Get Gifs at CodemySpace.com

Minggu, 15 April 2012

RAMBU-RAMBU PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PROFESIONAL KONSELOR


Dalam kaitannya dengan pendidikan profesional konselor, penataan dilakukan sesuai dengan amanat UU RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan dosen, serta PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Sebagai pendidik Konselor dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimum S-1 Bimbingan dan Konseling. Selanjutnya sesuai dengan ketentuan undang-undang, pembentukan penguasaan kemampuan professional yang utuh sebagai penyelenggaraan pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan dalam jalur pendidikan formal, juga diselenggarakan pendidikan profesi berupa latihan menerapkan kompetensi akademik dalam bimbingan dan konseling. Lebih lanjut akan dipaparkan rambu-rambu yang wajib diindahkan dalam penyelenggaraan Pendidikan Profesional Konselor, baik pada tahap pembentukan kemampuan menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal.


a.   Perangkat Penyelenggaraan Pendidikan Profesional Konselor

1.   Tujuan Pendidikan Profesional Konselor
Pendidikan Prfesional Konselor bertujuan untuk menghasilkan konselor. Konselor adalah tenaga pendidik yang berkualifikasi strata satu program studi bimbingan dan konseling dan menyelesaikan Pendidikan Profesi Konselor (PPK).

2.   Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Profesional Konselor
Atas dasar konteks tugas dan ekpektasi kinerja konselor, sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan kompetensi professional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah (scientific basic) dan kiat (arts) pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Kompetensi akademik konselor meliputi :
a)  Kemampuan memahai konseli yang hendak dilayani,
b)  Kemampuan menguasai khasanah teoritik, konteks, asas dan prosedur serta sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling,
c)  Kemampuan menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling  yang memandirikan,
d)  Kemampuan mengembangkan profesionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan yang dilandasi sikap, nilai dan kecenderungan pribadi yang mendukung.

Pembentukan kompetensi akademik calon konselor dilakukan melalui proses pendidikan formal jenjang S-1 dalam bidang bimbingan dan konseling. Sedangkan kompetensi professional yang utuh merupakan penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan kompetensi akademik yang telah diperoleh sebelumya, melalui latihan yang relatif lama serta beragam situasinya dalam konteks otentik dilapangan yang dikemas sebagai Pendidikan Profesional Konselor dibawah pengawasan konselor senior yang bertindak sebagai pembimbing atau mentor. Keberhasilan menempuh dengan baik program Pendidikan Profesional Konselor (PPK) ini bermuara pada penganugrahan sertifikat profesi bimbingan dan konseling yang dinamakan sertifikat konselor dengan gelar profesi konselor disingkat Kons.

3.   Alur Pikir Pengembangan Kurikulum Pendidikan Profesional Konselor
Kurikulum Pendidikan Profesional Konselor dikembangkan berdasarkan alur piker sebagai berikut :

a.   Setiap sub-kompetensi dijabarkan menjadi pengalaman belajar yang memungkinkan tercapainya sub-kompetensi

b.   Pengalaman belajar harus memfasilitasi :
1.   Perolehan pengetahuan dan pemahaman (acquiring and integrating knowledge), perluasan dan penajaman pengetahuan (expanding and refining knowledge), serta penerapan pengetahuan yang telah diperoleh secara bermakna (applying knowledge meaningfully) melalui pengkajian berbagai  modus dalam berbagai konteks
 2.   Penguasaan ketrampilan, baik ketrampilan kognitif, personal sosial maupun ketrampilan psikomotorik yang diperoleh melalui berbagai bentuk latihan yang disertai balikan (feed back)
 3.   Penumbuhan sikap dan nilai yang berujung pada pembentukan karakter, dibentuk melalui penghayatan secara pasif (vicarious learning) dalam berbagai peristiwa sarat nilai dan keterlibatan secara aktif (good learning) dalam berbagai kegiatan sarat nilai.

c.   Pengembangan materi kurikuler dari setiap pengalaman belajar mencakup rincian kompetensi/sub-kompetensi, bentuk kegiatan belajar, materi dan asesmen tagihan penguasaannya.

d.   Perkiraan besaran waktu yang diperlukan untuk penguasaan setiap sub kompetensi.

e.   Menetapkan mata kuliah lengkap dengan taksiran bobot SKSnya, sehingga merupakan langkah awal penetapan mata kuliah yang secara keseluruhannya membangun kurikulum utuh Program Studi S-1 Bimbingan dan Konseling di PT yang bersangkutan

f.    Sesuai dengan ktentuan yang berlaku, pemenuhan persyaratan akademik program S-1 pendidikan profesional konselor, yang digunakan sebagai dasar untuk penganugrahan ijazah sarjana Pendidikan dalam bidang bimbingan dan konseling dengan beban studi 144-160 sks dan untuk program pendidikan profesi konselor ditempuh selama 2 semester dengan beban studi antara 36-40 sks.

4.   Proses Pembelajaran Pendidikan Profesi Konselor
Agar standar kompetensi dapat dicapai dengan baik, maka proses pembelajaran yang diterapkan pada program S-1 Pendidikan Profesional Konselor diselenggarakan dengan mengupayakan hal-hal berikut ini:

a.   Proses pembelajaran yang dimaksudkan untuk memfasilitasi pembentukan perangkat kompetensi lulusan yang telah ditetapkan, dispesifikasikan dalam 2 dimensi yaitu: (1) penetapan bentuk kegiatan belajar seperti mengkaji, berlatih dan menghayati, (2) senantiasa mengacu kepada penguasaan kompetensi/sub-kompetensi yang telah ditetapkan.

b.   Pembentukan penguasaan kompetensi professional konselor diselenggarakan melalui Program Pendidikan Profesional Konselor yang berupa pengalaman lapangan. Pada dasarnya pembentukan penguasaan Kompetensi Profesional Konselor tersebut mengandung elemen-elemen sebagai berikut:
-          Latihan berbagai ketrampilan teknis (basic sklills) dalam bimbingan dan konseling
-          Perencanaan terapan kontekstual berbagai pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam latar otentik
-          Terapan kontekstual berbagai pengetahuan dan ketrampilan teknis bimbingan dan konseling dalam latar otentik.

5.   Evaluasi Pendidikan Profesi Konselor
Penguasaan Kompetensi Akademik dalam Bimbingan dan Konseling, dapat ditagih melalui ujian tertulis baik yang berupa tes pilihan (multiple choice) ataupun melalui berbagai asesmen individual untuk menilai kemampuan dan minat serta permasalahan yang dihadapi oleh calon konselor secara perorangan. Mahasiswa yang berhasil dengan baik menguasai kompetensi akademik yang diprasaratkan bagi calon konselor, dianugrahi ijazah Sarjana Pendidikan dalam bidang bimbingan dan konseling, dengan singkatan gelar akademik S.Pd. Ijazah S-1dalam bimbingan dan konseling merupakan prasarat mengikuti Pendidikan Profesi Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan selama 2 semester.

Berbeda dari tagihan penguasaan akademik, penguasaan kemampuan professional calon konselor hanya dapat diverifikasi melalui pengamatan ahli Asesmen kemampuan professional konselor tidak cukup jika hanya dilaksanakan melalui pemotretan sesaat (snapshot atau moment opname), melainkan harus melalui pengamatan berulang, karena sasaran asesmen penguasaan kompetensi professional itu bukan hanya difokuskan kepada sisi tingkatan kemampuan (maximum behavior) melainkan pada kualitas keseharian (typical behavior) kinerja konselor.

Hal ini berarti bahwa asesmen penguasaan kemampuan professional itu perlu lebih mengedepankan rekam jejak (track record) dalam penyelenggaraan pengelolaan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan dalam rentang waktu tertentu. Mahasiswa yang berhasil dengan baik menguasai kompetensi professional konselor melalaui Program Pendidikan Profesi Konselor yang berupa Program Pengalaman Lapangan, akan dianugrahi sertifikat konselor dan berhak mencantumkan singkatan gelar profesi Kons dibelakang namanya.

6.   Mahasiswa Pendidikan Profesi Konselor
Yang menjadi mahasiswa Pendidikan Profesi Konselor adalah lulusan sarjana pendidikan dalam bidang bimbingan dan konseling.

7.   Ketenagaan Pendidikan Profesi Konselor
§      Dosen
1.   Lembaga penyelenggara program Pendidikan Profesional Konselor dipersyaratkan memiliki tenaga dosen yang merujuk pada jumlah dan kualifikasi sebagaimana yang tercantum dalam keputusan Dirjen Dikti No. 108/Dikti/Kep/2001 tanggal 30 April 2001 yang sudah disesuaikan dengan PP No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Lembaga penyelenggara program Pendidikan Profesional Konselor sekurang-kurangnya memiliki 6 dosen tetap dengan kualifikasi Magister Pendidikan (S-2) bidang Bimbingan dan Konseling.

2.   Setiap dosen program S-1 Bimbingan dan Konseling wajib akrab dengan wawasan Bimbingan dan Konseling, baik yang diperoleh melalui pendidikan formal atau pelatihan-pelatihan maupun dengan cara lain. Kualifikasi dosen sebagai penyelia dalam penyelenggaraan Pendidikan Profesional Konselor adalah lulusan Program S-2 Bimbingan dan Konseling yang disusun sesuai dengan arahan dalam Naskah Akademik Penataan pendidikan Profesional Konselor.

§      Tenaga Kependidikan dan Tenaga Pendukug
Lembaga mempunyai tenaga penunjang akademik untuk melayani laboratorium/workshop, perpustakaan, laboratorium computer dan sebagainya. Lembaga juga mempunyai tenaga administrasi yang mengurus keuangan, akademik, kemahasiswaan, perlengkapan, kebersihan dsb.

8.   Sarana dan Prasarana
Penyelenggaraan Program S-1 Pendidikan Profesional Konselor, mempersyaratkan tersedianya sarana dan prasarana yang secara khusus mutlak diperlukan bagi pengembangan kemampuan profesional konselor. Selain ruang kuliah yang memadai dalam jumlah, kapasitas, dan kelengkapan untuk perkuliahan, sarana dan prasarana program penyelenggaraan Program S-1 Pendidikan Profesional Konselor meliputi antara lain (1) model ruang bimbingan dan konseling yang standar, (2) ruang demonstrasi-observasi latihan keterampilan bimbingan dan konseling, (3) ruang multimedia, (4) perangkat sarana untuk pengenalan pribadi konseli, (5) perangkat pelayanan informasi, dan (6) perpustakaan dengan koleksi bahan rujukan dalam bidang bimbingan dan konseling.

9.   Kerjasama dengan Pemangku Kepentingan
Untuk meningkatkan jaminan bagi keberhasilan penyelenggaraan Program S-1 Pendidikan Profesional Konselor yang direncanakan, perlu dipersiapkan rangkaian kerjasama dengan berbagai pihak yang merupakan stakeholders bagi lulusan yang akan dihasilkan terutama menyangkut:

a.   Rekrutmen mahasiswa baru, untuk memperoleh calon mahasiswa dengan jumlah, persebaran, dan kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna lulusan;

b.   Penyelenggaraan pembelajaran, dalam hal penyediaan sekolah latihan dan guru pamong, termasuk penyediaan Konselor Pamong dengan pengaturan yang menjanjikan kemanfaatan timbal-balik. Kerjasama yang baik akan membuat pengguna lulusan merasa ikut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan program ini.

c.   Pengangkatan lulusan S-1 Pendidikan Profesional Konselor agar dapat bekerja sesuai dengan keahliannya, sehingga pelayanan bimbingan dan konseling dilakukan oleh tenaga profesional (Konselor).

b.   Lembaga Penyelenggara Pendidikan Profesional Konselor
Persyaratan dan prosedur yang perlu dipenuhi oleh lembaga yang bermaksud untuk menyelenggarakan Program S-1 Pendidikan Profesional Konselor terdiri atas (1) Persyaratan Lembaga Penyelenggara, dan (2) Mekanisme Perizinan.

1.   Persyaratan Lembaga Penyelenggara
Program Pendidikan Profesional Konselor dapat diselenggarakan dengan memenuhi syarat-syarat kelembagaan sebagai berkut.

a.   Penyelenggara adalah perguruan tinggi yang mengemban mandat kependidikan dengan perwadahan kelembagaan yang tepat, serta dengan visi dan misi yang mengayomi Pendidikan Profesional Konselor

b.   Program Pendidikan Profesional Konselor diselenggarakan oleh Jurusan atau Program Studi Bimbingan dan Konseling.

c.   Penyelenggaraan program S-1 Pendidikan Profesional Konselor merupakan bagian integral dalam kegiatan fakultas dan universitas

d.   Sumber-sumber pendanaan S-1 Pendidikan Profesional Konselor pada jenjang fakultas dan universitas harus jelas dan berimbang dengan program S-1 lainnya, di samping sumber-sumber dana yang diupayakan sendiri oleh jurusan/program studi.

e.   Bagi lembaga yang pernah menyelenggarakan program Pendidikan Profesional Konselor (program studi Bimbingan dan Konseling) yang di-phasing out, dengan memperhatikan kebutuhan akan lulusan, diizinkan menyelenggarakan program S-1 Pendidikan Profesional Konselor kembali, jika berdasarkan laporan studi kelayakan dinilai memiliki kapasitas, terutama Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menyelenggarakan program S-1 Pendidikan Profesional Konselor.

2.   Mekanisme Perizinan
Izin bagi penyelenggaraan Program S-1 Pendidikan Profesional Konselor diberikan atas dilaksanakannya mekanisme sebagai berikut.

a.   Rekrutmen calon mahasiswa program S-1 Pendidikan Profesional Konselor wajib mengindahkan ketentuan-ketentuan mengenai kerjasama dengan pengguna lulusan.

b.   Lembaga penyelenggara yang sekarang tengah aktif menyelenggarakan program S-1 Pendidikan Profesional Konselor wajib memperbaharui izin penyelenggaraan secara periodik setiap 5 (lima) tahun dan apabila tidak memperbaharui ijin maka dinyatakan ditutup.

c.   Lembaga yang mengajukan permohonan pembukaan kembali, atau yang baru untuk pertama kalinya mengajukan permohonan izin penyelenggaraan program S-1 Pendidikan Profesional Konselor wajib melengkapi usulannya dengan studi kelayakan untuk menyelenggarakan program S-1 Pendidikan Profesional Konselor.

d.   Data pendukung bagi usulan terdiri dari (1) hasil studi kelayakan, (2) adanya wadah kelembagaan bagi pemeliharaan dan pengelolaan sumber daya termasuk SDM bidang Bimbingan dan Konseling, (3) sarana-prasarana dan SDM bidang Bimbingan dan Konseling dan SDM dengan keahlian pendukung sesuai dengan jenis dan jumlah yang dibutuhkan untuk penyeleng-garaan program, (4) kesepahaman formal dengan pengguna lulusan termasuk proyeksi kebutuhan ketenagaan kabupaten/kota setempat minimal untuk kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan, dan (5) mendapatkan rekomendasi dari Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN).

e.   Demi peningkatan akses terhadap pelayanan pendidikan yang bermutu, izin penyelenggaraan program S-1 Pendidikan Profesional Konselor diberikan dengan memperhatikan butir (a) s.d. (d) dan mempertimbangkan sebaran lokasi geografis serta kebutuhan lulusan dan pertumbuhan regional tanpa mengabaikan persyaratan kelayakan akademik termasuk kesediaan membina kapasitas secara melembaga jika diberi izin penyelenggaraan.

Sumber:
Depdiknas. 2008. Penataan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung : Jurusan BK UPI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar