atau guru pembimbing khusus. Selanjutnya konselor dapat melanjutkan alih tangan kasus siswa tunagrahita yang bermasalah secara bersama antara pembimbing dengan siswa yang bersangkutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar